Cerpen Cinta - Deo Pahlawan Terbesarku | Dwimetrius W. Utomo
“Teeeeeet, teeeeet, teeeet, teeeeeet…” alarm handphone milik Deo yang terdengar seperti alarm tanda bahaya seperti di film-film Hollywood menandakan sekarang sudah jam 6 pagi. Dengan mata yang masih belum terbuka sepenuhnya, Deo megambil handphonenya untuk menghentikan suara bising itu lalu kembali tidur.
Lima menit berselang terdengar bunyi tang sama dan dari handohone yang sama, dan reaksi yang sama pula dari sang pemilik handphone. Rupanya Deo tidak mematikan alarmnya, Deo menunda alarmnya atau di “snooze”.
Bunyi alarm terus terulang berkali-kali sampai pada akhirnya terdengar suara teriakan Rachel, kakak perempuan Deo dari balik pintu kamar Deo, “Inguuuuus! Bangun lo! Udah jam berapa ini!? Kesiangan lagi lo nanti”. Kakak-kakak Deo biasa memanggil dengan sebutan ingus karena dulu waktu kecil hidung Deo meler terus sampai umur lima tahun. Dan meskipun seekarang Deo sudah tidak meler lagi, panggilan spesial itu masih melekat sampai sekarang.
“Iya ci, ini udah bangun kok, tenang
aja”, jawab Deo dengan suara layaknya orang yang baru bangun. “Ya udah, cepetan
mandi, gue udah bikin sarapan buat lo tuh”, ucap Rachel sambil turun ke lantai
satu untuk melanjutkan senam pagi yang sempat terganggu gara-gara adiknya.
“Yah, ci ael yang masak, pasti bibi nggak masuk lagi nih. Makan nggak enak lagi
deh gue” Deo menggerutu sambil jalan menuju kamar mandi.
Setelah mandi dan siap-siap keperluan
sekolah, Deo lalu turun ke lantai satu untuk sarapan. Deo paling benci kalau
bibi (panggilan untuk pembantu rumah tangga di rumah Deo) tidak masuk kerja.
Kalau bibi tidak masuk kerja, otomatis kakaknya, Rachel yang memasak. Dan kalau
Rachel yang memasak pasti hasilnya tidak karuan. Kadang terlalu asin, kadang
hambar, pokoknya 99,9% hampir bisa dipastikan tidak enak. Tapi mau tidak mau Deo
harus menerima kenyataan pahit itu, karena mereka sekarang cuma tinggal berdua.
Orang tua Deo pindah ke Beijing dalam rangka meneruskan bisnis kakeknya,
sedangan kakak laki-laki Deo, Daniel hijrah ke Batam setelah berkeluarga dengan
seorang wanita Batam dan membuka sasana tinju disana.
Tiba di meja makan Deo sedikit lega
bercampur kaget saat melihat makanan yang tersaji di atas meja makan. Ternyata
Rachel hanya memasak mie instan untuk sarapan Deo kali ini. Spontan Deo
langusng bertanya kepada kakaknya yang sedang istirahat setelah senam pagi
“tumben cuma mie instan ci. Emang belom belanja ya?”. “Gue lagi males masak,
insting koki gue lagi entah kemana nih” jawab Rachel. Dengan mulut penuh mie
instan Deo langsung merespon ucapan kakaknya sambil ketawa “hah? Koki? Ikan mas
koki maksud lo ci? Hahaha”. “yeee. Songong lo! Nggak gue kasih uang jajan baru
tau lo!” jawab Rachel sambil menjewer Deo. “yaaaah kan, bercanda kali ci” Deo
menjawab lalu melanjutkan makan.
Setibanya di sekolah, Deo bergabung
dengan kawan-kawan dekatnya di depan sekolah, tempat mereka biasa berkumpul
sebelum masuk sekolah dan setelah jam pelajaran habis. Belum sempat Deo duduk,
Diaz, teman terdekat Deo, langsung menanyainya.
“Eh yo, Winda nanyain lo terus tuh. BBM
dia nggak lo bales-bales katanya. Emang kenapa lagi sih kalian?” Tanya Diaz.
“Nggak ada apa-apa kok, lagi males
megang hp aja” jawab Deo.
“Katanya lu sekarang marah-marah terus
ya sama dia? Dia bercanda aja lu marah katanya. Jangan galak-galak lo sama dia,
ntar ditinggalin baru nyaho lo” Ujar Diaz sambil meletakkan tangan di atas
pundak Deo.
“Kalo emang dia masih mau sama gue, ya
dia harus terima gue yang kayak gini, kalo nggak ya tinggal minta putus. Gitu
aja kok repot” jawab Dino santai.
“Au ah, terserah ente deh gan. Ane sih
Cuma ngasih tau. Jangan sampe nyesel yeee” Diaz menasehati Deo.
“Iyeeee. Lagian kalo gue putus sama
Winda, harusnya lo seneng dong. Kan kita bisa jadian balik lagi kayak dulu”
canda Deo dengan memasang muka genit tepat di wajah Diaz.
“Idih, geli gue ngeliat muka lo. Ngeri
temenan sama lo lama-lama” Tukas Diaz sambil menjauhkan muka Deo.
“Hahaha. Eh, gue masuk duluan ya, ada
perlu sama anak OSIS.” Kata Deo sambil langsung pergi meninggalkan Diaz ke
dalam sekolah.
Di depan kantin Deo celingukan mencari seseorang
yang sudah membuat janji sebelumnya. Dari jauh terlihat gadis cantik
berperawakan seperti Taylor Momsen, berparas mirip Selena Gomez, dan rambutnya
jatuh lurus sama seperti Laura Basuki. Gadis Itu melambaikan tangan kea rah
Deo, isyarat bahwa dia menyuruh Deo untuk menghampirinya. Deo buru-buru
menghampiri gadis itu.
“Pagi kak Farrah” sapa Deo sambil
tersenyum.
Farrah membalas senyuman Deo lalu
berkata “Pagi juga Deo. Gimana proposal pengajuan sponsor buat pensi bulan
depan? Udah jadi?”
“Udah kak. Nih, udah aku siapin kok.”
Jawab Deo sambil menyerahkan proposal tersebut.
“Wah, yang kayak kamu ini nih musti
diperbanyak. Jarang loh anak osis yang kalo ada tugas langsung dikerjain. Aku
aja sebagai ketua OSIS kadang-kadang males. Hebat deh” puji farrah.
“Harus dong kak, itu namanya tanggung
jawab kak. Eh, nanti sore jadi kan kak? Aku jemput apa gimana?” ujar Deo.
“Jadi dong. Kamu jemput aku aja ya. Bisa
kan?” jawab Farrah.
“Oke, nanti aku jemput jam lima deh”
kata Deo.
“Sip. Jangan ngaret ya, aku nggak suka
nunggu loh. Aku masuk kelas dulu ya, udah mau bel nih. See you” jawab Farrah,
lalu pergi menuju kelasnya,
Tepat pukul 3, jam pelajaran sekolah pun
selesai, dan Deo segera pulang tanpa mampir ke tempat dimana ia biasa nongkrong
bersama teman-temanya. Diaz yang biasanya selalu pulang bersama dengan Deo pun
seperti dilupakan.
Sesampainya di rumah dan istirahat
sejenak, Deo lalu mandi dan bersiap-siap untuk menjemput Farrah. Pertemuan
dengan Farrah sore ini bukan cuma sekedar pertemuan biasa. Sosok Farrah secara
fisik sudah jelas adalah tipe yang ia sukai. Bukan hanya fisik, tapi mereka
juga sama-sama penggemar musik metal. Belum lagi jiwa kepemimpinan Farrah yang
terlihat saat menjadi ketua OSIS. Alasan-alasan itulah yang membuat Deo
tergila-gila pada Farrah yang juga dikenal sebagai “kembang sekolah”. Tapi
bukan itu saja, ada sebuah kejadian unik yang membuat Deo akhirnya membulatkan
tekad untuk mendekati Farrah.
Malam itu di tengah jalan pulang dari
manggung, tiba-tiba motor Yamaha Scorpio milik Deo mandek ditengah jalan sepi.
“Mampus, gue lupa isi bensin. Mana pom masih jauh banget lagi” gerutu Deo
sambil membuka tutup tangki motornya. Deo mencoba menenangkan diri dan merogoh
saku celananya untuk mengambil handphone. Salah satu dari temannya pasti ada
yang bisa membantunya keluar dari masalah ini, pikir Deo. Sial bagi Deo,
handphone yang ia bawa ternyata baterainya habis.
Setelah berpikir sejenak, akhirnya Deo
memutuskan untuk mendorong motornya sampai ke pom bensin terdekat berjarak
kurang-lebih 5 km. Dia tidak punya pilihan lain. “Sial, coba tadi gue nggak
nganter Bayu dulu, pasti nggak bakal mogok” keluh Deo sambil terus mendorong
motornya.
Malam semakin larut, jalanan semakin
sepi. Jika tadi masih ada satu-dua kendaraan yang melintas setiap lima menit,
sekarang benar-benar tidak ada kendaraan yang melintas sejak limabelas menit
terakhir.
Dua kilometer mendorong motor gedenya,
Deo kehabisan nafas. Tenaganya habis terkuras. “malam mini bakal jadi malam
yang bakal gue inget seumur hidup gue” keluh Deo sambil mencari tempat yang
sedikit nyaman untuk beristirahat.
Samar terlihat sebuah gubuk kecil
berjarak sekitar tujuh meter dari bibir jalan aspal. Entah untuk apa dan siapa
gubuk dibuat. Tidak ada pemukiman atau ladang disekitar sini. Deo memutuskan
untuk merebahkan diri disana. Motor Deo diparkir tepat di pinggir jalan raya.
Belum pulih tenaga Deo, terdengar suara
mesin motor dari kejauhan. Dari suaranya, bisa dipastikan kalau itu lebih dari
satu motor. Benar saja, tak lama kemudian terlihat sorot lampu dua motor
mendekat ke arah Deo. Semakin dekat, semakin turun juga kecepatan kedua motor
itu. Sampai pada akhirnya mereka berhenti tepat di sebelah motor Deo.
Perasaan Deo langsung tidak enak ketika
mereka turun mulai melihat kanan kiri, mengamati keadaan sekitar. Mereka lalu
turun dan menghampiri motor Deo. Terlihat seorang dari mereka, yang berbadan
paling besar , mencoba menggerak-gerakkan stang motor. Sedangkan dua teman lain
menunggu di motor mereka. Dari gerak-gerik mereka, bisa dipastikan mereka akan
mencuri motor Deo.
Sadar motor kesayanganya akan dirampas,
Deo meneriaki mereka sambil berlari kea rah mereka, “woy, motor gue tuh. Mau lu
apain?”
Tanpa basa-basi Deo yang juga pemegang
ban hitam karate dan taekwondo langsung melayangkan tendangan tepat di muka
pria tinggi besar itu.
Pria yang memiliki berat badan kira-kira
90kg atau bahkan lebih itu langsung terjatuh. Tubuhnya menghantam aspal sampai
menimbulkan bunyi seperti karung beras yang dilempar dari ketinggian empat
meter. Butuh waktu beberapa detik untuk membuat pria itu kembali berdiri.
Melihat kawannya tersungkur, dua pria
yang lain itu kaget. Lalu segera menghidupkan mesin mortor mereka. Tanpa pikir
panjang mereka langsung tancap gas. Mereka lari ketakutan. Mungkin mereka pikir
Deo tidak sendiri. Pria besar itu sekarang sendirian.
Tiba-tiba pria itu bangkit berdiri
sembari mengamati sekitar. “hebat juga lo bisa bikin gue jatoh sekali tendang.
Sendirian lagi”. Kata pria besar yang belakangan diketahui sebagai pentolan
preman dan mempunyai julukkan ‘Rambo’. Rambo spertinya tidak terima atas
robohnya dia oleh seorang remaja.
Sebenarnya Deo sedikit was-was
berhadapan dengan Rambo. Dari berat badan yang terpaut 20 kilogram saja bisa
dipastikan kalau pukulan Rambo jauh lebih terasa. Sekali pukulan telak saja,
maka Deo akan roboh atau bahkan pingsan. Keberhasilanya merobohkan Rambo
beberapa menit lalu mungkin karena Rambo tidak siap menghadapi serangan Deo.
Bukan karena Deo lebih kuat. Rambo bukan lawan yang sebanding untuk Deo. Bisa
saja Deo menang jika ia terus menghindar dan menunggu mendapat celah untuk
melayangkan serangan. Tapi tidak dengan kondisi fisik seperti sekarang. Deo
benar-benar kelelahan sekarang ini. Tenaganya habis untuk mendorong motor.
Deo mulai gentar. Ia melangkahkan kaki
sedikit menjauh dari Rambo yang mulai mendekat dan bersiap menghajar Deo dengan
muka penuh amarah.
Dan Pertarungan pun dimulai. Rambo
meluncurkan serangan bertubi-tubi. Deo terus mengindar dengan gerakkan tinju
yang diajarkan kakaknya. Deo sesekali memukul. Namun sepertinya pukulannya
tidak terasa di badan Rambo. Deo harus segera menemukan celah untuk menyerang
di bagian tubuh yang bisa membuat Rambo roboh agar bisa menghajar Rambo
habis-habisan.
Nafas Deo mulai habis. Konsentrasi
perlahan menghilang. Deo sudah tidak tahan lagi. Gerakanya semakin lambat. Ia
tidak tahu sampai kapan harus bertahan menghadapi raksasa ini. Kesempatan untuk
merobohkan Rambo pun tak kunjung datang.
‘baam’ Deo terpental seketika setelah
menerima pukulan Rambo yang tepat mengenai rahangnya. Deo terpelanting.
Wajahnya membentur aspal dengan sangat keras. Pandangan Deo kabur. Saat itu Deo
berpikir inilah akhir hidup seorang Albertus Deo Tjandra yang diramalkan kelak
akan menjadi orang besar oleh kakeknya. Deo hanya bisa pasrah.
“Akhirnya roboh juga. Abis lo sekarang”
Rambo menindih badan Deo dan bersiap menghabisi remaja itu.
Belum sempat Rambo menghajar Deo, mereka
dikejutkan oleh suara klakson mobil yang dibunyikan sangat panjang. Sebuah mobl
jeep yang kedatanganya tidak mereka sadari karena tensi tinggi saat bertarung.
Mobil itu terlihat memiliki plat nomor berwarna hijau yang tidak digunakan
masyarakat biasa. Plat nomor TNI. Rambo yang tadinya bermuka dingin layaknya
seorang pembunuh bayaran seketika berubah menjadi seorang pria besar penakut.
Ia mengambil langkah seribu alias kabur setelah mengetahui bahwa mobil itu
milik tentara.
Hati Deo berangsur-angsur menjadi
tenang. Akhirnya ada orang yang menemukan dirinya yang sedang di ujung maut.
Tuhan masih berpihak padanya kali ini. Terlintas di pikiran Deo, siapa pun sosok
yang ada di dalam mobil itu akan ia anggap sebagai pahlawan terbesar dalam
hidupnya.
Seseorang keluar dari dalam mobil
berplat TNI itu. Deo sedikit terkejut ketika dia tahu bahwa sosok pahlawannya
itu adalah seorang wanita. Wajahnya tak terlihat jelas. Wanita itu mendekat dan
betapa kagetnya saat pahlawan itu terlihat dari dekat. Wajah cantik ini tidak
asing lagi bagi Deo. Sosok yang akan dianggap pahlawan terbesar oleh Deo adalah
Farrah, kakak kelasnya di sekolahnya sekarang sekaligus rekan kerja di OSIS.
“lo nggak apa-apa?” Tanya Farrah
khawatir.
“nggak apa-apa kok kak. Cuma kena pukul
sekali” jawab Deo sambil memegangi rahanya.
“lagian, ngapain lo malem-malem lewat
sini. Di sini banyak kejadian-kejadian kriminal, makanya jarang ada yang berani
lewat. Untung gue bawa mobil bokap, jadi ngggak ada yang berani” ujar Farrah.
Deo akhirnya menceritakan kronologis
cerita yang barusan ia alami. Mendengar cerita Deo, Farrah lalu mengantarkan
Deo pulang dengan mobilnya. Motor Deo dibawa seseorang yang tidak lama kemudian
datang setelah ditelepon Farrah.
Sejak Itu, Deo sangat mengidolakan
Farrah. Dia bertekad akan merebut hati Farrah, seseorang yang telah
menyelamatkan nyawanya. Seseorang yang dia anggap pahlawan terbesar dalam
hidupnya.
Di sebuah café di bilangan Jakarta
Selatan, Deo dan Farrah sedang asyik berbincang diiringi live music yang ada di
café tersebut. Suasana café dimana tidak ada yang mengenal mereka di tempat itu
ternyata membuat keakraban mereka bertambah sekaligus mengurangi jarak di
antara mereka. Bahkan Farrah beberapa kali mencubit gemas pipi Deo karena gemas
dengan banyolan Deo. Panggilan kak Farrah yang biasa digunakkan Deo untuk
memanggil Farrah pun berganti menjadi Farrah saja. Mereka sudah terlihat
seperti sepasang kekasih. Deo menyadari hal itu, dan saat suasana menjadi agak tenang,
Deo memberanikan buat nembak Farrah.
“Kita kayak lagi pacaran ya” ucap Deo.
“Iya ya, masa sih? Abis seru banget sih
ngobrol sama kamu kalo Cuma berdua ternyata” Farrah menjawab dengan diiringi
tawa.
“Berarti kita berdua cocok dong?” Tanya
Deo.
“yaaaah, kayaknya sih iya. Cocok banget
malahan” jawab Farrah
Tiba-tiba Deo meraih tangan Farrah dan
menggenggamnya dengan lembut, dan dengan raut muka yang lebih serius menatap
Farrah. Air muka Farrah yang tadinya terlihat sangat riang pun langsung berubah.
Deo bersiap-siap mengeluarkan kata-kata dari mulutnya. Tapi persoalan
menyatakan cinta bukan hal yang mudah. Jantung Deo berdegup kencang, darah pun
mengalir dengan derasnya di dalam arteri.
Setelah beberapa detik terdiam, akhirnya
Deo memulai pembicaraan seriusnya, “Kalo kamu ngerasa kalo kita cocok, kamu mau
dong jadi pacar aku?” .
Farrah terdiam cukup lama karena ia
tidak menyangka akan seperti ini, atau mungkin tidak secepat ini. Dengan suara
yang lembut dan Farrah menjawab, “kamu yakin? Nggak lagi ngelucu kayak tadi
kan?”
“Yakin kok. Aku suka sama kamu dan aku
mau kamu jadi pacar aku, Far” Deo langsung menjawab dengan ekspresi meyakinkan.
Dengan agak ragu, Farrah kembali
bertanya, “kamu bukanya udah punya pacar?”
Deo terkejut mendengar pertanyaan Farrah,
ia tidak menyangka Farrah mengetahui kalau dirinya sudah punya pacar. Deo lalu
melepaskan genggaman tangannya dari tangan Farrah. Semangatnya tiba tiba lenyap
ditelan rasa takut akan penolakkan Farrah. Sempat terdiam beberapa saat, Deo
lalu bercerita tentang hubungan dengan pacarnya.
Deo menceritakan bahwa sebenarnya ia
sudah dari dulu ingin menyudahi hubungan tersebut. Tapi pacarnya yang sekarang
selalu menolak dan tidak ingin hubungan mereka berakhir. Oleh sebab itu dia
mulai menjauhi dan menjaga jarak dengan pacarnya dengan harapan pacarnya bosan
dan akhirnya minta putus.
Deo juga mengutarakan kalau saat ini dia
sedang dalam pergumulan besar dalam masalah percintaan. Rasa sayang Deo
terhadap pacarnya sekarang sudah mulai tergerus oleh ketidak-cocokkan satu sama
lain. Deo membutuhkan seseorang yang bisa dan mau berbagi dalam berbagai hal.
Seseorang yang bisa memberi warna dalam kehidupan Deo.
Menurut Deo, Farrah adalah pilihan yang
tepat. Sejak kejadian di jalan sepi yang hampir melenyapkan nyawanya itu, Deo
terus memikirkan Farrah yang dia anggap sebagai pahlawan terbesarnya. Dari situ
juga Deo menganggap bahwa Farrah adalah jodoh Deo. Kejadian itu bukan sesuatu
yang kebetulan saja terjadi bagi Deo.
Farrah lah yang gadis yang bisa mewarnai
kisah Deo. Dia lah yang bisa menjadi yang terbaik buat Deo. Meskipun Deo sadar
bahwa Deo belum terlalu mengenal Farrah, tapi Deo yakin bahwa Farrah adalah
yang paling tepat. Deo juga yakin bisa menerima apa pun yang terjadi seandainya
ia bisa berpacaran dengan Farrah.
“Yakin kamu udah nggak sayang sama dia?”
tiba-tiba Farrah meraih tangan Deo dan mencoba mengembalikan suasana.
“Yakin seratus persen!” Deo mengangguk.
Rasa percaya diri Deo yang sempat jatuh seakan bangkit lagi.
Farrah melepas genggamanya lalu berdiri
sambil tersenyum, lalu merentangkan tangan dan berkata, “Peluk aku kalo kamu
mau aku jadi pacar kamu”.
Deo tercengang melihat apa yang
dilakukan Farrah. Ia seolah tak percaya, gadis idola yang digandrungi seluruh
siswa di sekolah sekaligus pahlawannya itu sedang meminta pelukan darinya.
“Nggak mau nih? Aku pulang nih kalo kamu
nggak mau” Farrah masih menunggu dengan senyum semanis gula aren asli.
Deo segera bangkit lalu memeluk Farrah
dengan lembut, “jangan, aku mau kamu jadi punya aku. Aku mau Pahlawan
Terbesarku ada di samping aku sampe tua nanti”.
Malam itu pun jadi malam yang tidak akan
terlupakan dalam hidup Deo. Sosok yang dia idamkan selama ini sekarang menjadi
kekasihnya. Hatinya meloncat girang. Kalau bisa digambarkan mungkin rasanya
sama seperti perasaan Boaz Salosa saat mencetak gol pertama ke gawang Uruguay
di Gelora Bung Karno. Bagi Deo, ini adalah pencapaian terbesarnya untuk masalah
mendapatkan pasangan.
Cerpen yang berjudul "Deo Pahlawan Terbesarku" merupakan sebuah cerita pendek karangan dari seorang penulis yang bernama Dwimetrius W. Utomo. Kamu dapat mengikuti facebook penulis di link berikut: www.facebook.com/dimet66.
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - Deo Pahlawan Terbesarku | Dwimetrius W. Utomo"