Cerpen Motivasi - Gulali Chaca | Tifa Raisandra
“Eh… lihat!” terdengar di kanan telinga
Chaca.
“Apa…,” sahut Chaca menoleh yang di
tunjuk Sinta.
“Nyam… Gulali!” ucap Chaca dan Sinta serentak dan berlari ke arah yang ditunjuk Sinta.
Wow… banyak banget yang membeli gulali,
dari anak kelas satu sampai kelas enam. Rasanya yang sweet, warna yang top dan
berbentuk sesuka hati para siswa. Wah, ada yang berbentuk raket, kupu-kupu,
bunga, gajah dan masih banyak lagi. Kalau Chaca memesan bentuk buku, karenanya
ia kutu buku. Chaca suka banget sama buku novel, cerpen, puisi, pelajaran dan
majalah islam.
Hmm… selain banyak buku, Chaca juga suka
mengoleksi gantungan kunci. Ia punya gantungan kunci dari berbagai kota maupun
luar negeri. Hebat… Chaca selalu mendapat peringkat satu, tak pernah mengalamai
nilai turun. Sinta, teman sebangkunya. Ia juga bisa di sebut sahabat tapi
kadang Sinta suka jahil sama Chaca.
Kadang mereka bertengkar gara-gara ulah
Sinta, pertemanan mereka putus nyambung-putus nyambung. Hihihi… lucu, udah gede
masih aja berantem. Siang itu, terlihat Chaca yang sedang malas mendengar Pak
Guru berceramah. Fuff… bad day! Teng… Teng, terdengar buyi bel tanda pulang
sekolah.
“Yes… eating gulali!” katanya semangat.
Oh… penjual gulali tidak ada, tadi pagi
Chaca dan Sinta baru saja membeli. Chaca semakin kesal saja, ia pun segera
pulang dengan Sinta dan Rani. Mereka sebagai penggemar berat gulali merasa
sedih dan hampa. Ketika sampai rumah, segera meletakkan tas, mengganti baju,
makan siang. Dan tidak lupa tidur siang.
“Mana sih, Pak gulali,” katanya
melontarkan kekesalan. Chaca yang sedang kesal, ia segera tidur karena bisa
menenangkan hati dan pikiran.
Malamnya Chaca mencoba keluar rumah,
apakah ada Pak gulali? Tanyanya dalam hati. Dengan mendengus kesal, Chaca yang
manja meminta Bundanya untuk membeli gulali di toko permen.
“Bun… beliin gulali dong, ya!” pinta
Chaca manja
“Enggak, sayang. Nanti gigimu bolong
lho!” ucap Bunda menakut-nakuti.
“Masa sih Bun, aku enggak percaya deh,”
“Yaudah kalau mau bolong giginya, nanti
selesai pulang sekolah ya, belinya!” ucap Bunda sembari mengelus kepala Chaca.
Chaca tersenyum senang dan… thank’s mom.
Keesokan paginya, Chaca mencium tangan
kedua orangtua setelah itu berangkat sekolah. Nyam… udara pagi sangat segar,
mentari yang menampakkan dirinya, burung berkicau dan polusi mulai dimana-mana.
“Pagi…!” ucap Chaca sangat ceria. Ia kan
mau ke toko gulali maka-nya ia happy.
“Pagi, juga! Cha…,” sahut anak-anak yang
sedang piket pagi.
Hmm… untung saja ini hari sabtu,
pelajaran enggak berat. Cuma pelajaran SBK (Seni budaya keterampilan) dan PLH
(Pengetahuan Lingkungan Hidup). Kali ini SBK sangat mengasyikkan.
Yakni membuat cerpen singkat, itu jago
Chaca. Sombong ya! Hehehe… karena ia mahir dalam membuat cerpen, ia aja
memenangkan lomba membuat cepen se-Kabupaten. Belum seberapa sih, tapi udah
hebat kok.
Pelajaran berlangsung sangat bersemangat,
anak-anak yang happy karena besok kan libur, ya… iyalah hari Minggu. Chaca
segera mengambil kertas kosong putih yang dibagikan oleh Qiqih (Ketua Kelas).
Judulnya apa ya? Yang gampang deh. Fasyla and Nadya, yakni bercerita anak
kembar yang telah lama menghilang, mereka sama-sama berhati lembut.
Kedua orangtuanya terpaksa di adopsi
orang lain, karena ekonomi. Fasyla yang masih beruntung dapat bersyukur, Nadya
yang di adopsi oleh seorang yang kaya raya. Setelah mereka dewasa, suatu saat
Fasyla dan Nadya bertemu ketika di sebuah restoran. Fasyla yang miskin menjadi
pelayan restoran. Mereka bertatapan, kok kembar. Orangtua yang mengadopsi
Nadya, menceritakan semua yang telah terjadi.
“Kamu… sama kayak aku! Semuanya mirip,”
kata Nadya terkejut.
“Iya, kamu sama denganku!” ucapnya juga
penasaran.
Fasyla dan Nadya berpelukan erat dan tak
kuat menahan bendungan air mata, tetes-tetes air mata sebagai saksi bahwa
mereka putri yang kembar. Sejak saat itulah mereka sering berkunjung ke rumah
masing-masing, Ibu dari Fasyla dan Nadya meminta maaf sama mereka berdua,
karena ini di rahasiakan. Tapi telah terbongkar, mereka berdua gembira untuk
selamanya.
Chaca segera mengumpulkan cerpen
tersebut, hasil akan dibagikan hari senin. Yes… mudah-mudahan terpilih.
Pelajran telah selesai semua, saatnya pulang. Tapi mampir ke toko gulali dulu.
Sesampainya di toko gulali…
Wow… it’s mazing, gulali sangat
menggiurkan Chaca. Ia melihat-lihat warna-warna gulali yang cerah, di sini
lebih banyak bentuk. Chaca memilih bentuk kado, balon dan kucing. Harganya
cukup Rp 2.500. Murahkan, Nyam… ia membuka plastik yang berbentuk balon.
Delicious… mereka langsung pulang ke rumah.
“Yup… ini lebih baik,” gumamnya sembari
menjilat-jilat gulali.
Chaca meletakkan gulali tersebut ke
lemari pendingin, ia duduk di sofa dengan manisnya dan berterima kasih sama
Bundanya.
“Bun… ini enak, daripada yang di
sekolah!” ucapnya.
“Ya, iyalah. Ini lebih sehat daripada
yang di school kamu, Cha! Banyak debu. Kapan-kapan kalau mau lagi bilang Bunda
dulu ya!” pintanya dan tersenyum manis.
“Yup… that’s right mom!”
Waktunya penerimaan cerpen yang terbaik
nih, siapa ya yang terpilih? Apakah ada yang lebih bagus dari Chaca? Okey, siap
melangkahkan kaki ke sekolah, siap mengalami menang atau kalah. Teng… Teng,
anak-anak mulai meninggalkan barisan dan memasuki kelas. Huh… anak-anak mulai
resah atas cerpennya masing-masing.
“Okey, kid! Saatnya penerimaan cerpen
yang terbaik, tapi Bapak mau memberitahu kalian dulu. Anak-anak ada sepuluh
cerpen yang terpilih, satu sampai tiga akan mendapatkan point prestasi dan satu
lagi karya kalian akan Bapak cetak seperti buku kemudian diletakkan di
perpustakaan sekolah ini. Oh, ya yang mendapat posisi satu sampai tiga akan
Bapak ikutkan lomba se-kabupaten dan sampai tingkat tertinggi! Kalian mengerti,
siap-siap!” ucap Pak Guru panjang lebar.
“Mengerti…!” sahut anak-anak. Mereka
sangat kegirangan sekali, murid di kelas ini ada tiga puluh lima. Wah… lumayan
banyak, tapi Chaca masih dag… dig… dug deh.
Siap para pembaca, hmm… jadi gemeteran
nih. Cihuy… Pak Guru mengambilkan semua naskah cerpen singkat.
“Pemilihan cerpen yang terbaik pertama,
adalah Dheanita Rosa… tepuk tangan!” ucap Pak Guru dan menyerahkan point
prestasi. Gemuruh tepuk tangan seisi kelas.
Prok… Prok…Prok! Yang kedua adalah Wulan
Miranda…, yang ketiga adalah Fany Crewis! Yang keempat adalah Boby Misel…, okey
yang kelima kira-kira siapa ya? Dari tadi Chaca belum dapat nih. Hiks…
“Okey, ini yang lumayan bagus untuk
Bapak. Chaca Early Miracell…!” wow… hebat, terdengar bunyi tepukkan tangan yang
keras. Tapi apakah Sinta bisa?
Chaca emang hebat, yang keenam… Fadly
Robert, ketujuh Safrullah Jami’k. Yang kedelapan… Bellatrix Husain Mona, yang
kesembilan adalah Tommy Afsah, yang kesepuluh adalah… Sinta Niky Keisha. Asyik…
sahabat Chaca dapat juga. Walaupun Chaca tidak mendapat point prestasi dan
tidak ikut lomba cerpen se-Kabupaten kemudian tingkat tinggi.
Tetapi Chaca bisa menunjukkan bakatnya
yang terpendam, sejak saat itulah Chaca mulai menuliskan kumpulan cerpen dan
novel. Ia mengirimkan naskahnya ke penerbit dan bisa dinikmati para pembaca.
Cerpen yang berjudul "Gulali Chaca" merupakan sebuah cerita pendek percintaan karangan dari seorang penulis yang bernama Tifa Raisandra. Kamu dapat mengikuti Facebook penulis di akun: Tifa Raisandra.
Posting Komentar untuk "Cerpen Motivasi - Gulali Chaca | Tifa Raisandra"