Cerpen Inspiratif - Hutang Tingkat Dewa | Wayan Widiastama
Hutang Tingkat Dewa - Wayan Widiastama
Aku terus berlari menerobos hutan cemara, entah berapa lama aku berlari aku tak tahu pasti. Yang kurasa nafasku sudah hampir habis. GEDEBUGG… aku terjatuh. Kuarahkan pandangan kesekelilingku, rupanya aku sudah keluar dari hutan cemara tadi. Kini yang tampak oleh mataku adalah lapangan yang maha luas, lebih tepatnya adalah gurun pasir. Tidak ada sebatang pohonpun tumbuh disitu. Perlahan kucoba berdiri, badan ini terasa remuk dan ototku kaku. Dengan sisa tenaga yang ada aku berjalan pelan, setapak demi setapak menyusuri lautan pasir.
“Tuhan dimanakah aku? dimana istri dan
anaku.” Batinku merintih. Sebelum berjalan di hutan cemara tadi, aku sedang
bersama Santi istriku dan Asa anak lelakiku yang baru 8 tahun. Kami bertiga
sedang menikmati liburan.
“Hai!” Aku menoleh kearah suara itu.
Kulihat seorang perempuan 25 tahunan, rambutnya panjang hampir menyentuh tanah.
Senyum manisnya menggembang saat aku menoleh kearahku.
“Ayo ikut aku.” Perempuan itu berkata,
lalu meraih tanganku. Aku tak sanggup menjawab dan pasrah saat dia meraih
tanganku. Kami melayang, melesat cepat di atas padang pasir yang tandus.
Perlahan kami mendarat. Aku melihat
sebuah bangunan kecil beratap alang-alang dan berdinding bambu.
“Di dalam ada kolam, mandi dan ganti
pakaianmu.” Perempuan itu berkata sambil melepas tanganku. Aku masuk kedalam
rumah tersebut. Di dalam kulihat sebuah kolam yang luas, ada beberapa pancuran
yang terbuat dari bambu berjejer dipinggir kolam. Ada pancuran yang
mengeluarkan cairan warna-warni, aromanya seperti jus buah. Ku dekati pancuran
itu. Benar, ternyata Jus buah. Aku minum sepuasnya. Pancuran yang lain
mengeluarkan air, ada yang air hangat ada juga air yang aromanya wangi. Kucoba
semua apa yang ada disitu. Tenagaku terasa pulih sekarang, badanku segar.
“Hee roh!” Aku kaget, seorang lelaki
usianya sekitar 55 tahun berdiri dipinggir kolam.
“Apa roh?”
Tatapan lelaki itu dingin sekali. “Hanya
roh yang bisa datang ketempat ini.” Lelaki itu mendekati sebuah loker yang
tersusun rapi di pinggir kolam, dia mengeluarkan handuk dan pakaian. Ia
berjalan mendekatiku.
“Ini pakailah” Disodorkanya handuk
ditanganya.
“Terima kasih”
Aku segera naik kepinggir kolam dan
menerima handuk itu. Rasa terkejut masih menghiasi perasaanku. Apakah benar aku
roh, berarti aku sudah mati? Kalau benar aku mati bagaimana anak dan istriku.
Ayah dan Ibu siapa yang akan merawat? Mobil baruku, baru 3 bulan aku beli.
Lelaki itu kemudian bercerita banyak
padaku. Dia adalah penjaga permandian, sudah ratusan tahun dia bertugas disana.
Roh yang datang kepermandian itu umumnya orang yang selama hidup di dunia
tergolong orang yang baik. Biasanya roh orang semasa hidupnya banyak berbuat
dosa tidak akan datang ketempat itu, roh mereka membutuhkan waktu
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk melewati gurun pasir, mereka akan
kepanasan dan kedinginan disana. Itu terjadi karena tidak akan ada yang
menolong roh tersebut. Sementara orang baik akan diantar oleh perempuan cantik
atau lelaki tampan untuk menyeberangi gurun dan mengantar ke permandian.
Sambil mendengarkan cerita, kulihat ada
seorang kakek datang. Dari pakaian yang dikenakan aku tahu roh itu selama di
dunia berprofesi sebagai petani. Sepuluh menit kemudian datang roh anak lelaki,
kira-kira umurnya 11 tahun. Dia datang dengan diantar dua perempua cantik.
Kedua perempuan itu bahkan mengantar si anak yang kelihatan kumal itu sampai ke
dalam kolam. Tidak seperti aku yang hanya diantar sampai di halaman. Pasti dia
anak yang istimewa.
Melihat anak itu aku jadi ingat dengan
istri dan anaku.
“Apakah ada roh anak atau perempuan
kesini?” aku mencoba mencari tahu, apa mungkin anak dan istriku nasibnya sama
denganku.
“Tidak, sudah 3 hari ini tidak ada roh
wanita yang datang. Rupanya manusia di dunia semaki akrab dengan dosa sehingga
pengunjung tempat ini terus berkurang.”
“Saatnya kamu melanjutkan perjalanan,
pergilah kearah selatan. Sekarang tergantung dari besarnya karma baikmu, kalau
selama hidup banyak berbuat baik maka kamu akan semakin cepat sampai ditujuan
berikut. Tujuanmu adalah level 2 dari alam roh, tempatmu sekarang adalah level
dasar alam roh tersebut.” Lelaki itu berpesan.
“Ingat, walau kamu kesini belum tentu
kamu diterima di Sorga bisa saja kamu jadi penghuni Neraka.” Nada serius ku
dengar keluar dari mulut Lelaki itu, saat itu aku telah melangkah menuju
halaman.
Tidak kulihat perempuan cantik yang
mengantarku tadi. Entah kemana dia pergi? Kurasa badanku menjadi ringan.
Aku terbang…
Pandanganku tertuju pada pintu gerbang
yang menjulang, bangunan itu dibalut awan yang dihias pelangi nan indah. Di
depannya terlihat barisan orang-orang sedang berbaris untuk memasuki tempat
tersebut. Mereka terlihat berdiri dengan rapi. Akupun bergabung dalam barisan
itu.
Ternyata ada dua pintu di gerbang
tersebut. Mungkin ini pintu Sorga dan neraka, begitu pikirku. Ada seorang
petugas yang kulihat melayani para roh yang sedang mengantri. Roh itu ditanyai
kemudian ada yang dipersilahkan masuk kepintu kanan, ada yang di pintu kiri.
Tapi ada pula yang disuruh kembali entah kemana. Kalau roh-roh tersebut menolak
maka pria-pria berbadan kekar yang akan memaksa roh tersebut untuk mengikuti
perintah, roh itu bisa dipukuli, dilempar, dan di tending.
Banyak roh yang wajahnya berseri penuh
senyum kebahagiaan, tapi banyak juga yang terlihat capek. Seperti seorang Pria
didepanku, kemeja yang dikenakanya telah lusuh, sepatu, dan pakaian lain yang
dikenakanya sudah kotor. Badanya mengeluarkan bau yang kurang sedap. Wajahnya
tampak letih, air mata menetes dipipinya. Setiap ia ingin duduk karena capek,
penjaga akan segera menendang bahkan tidak segan mengayunkan cambuk ditanganya.
“Berdiri…! siapa yang menyuruhmu duduk
!?”
Aku mencoba bertanya pada pria itu. “Bapak
sudah lama disini?”
Ia menoleh dan menunjukan 5 jarinya,
mulutnya kulihat mengucap kata “bulan…”
“Kapan Bapak meninggal?”
Lagi dia hanya mampu menunjukan jari,
kali ini ia menganjungkan 3 jari dan kata tahun terucap lirih dari bibirnya
yang terlihat kering.
“Semasa hidup Bapak bekerja sebagai
apa?”
“Saya pengurus partai politik dan pernah
menjadi wakil rakyat.” Wah hebat kataku dalam hati. Pengurus partai dan pernah
menjadi wakil rakyat, sudah meninggal 3 tahun dan mengantri sudah 5 bulan belum
juga dipanggil. Apa penyebabnya ya..?
Lebih dua jam aku menunggu. Tiba-tiba
aku mencium aroma harum. Sesosok Perempuan kulihat mendaratkan kakinya. Rambut
panjangnya tergerai ditiup angin begitu pula gaun yang di pakainya. Sosok itu
kelihatan elegan, seperti seorang Ratu. Semua roh yang ada menoleh padanya.
Melihat itu dua penjaga datang menghampiri dan mengantarnya maju dan langsung
menghadap lelaki yang sepertinya bertugas menginterogasi para roh. Tak berapa
lama sebuah mobil berjenis sedan yang terlihat sangat mewah berhenti didepan
perempuan itu. Maka dia pergi dengan diantar mobil tersebut.
Ditempat ini malam dan siang serasa
hampir sama terangnya. Saat malam bulan bersinar ternang sinarnya terasa
menyejukan hati. Saat siang matahari besinar menyengat walau sesekali awan
menutupi sinarnya
Hari ke-3 aku didalam antrian…
“Kamu maju!” Seorang pria kurus menunjuk
kearahku. Aku melangkah mendekati pria lain yang berkepala botak, badanya
gemuk. Didepanya terpampang sebuah laptop.
“Angga Prabawa, lahir 19 Maret 1978 dan
meninggal 17 Agustus 2012.” Suaranya pelan dan berat.
“Ia betul.“ Jawabku dengan mantap.
“Kamu belum bisa masuk Sorga atu
Neraka.”
“Kenapa bisa begitu?” Aku heran,
setahuku saat meninggal roh akan masuk sorga atau neraka.
Lelaki itu tidak menjawab, hanya
tanganya yang menari di atas keyboard laptopnya. Disodorkanya 2 lembar kertas
yang baru keluar dari printer disebelahnya.
“Ini daftar hutang yang harus kamu
lunasi.”
“Hutang..?” Dengan penasaran kuambil
kertas itu dari tanganya.
Di kertas itu tercetak:
DAFTAR HUTANG JANJI ANGGA PRABAWA.
NO Waktu JANJI
1
2
…
501
…
1000
Senin…. 1988. Pukul: 12:19
Sabtu…. 2001, Pukul: 20:02
Minggu…. 2012
Berjanji akan membawakan Ibu sayuran
dari sawah
Tidak menepati janji pada Ayah untuk
membelikan makanan ayam
Janji menyerahkan seluruh gaji pertama
pada Ibu jika berhasil lulus dalam tes CPNS
Janji membelikan istri HP baru.
Kenyataan yang sangat mengejutkan
bagiku. Ada 1000 janji kepada 125 orang dalam daftar itu. Ternyata dalam hidup
aku banyak mengucapkan janji yang tak sempat aku tepati. Sekarang aku harus
kembali ke alam manusia, untuk menepati janji-janjiku. Waktuku 37 hari. Kalau
tidak aku akan selamanya jadi roh penasaran yang terombang-ambing di Level 1
alam roh. Dan tentu aku tidak dapat reinkarnasi, lahir kembali ke alam manusia.
Benar-benar hutang yang berat, HUTANG TINGKAT DEWA
Aku melesat cepat, secepat yang aku
bisa. Aku ingin segera sampai di alam manusia dan menemuai orang-orang yang ada
dalam daftar. Dan memastikan keberadaan anak dan istriku.
“Janji, aku menyesal mengapa aku banyak
berjanji !”
“Janji, statusku tidak jelas karena aku
melanggarmu!”
Kalau aku tidak berhutang janji tentu
aku sudah menjadi penduduk Sorga atau setidaknya aku berada di Neraka.
Entah bagaimana caranya agar aku bisa
menepati janji. Si Botak Penjaga tadi tidak menjelaskan. Ia hanya mengatakan,
jika hutangku telah terbayar otomatis akan terlihat pada daftar yang dia
berikan. Apa roh sepertiku dapat berkomunikasi dengan manusia, lalu bagaimana
jika orang yang ada didaftar telah meninggal?
Cerpen yang berjudul "Hutang Tingkat Dewa" merupakan sebuah cerita rakyat karangan dari seorang penulis yang bernama Wayan Widiastama. Kamu dapat mengunjungi blog penulis pada link berikut: akarimaji.blogspot.com.
Posting Komentar untuk "Cerpen Inspiratif - Hutang Tingkat Dewa | Wayan Widiastama"