Cerpen Keluarga - Do Painting French | Tifa Raisandra
Di hari yang cerah ini, aku mau bilang sama kalian semua … bahwa besok, aku dan keluarga mau pindah ke Prancis, lebih tepatnya lagi ke Paris. Aku hanya bisa berharap semuanya dapat mekmaluminya … sekian, dan terima kasih. Aku turun dari panggung sekolah serta diiringi isak tangis dan di ujung sana semuanya tersenyum. Keluargaku.
Aku memeluk mereka juga
sahabat-sahabatku yang lain. Serta para guru-guru yang telah mengajarkanku
banyak hal tentang pelajaran dan pengalaman yang telah terjadi. Kini aku dan
keluargaku berjalan menuju mobil, aku sangat lemah seakan ingin jatuh tetapi aku
berusaha untuk tegar menerima semuanya. Ini sudah takdir.
Bandara Soekarno-Hatta, lalu lalang
orang-orang memenuhi jalan dan pastinya pada menunggu pesawat. Jam
keberangkatan tinggal 30 menit lagi, aku dan keluarga berfoto-foto dahulu di
tempat tunggu. Ketika sudah puas berpose untuk hari terakhir, aku menyempatkan
diri membuka handpone, ya … untuk internetan dong. Karena di tempat tunggu kan,
ada wifi-nya.
“Attention … jadwal keberangkatan untuk
maskapai Garuda Indonesia, akan segera di berangkatkan. Di mohon untuk para
penumpang segera menuju ruang pemeriksaan … terima kasih.”
Aku tersenyum tegar dan berjalan,
melambaikan tangan untuk terakhir kalinya. Intinya untuk Indonesia tersayang.
Kata ayahku, aku akan kembali lagi setelah dewasa nanti. Di pesawat yang nyaman
dan bersih, semuanya terduduk rapih dan tidak lupa berdoa.
Akhirnya, pesawat take off … sedikit
terjadi guncangan kecil dan berjalan mulus, aku di beri mainan juga adikku.
Walau umurku sekarang 13 tahun. Adikku, Shafa pintar matematika tetapi aku
tidak. Dia juga sangat berbakat menjadi seorang penulis, buku-bukunya telah di
terbitkan dan best seller. Terus aku? Aku tidak berbakat apa-apa! Aku nggak
punya bakat atau belum tau? Semoga suatu hari Nanti aku memiliki telenta, like
my lovely sister.
Setelah berjam-jam di pesawat. Akhirnya,
aku and my family tiba di kota Paris. Katanya masyarakat sih, kota ini … kota
teromantis sedunia. Masa sih? Coba yuk buktikan! Kita gali-gali semua
informasinya! Tolong di bantu ya, hehe …
Aku jadi takut nih, aku belum terlalu
lancar berbahasa inggris juga bahasa France. Ayahku sudah memasukkanku di
sebuah high school biasa di Paris. Karena alasannya, aku tidak terlalu pintar,
(memang benar!) Sehari sebelum masuk sekolah, aku beristirahat sejenak dulu di
kamar dan malamnya, belajar. Puft … belajar lagi!
Wow … sebuah rumah yang indah, garasi
yang unik dan sapaan orang-orang ramah. Pepohonan yang sangat rindang, cuaca
yang nggak terlalu terik juga anak kecil yang berlarian kesana kemari. Wajah
orang sini, unik ya! Beda dari Indonesia, hitam-hitam … hehe. Semuanya yang di
sini berwajah manis dan murah senyum.
Ibu dan Ayah menata rapi barang-barang
pindahan. Sementara aku dan Shafa hanya membatu yang kecil-kecil aja.
“Uh … capeknya. Bu, aku dan Shafa mau
keluar sebentar ya! Mau beradaptasi, hehe!” aku nyengir dan menarik Shafa
keluar.
“Beradaptasi? Bisa aja, yaudah … jangan
jauh-jauh ya! Udah mau waktunya ashar,” ucapnya sembari menata baju-baju ayah.
“Dadah … Ibu,” kata Shafa melambai.
Free Day! Aku dan Shafa berjalan riang
menyusuri kompleks-kompleks, semua orang melihat aku dengan tatapan orang
asing. Salah satu orang mendekatiku, sepertinya dia seumuran denganku. Hah! Dia
mau ngajak bicara … gawat! Nanti harus jawab apa?
Cowok itu semakin dekat, aku dan Shafa
memperlambat kaki dan cowok itu tepat di depanku.
“Em …, tu fais quoi?” ucapnya lancar
bahasa France.
Jantungku seakan-akan berhenti! Nanti di
kira, aku di nilai buruk lagi dalam berbahasa! Adikku, Shafa hanya melongo
mendengar kata-kata darinya.
“Mignon,” ucapnya lagi melirik Shafa.
“Thank’s!” ucap Shafa sok bisa
berbahasa.
Kini aku diam terpaku melihat adikku
yang bisa menjawab! Padahal arti mignon itu apa? Malu dong malu, badan besar
kalah sama bocah cilik.
“Oh, you speking english! What are you
doing in here?” ucapnya menoleh kami berdua.
“Cuma jalan-jalan!” ucapku ngawur.
“Speaking english please!” Shafa
mencubit lenganku. Aku kesakitan dan menahan malu lagi.
“We are refreshing, brother handsome,”
kataku tak menyadari. (aku berkata dia handsome!)
“Ouh, thank you!” kini nadanya malu-malu
kucing. Nge-fly tuh cowok baru di bilang begitu. Dia meninggalkan kami, dan dia
belum memberi tahu namanya. Semoga ketemu lagi, dan aku mau nanya namanya!
Setelah insiden tadi, aku dan Shafa
segera pulang karena jam sudah mau setengah empat. Sholat ashar yuk! Malam yang
indah berseri, aku belajar di kamar baruku. Motif cat dindingnya lucu!
Gambarnya di bikin abstrak! Like it!
Setelah puas dengan soal-soal yang
membingungkan, aku menuju kamar Shafa. Letak kamarnya nggak jauh cuma di
sebelahku. Aku dan Shafa menempati kamar atas. Aku mau nanya tentang bahasa
france itu, kok bisa ya dia menjawab!
“Shafa! Buka dong pintunya,”
“Buka aja Kak, nggak di kunci kok!”
Aku berjalan menuju Shafa yang sedang
membaca kamus france. Oh, pantes dia bisa!
“Kamu tau arti, tu fais quoi? Dapet
darimana?” aku menyelidik dengan tatapan memelas bak orang miskin belum makan.
“Dapet dari belajar! Waktu itu sebelum
aku dapet kamus ini, aku belajar di internet seminggu sebelum kita pindahan,”
ujarnya santai banget.
“Oh, ngerti-ngerti! Terus artinya apa?”
“Kamu lagi apa? Terus yang ‘mignon’ itu
lucu,”
“Pantes banget, waktu cowok itu bilang
mignon ke arahmu, kamu bisa jawab! Curang nggak bilang-bilang, kalau kamu
belajar bahasa france,” aku mencubit pipi chuby-nya.
“Haha! Belajar dong belajar! Matematika
jelek terus bangga,” katanya meledekku.
“Hu… uhh,” aku segera beranjak pergi
meninggalkanya. “Evil sister,” ujarku kesal.
Untuk mengusir kekesalanku, aku
mendengarkan musik pop di MP3 punya ayah sambil bersenandung ria.
Pertama sekolah di Paris. Aku turun dari
mobil beserta ayah, sedangkan Shafa bersama ibu di sekolah barunya. Teman-teman
sebayaku menatap tanda tak mengenal, ada yang sinis dan ada yang hanya senyum
serta jijik. Apaan sih jijik? Memang aku bangkai kucing gitu! Awas saja, nanti
kalau aku sudah mahir bahasa france. Batinku kesal.
Setelah bertemu sang kepala sekolah, aku
diantarkan oleh seorang guru yang bernama Miss Hana ke kelas baruku. Ketika
memasuki kelas, aku malu-malu dan takut akan siapa tempat duduk sebangkuku. Aku
di tempatkan oleh salah satu orang cowok yang pernah aku kenal. Siapa ya? Aku
mengingat-ngingat.
“Oh ya, cowok itu!” pekikku pelan.
Dia menoleh karena mendengar
perkataanku. Aku hanya tersenyum manis menanggapinya. Semoga saja dia nggak
ngerti bahasaku. Setelah pelajaran selesai, di mulailah perbincangan yang nggak
aku mengerti sekali.
“Hmm, where you come from? Japanese?”
ucapnya pelan.
“No! I’am come from Indonesia,” kataku
gugup.
“Oh, Indonesia. Beautiful country,”
“Thank’s. Hehe …,” aku terkikik.
“My name is Keen,”
“Keen …? I’am Yasmin,”
Hari pertama pun selesai juga. Setelah
pulang, aku dan keluarga bercerita-cerita banyak tentang kejadian sekolah.
Keesokan harinya, aku memulai seperti biasanya. Tetapi hari ini boleh mengambil
pelajaran bebas. Aku ingin mengambil seni aja deh, untuk pelajaran terakhirku
biar talentaku bisa di search.
Ketika, tema hari ini menggambar. Semua
anak yang mengikuti pelajaran seni di suruh menggambar sesuka hati asal
bernuansa alam. Dengan berat hati, aku menggambar sebisaku. Aku melirik kanan
dan kiriku. Apakah aku paling jelek? Semoga saja tidak.
Setelah itu di kumpulkan, dan di
jelaskan kembali tentang cara-cara membuat gambar yang baik dan bagus.
Dan keesokan harinya. Aku terkejut bukan
main, gambaranku paling bagus sekelas. Aku juga di ikutkan lomba menggambar
se-kota Paris. Awalnya aku menolak tetapi ya sudahlah. Terima saja, lumayankan
kalau menang dapat piala terus ayah dan ibu juga bangga.
Setelah pulang sekolah, aku berpikir
keras tema apa yang akan aku buat nanti. Shafa juga ikit membantu.
“Shafa, enaknya apa ya?” tanyaku
meliriknya.
“Kalau menurutku sih ya, tentang nuansa
alam aja! Kan imajinasinya bisa keluar tuh, nanti dapet deh … inti dari gambar
tersebut,” ucap Shafa sok pintar lagi.
“Pintar amat sih, Kakak saja nggak
kepikiran sampai situ,” gerutuku.
“Yaiyalah, siapa dulu dong Shafa
Khanzana!”
“Iya, iya tapi tetap saja Kakaknya,
Yasmin Khanza! Berarti kepinterannya nggak beda jauh tuh,”
Waktu perlombaan pun tiba, aku sudah
memakai sweater berwarna coklat bergambar kucing, rambut di gelung ke bawah,
dan celana jeans coklat muda. Perpaduan yang menarik. Aku sudah punya
ancang-ancang gambaran apa yang nanti aku gambar nanti.
“Temanya adalah … tentang alam! Harus
ada orangnya juga,” kata panitia lantang.
Semua peserta mengambil alat-alat masing-masing
dan mulai menggambar. Ada yang pake crayon, cat air dan serbuk warna. Aku
memakai cat air, karena membuatku lebih rileks dan detail. Waktu dua jam pun
selesai.
Semua anak mengumpulkan hasil
karya-karyanya, termasuk aku.
Sebulan kemudian, pengumuman kejuaraan
menggambar akan diumumkan. Aku mendapat juara ke dua, walaupun ke dua aku tidak
berkecil hati karena hal wajar toh aku juga baru belajar. Semoga kedepannya
menjadi pelukis terkenal. Amin …
Cerpen yang berjudul "Do Painting French" merupakan sebuah cerita pendek karangan dari seorang penulis yang bernama Tifa Raisandra. Kamu dapat mengikuti Facebook penulis di akun: Tifa Raisandra.
Posting Komentar untuk "Cerpen Keluarga - Do Painting French | Tifa Raisandra"