Cerpen Cinta - I Have No Reason | Ifarifah
KakaKiky - Tawa renyah masih menghiasi bibir merahnya. Jari-jari itu masih mengait erat di lenganku.
Dan senyuman kecil tercetak di bibirku.
Senyuman tulus yang tak kusadari sebelumnya.
“Tepati janjimu!” Tagih gadis itu.
“Janji?” Tanyaku.
Gadis itu menghela napas kesal. “Apa
seperti itu seorang kekasih?” Balasnya dengan ekspresi kecewa. Tapi ekspresi
itu sama sekali tidak membuatku takut atau menyesal. Justru membuat bibirku
semakin tertarik ke atas.
“Kekasih?” Tanyaku lagi
Tiba-tiba sebuah pukulan pelan mendarat
di lenganku. “Berhentilah bermain-main!” Ucapnya kesal
“Main-main?”
“Aku bisa gila!” Jawab gadis itu sambil
berjalan mendahuluiku.
Aku hanya bisa tersenyum kecil melihat
kelakuannya. Mengapa gadis itu sangat menggemaskan? Mengapa gadis itu terlihat
sangat lucu dengan berbagai ekspresi yang menghiasi wajahnya? Pelet apa yang
digunakan olehnya? Damn, aku benar-benar kecanduan!
“Baiklah, apa yang kau inginkan?”
Tanyaku ketika berhasil menyamai langkahnya. Gadis itu tidak menggubrisku, ia
terus berjalan. “Hei, apa yang kau inginkan?” Ulangku sambil berusaha berada di
sampingnya. Tapi di luar dugaan ia justru mempercepat langkahnya dan berjalan
beberapa meter di depanku.
“Ice cream sepertinya sangat lezat”
Godaku sambil berusaha menyusul. Namun tidak ada perubahan reaksi yang
ditunjukan. “Hei, tunggu!” Cegahku sambil mengenggam pergelangan tangannya.
“Kau harus mentraktirku ice cream sampai
kedai itu tutup!” Kata-kata yang terlontar dari mulutnya.
“Selama itu?” Tanyaku ragu
“Ya!” Jawabnya mantap dengan mata
berbinar
Mata itu sangat indah. Manik hitamnya
seperti menari-nari memancarkan sesuatu yang tak dapat kudeskripsikan. Kutatap
semakin dalam, seperti ingin menelusuri hal apa yang membuat mata itu terlihat
sangat indah. Aku sendiri tak mengerti, mengapa sosok di hadapanku ini terlihat
sangat mengagumkan di mataku? Apa yang membuat semua tingkahnya dapat terekam
dengan manis di otakku? Apa yang sebenarnya terjadi? Dia membuatku seolah-olah
aku orang terbodoh di dunia ini.
“Kenapa?” Tanyanya bingung melihat
ekspresiku yang mungkin sulit terbaca olehnya. “Apa kau keberatan?”
“Bodoh, bagaimana mungkin aku keberatan”
Jawabku
“Benarkah?”
Tanpa mengucapkan satu katapun, kudekap
gadis itu dalam pelukan. Kubenamkan wajahku ke rambut hitamnya. Tangan mungil
itu membalas pelukanku. Aku merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang baru
kurasakan belakangan ini. Detak jantung yang tak terkontrol, entah itu milikku
atau miliknya.
“Good Job!!!” Teriak seseorang sambil
bertepuk tangan.
Dan dalam hitungan detik gadis itu
menguraikan pelukannya. Beberapa orang mendekati kami. Salah seorang dari
mereka mengulurkan sebuah botol mineral kepadaku. Kemudian seorang lainnya
merapikan rambutku yang sedikit berantakan karena sapuan angin.
“Bagus! Chemistry kalian sempurna”
Komentar yang tiba-tiba terlontar
“Ayo, lanjut ke scene berikutnya!”
Teriak sutradara yang duduk di belakang monitor tak jauh dari tempatku berdiri.
Aku menghela napas perlahan. Ya, saatnya
kembali ke dunia sesungguhnya.
“Hari ini cukup. Ingat, besok kalian
semua harus tiba di lokasi tepat waktu!” Ucap sutradara sambil mengemasi barang
bawaannya.
“Siap Pak!” Jawab serempak beberapa kru.
“Dimana Alena?” Tanya salah seorang
kameramen.
“Mungkin pulang, dia terlihat sangat
lelah hari ini” Jawab salah satu kru.
“Hari ini memang melelahkan” Tambahku.
Ya, walaupun lelah tapi semakin ke sini aku semakin menikmatinya.
Penggarapan film ini hampir sama dengan
beberapa film yang sudah kubintangi sebelumnya. Setelah menandatangani kontrak,
kami mulai syuting di berbagai lokasi. Film ini bergenre romantic comedy yang
menurutku cukup menarik dan mengocak perut. Menjadi pemeran utama dalam sebuah
film romantis bukan hal yang asing bagiku. Tentunya dengan berbagai lawan main,
membuatku semakin profesional dalam memerankan sebuah karakter.
Dalam film ini aku diberi kesempatan
beradu akting dengan Alena Soraya Putri. Sebelumnya kami pernah bertemu dalam
berbagai acara tapi kami hanya saling tahu, tidak saling mengenal. Awalnya aku
merasa canggung untuk berakting mesra dengannya sehingga kami harus mengulangi
beberapa kali agar mendapat hasil yang maksimal. Tapi tentu saja bukan Rion
namanya jika tidak dapat menghilangkan rasa canggung tersebut. Rasa canggung
bukan masalah besar untukku. Terbukti hanya dalam beberapa hari saja aku sudah
mulai profesional dan sepertinya gadis itu juga melakukan hal yang sama.
Beberapa bulan berakting sebagai
sepasang kekasih, aku merasakan ada sesuatu yang berbeda. Tapi kutekan
dalam-dalam rasa itu karena aku sendiri juga tak mengerti apa yang kurasakan.
Hubungan kami semakin dekat, tidak hanya di dalam film. Alena memang gadis yang
menyenangkan. Tentu bukan aku saja yang beranggapan seperti itu, semua pemain
dan kru juga mengakui keceriaan gadis itu.
Namun sayang, film ini hampir rampung
dan diperkirakan sekitar 3 hari lagi.
Time goes so fast. Aku sudah terbiasa
dengan kehadirannya, tawanya dan tatapan matanya yang masih membingungkanku
hingga saat ini. Chemistry yang seharusnya aku ciptakan ketika berakting justru
berkelanjutan hingga ke dunia sesungguhnya. Kekaguman seorang David –tokoh yang
kuperankan- kepada Hanna –tokoh yang diperankan Alena- juga mengantarkan kekaguman
seorang Rion kepada Alena.
Jujur, sampai saat ini aku sama sekali
tidak mengerti dengan apa yang kurasakan. Apa hanya kagum atau lebih dari itu?
Aku sangat menikmati adegan-adegan bersamanya dan jauh di dalam diriku berharap
agar adegan itu benar-benar nyata. Apa aku gila? Namun aku sendiri juga bingung,
mengapa aku bisa tertarik dengan gadis itu? Karena dia cantik? Tentu bukan
alasan klise semacam itu yang membuatku tertarik. Karena sebagai seorang
entertain duniaku dikelilingi oleh banyak wanita dengan kecantikan yang
sempurna jadi aku sangat yakin kecantikan bukan salah satu alasannya.
Namun rasa ini benar-benar seperti tak
dapat kukendalikan. Sekarang aku sadar akting bukan hal yang mudah, apalagi
berakting untuk bersikap biasa saja di depan gadis itu. Apa aku harus
mengungkapkannya? Tapi di lain sisi ada rasa takut yang menyelimutiku. Rasa
takut tidak bisa bertindak seperti teman pada umumnya karena canggung akan
merampas kenyamanan di antara kami. Canggung di sini tentu saja bukan rasa
canggung seperti di awal tapi canggung yang benar-benar membunuh. I really hate
that feeling!
“Aku mencintaimu”
“Aku juga mencintaimu”
Hening. Tatapan matanya memancarkan
keseriusan. Aku tenggelam dalam keterpakuanku sendiri. Jantungku berdetak
sangat cepat. Gadis ini. Seandainya gadis di hadapanku ini benar-benar Lena.
“Cut!!!”
Teriakan itu membuyarkan semuanya.
“Apa yang kau lakukan? Mengapa kau hanya
diam?” Tanya sutradara
“Maaf” Jawabku sambil meraih kertas
skenario. Aku bersikap seolah-olah lupa dengan dialog yang akan ku ucapkan.
Mataku menatap kertas penuh tulisan itu dengan pikiran menerawang. Apa yang
baru saja kulakukan? Fokus Rion!
“1..2… Let’s go!”
“Aku mencintaimu”
“Aku juga mencintaimu”
“Will you marry me?”
“Yes, I wiil” Gadis itu menjawab sembari
loncat memelukku. Kubalas pelukan itu lebih dalam.
Benar kata orang, menghapus sebuah
perasaan tidak semudah membalik telapak tangan. Bahkan aku lebih memilih
dihajar oleh sekelompok preman daripada harus merasakan perasaan absurd ini.
Perasaan absurd yang sangat menghambat dan mungkin secara perlahan akan
membunuhku. Oh tidak, apa yang baru saja ku katakan? Ini semua sangat tidak
masuk akal.
Sudah sekitar 6 bulan aku tidak bertemu
dengan Lena. Setelah penggarapan film dan sesi promosi telah usai, aku tidak
pernah bertemu dengannya lagi. Mungkin faktor kesibukan yang sangat lekat
dengan kami berdua. Namun tidak peduli betapa sibuknya diriku, bayang-bayangnya
masih terlihat jelas di mataku. Ada rasa menyesal karena tak pernah punya
keberanian untuk mengungkapkan hal yang sebenarnya kurasakan.
‘Bangun Rion! Kau bukan remaja labil
yang harus pusing hanya karena seorang gadis!’ Batinku kesal
Mobil yang kutumpangi berhenti tepat di
depan sebuah gedung. Setelah membereskan beberapa barang yang harus kubawa, aku
pun turun dari mobil. Aku melirik sekilas ke arah Pram –manager sekaligus
sahabatku-, aku masih sedikit kesal dengannya. Kalau bukan karena dia yang
tiba-tiba menyetujui jadwal talkshow ini pasti sekarang aku sedang bersantai
menikmati detik jam yang berjalan.
“Sudahlah jangan memandangku seperti
itu, apa boleh buat? Kita sudah menyetujui untuk mengisi talkshow ini” Ucap
Pram
“Kita? Kau yang menyetujuinya. Lebih
baik kau saja yang menjadi bintang tamu” Jawabku
“Yakin? Kau akan menyesal nantinya”
“Aku sudah menyesal saat ini”
Lelaki itu tertawa. “Sudahlah, ayo
masuk! Lagian talkshow ini memiliki rating cukup tinggi jadi sayang untuk
dilewatkan”
Aku memasuki gedung itu tanpa
menghiraukan ucapan Pram. Tapi lelaki itu bersikap seperti tidak melakukan
kesalahan apapun, dengan santai ia berjalan disampingku.
“Masuklah, kau adalah bintang tamu
pertama” ucap Pram sambil mendorongku pelan
Benar, baru beberapa langkah saja
tiba-tiba namaku dipanggil oleh host. “Ini bintang tamu spesial kita, Rion
Dewanggara!”
Dengan senyum sumringah aku berjalan
mendekati host tersebut. Setelah bersalaman, aku pun mengambil duduk di sofa
yang telah disediakan.
“Bagaimana kabarmu?” Tanya host membuka
percakapan.
“Seperti yang dapat dilihat, baik”
“Aku dengar kau sedang sibuk membintangi
sebuah video clip?”
“Ya itu benar”
“Oh ya, kalau mendengar namamu pasti
mengingatkanku pada film yang beberapa bulan lalu mendapat respons luar biasa
dari masyarakat khususnya remaja. Bagaimana pendapatmu?”
Deg. Aku bisa menebak kemana arah
pertanyaan host ini.
“Awalnya aku berpikir film itu cukup
unik karena tidak seperti film romantis pada umumnya, di film tersebut di
bumbui unsur comedy sehingga tidak terkesan monoton”
“Ya kau benar, ketika menontonnya
benar-benar membuatku terus tertawa tapi ada juga adegan yang membuatku
tersentuh, benar-benar dalam takaran yang pas. Skillmu dalam berakting sangat
patut diacungi jempol”
Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
“Bagaimana perasaanmu ketika beradu
akting dengan Alena?” Tanyanya tanpa rasa berdosa sedikitpun.
Aku menghela napas perlahan.
“Alena orang yang menyenangkan sehingga
kami dapat dengan mudah menciptakan chemistry dan ada rasa bangga tersendiri
karena bisa beradu akting dengannya” Jawabku. Betapa pintarnya aku
menyembunyikan semuanya? Tak salah host itu memujiku, bukan?
“Ok, tapi tidak lengkap jika kita tidak
mengundang lawan mainmu itu, Alena Soraya Putri!” Ucap host ini dengan nada
seperti memanggil
Dan benar saja, tiba-tiba seorang gadis
berjalan mendekati kami. Napasku tercekat. Gadis itu tidak berubah. Ingin
rasanya aku berlari mendekat dan memeluknya erat. Dia tersenyum dan mengambil
duduk tepat di sebelahku. Bagaimana bisa dia tersenyum dengan mudahnya
sedangkan aku di sini seperti hampir mati menahan rindu?
“Hai Alena, bagaimana kabarmu? Dan apa
kesibukanmu belakangan ini?”
“Baik, sekarang aku sedang sibuk
menyiapkan skripsi” Jawab gadis itu dengan tidak mengurangi sedikitpun senyuman
di bibirnya.
Oh God, bisakah Kau menyuruhnya berhenti
tersenyum? Senyuman itu sangat menyita perhatianku. Mataku tidak mau berpaling
untuk tidak memandangnya.
“Skripsi? Pasti itu cukup berat
mengingat kesibukanmu yang sangat padat” Komentar host “Oh ya, film kalian
mendapatkan perhatian baik dari masyarakat, bagaimana perasaanmu ketika beradu
akting dengan Rion?”
“Menyenangkan, daya tangkapnya sangat
cepat sehingga dia sering mengajariku ketika aku dalam kesulitan”
Aku tersenyum mendengar ucapannya.
“Bagaimana hubungan kalian sekarang?”
Sh*t! Bagaimana bisa ada host seperti
ini?
“Hubungan kami biasa saja walaupun kami
jarang bertemu belakangan ini tapi tentu saja hal itu tidak merusak hubungan
pertemanan kami” Jawab Alena.
“Kalau begitu apakah kalian mempunyai
kesan mendalam dari syuting film tersebut? Karena banyak sekali adegan mesra
yang kalian lakukan?”
“Kesan mendalam?” Tanya Alena bingung sambil
memandangku.
Aku menghela napas sejenak. “Ya, aku
mempunyai kesan mendalam dari beberapa adegan tersebut”
Sontak semua terkejut termasuk gadis di
sampingku itu.
“Wah, kesan seperti apa?” Host itu
terlihat sangat excited.
Aku terdiam. Apa yang baru saja
kukatakan? Tapi dalam diriku seperti ada dorongan besar untuk mengungkapkan
semuanya. Ada apa denganku? Tapi logikaku sepertinya sudah tidak berfungsi.
Kulirik sekilas Pram yang duduk di bangku penonton. Lelaki itu tersenyum dan
mengangguk pelan seperti bisa membaca pikiranku. Respon Pram membuat kepercayaan
diriku semakin bertambah.
“Kesan yang tak pernah kubayangkan
sebelumnya, kesan yang masih terasa hingga saat ini” Jawabku tanpa berpikir
panjang. Aku tidak peduli gosip apa yang akan tersebar, aku tidak peduli
segerombolan wartawan yang akan mengerubungiku nantinya. Aku tidak peduli semua
itu.
“Apa maksudmu?” Alena mengerutkan
keningnya.
“Wajahmu, senyummu dan tatapan matamu
seperti narkoba bagiku”
“Akting apa yang sedang kau lakukan
hah?” Tanya gadis itu kesal
“Apa aku terlihat seperti berakting?”
“Rion, bisa kau jelaskan maksud ucapanmu
barusan?” Tanya host berusaha menengahi.
“Jujur, aku merasakan sesuatu yang
berbeda saat beradu akting dengan Alena. Aku sangat menikmati setiap detail
adegan yang kami lakukan bahkan bukan hanya sekedar sebagai lawan main”
Kuhembuskan napas perlahan “Aku ingin lebih dekat denganmu, lebih dari seorang
teman” Tambahku sambil beralih menatapnya.
“Apa kau gila? Talkshow ini live dan
ditonton banyak orang” Balas Alena seperti berharap aku sadar dan menyesali ucapanku.
“Mungkin aku memang gila, aku berpikir
ini adalah saat yang tepat. Aku takut tidak dapat bertemu denganmu lagi karena
kesibukan akan membuat jarak di antara kita semakin jauh”
“Rion” Panggilnya pelan
Sepertinya host acara talkshow ini
kehabisan kata-kata melihatku. Tapi tentu saja tak kuhiraukan. Hanya gadis ini
yang kuhiraukan. Gadis yang telah merampas akal sehatku..
“Apa kau mau memberiku kesempatan?”
Tanyaku dengan hati-hati
“Aku akan menjawab setelah acara ini
selesai”
“Aku tidak bisa menunggu, Lena”
Gadis itu terdiam.
“Lena?”
“Tidak ada salahnya memberimu
kesempatan” Jawabnya
“Kau serius?”
“Ya”
Refleks aku memeluknya. Entah cupid mana
yang telah merasukiku. Satu nama tiba-tiba terlintas di otakku. Pram. Manager
gila itu yang merencanakan semua ini. Aku sangat berutang budi padanya.
Tepuk tangan terdengar. “Wah taklshow-ku
ini sangat berperan penting bagi kalian” Ucap host sambil berdiri dari duduknya
“Kau menjawab seperti itu bukan karena
acara ini live kan?” Tanyaku memastikan
“Tentu saja…” Jawabnya
“Maksudmu? “
“Tentu saja tidak. Aku juga merasakan
apa yang kau rasakan” Ucapnya dengan tersenyum.
Cerpen yang berjudul "Ice Cream Love" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis bernama Ifarifah. Kamu dapat mengunjungi blog penulis di www.ifarifah.blogspot.com.
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - I Have No Reason | Ifarifah"