Cerpen Persahabatan - Harapan | Seya Zunya Uchiwa
“Eh?” Misa terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Nel. Sungguh saat itu Misa tak pernah menyangka, dan belum bisa memahami apa yang dikatakan Nel. Kalau dipikir-pikir, kondisi Nel memang menjadi aneh akhir-akhir ini, dan keanehan itu mulai terlihat setelah liburan semester 1 kemarin.
“Nurramdhani, jangan lemas begitu! Semua
juga kepanasan sekarang!” Bentak Bu Ira. Terlihat Nel sedang memegangi
kepalanya dan terkadang hampir tertidur. “Kamu nggak apa kan Nel?” Tanya Misa.
“Iya, aku baik-baik aja kok..” Jawabnya.
Misa tidak terlalu mempercayai apa yang
dikatakan oleh Nel. Jelas-jelas dia sering terlihat lemas, Dan Berhari-hari
selalu Diare..
Selama 4 hari Nel absen sekolah. Dia
terkena masuk angin dan sulit sembuh. Dan ketika Nel mulai masuk sekolah
seperti biasanya, Misa menyadari keanehan lagi pada Nel. “Wah, Nel tambah kurus
ya? kok bisa sih.. sejak kapan?”
“Ya begitulah.. aku juga kaget, Padahal
makanku teratur.” Kata Nel sambil memakai baju olahraganya. “Lho Nel, kamu
habis makan apa? lidahmu ada putih-putihnya tuh.. Nih, kaca!”
Nely baru sadar di lidahnya ada
flek-flek putih. Flek-flek itu nampak jelas. “Ayo semuanya..! Buat 2 baris.
Cepat!” Teriak pak Khoir, Guru olahraga. Semuanya melakukan pemanasan selama 5
menit. Dan mulai berhitung dari arah kanan. “Tu… wa…ga…pat! tu.. wa…ga.. pat!
tu…..”
“Nely, Kamu nggak bersuara sama sekali!
Ada apa?” Tanya pak khoir. “Eng.. ngak… pak.. Saya baik-baik aja.” Jawab Nely
dengan wajah pucat.
“Kamu harus periksa ke rumah sakit Nel..
Dari minggu lalu kamu selalu seperti ini..”
“Baik pak kh..” BRUUK!
“Nely!?” Nel jatuh pingsan. Serentak
teman-temannya dan pak khoir langsung mengangkat Nel ke UKS. Pihak sekolah
menelepon orangtua Nel karena setelah berjam-jam Nel tak sadarkan diri di ruang
UKS. Akhirnya setelah melihat keadaan anaknya, orangtua Nel memutuskan untuk
membawanya ke rumah sakit.
“Kemarin aku uda bilang sama Surya..”
“Bilang apa Nel? Nggak mungkin kan
kamu…” Misa tak mau melanjutkan ucapannya. Ia tak habis pikir, Sahabatnya yang
cantik dan pintar ini, Nely Nurramdhani akan terjangkit penyakit yang sampai
sekarang obatnya belum bisa ditemukan, yaitu penyakit “AIDS”. Menurut
orangtuanya, Penyebab Nel terkena virus HIV itu ketika sedang berlibur bersama
orangtuanya di luar negeri.” Waktu di luar negeri, Nely pernah kecelakaan dan
menerima transfusi darah.. Mungkin saat itulah ia terkena darah dari orang yang
punya penyakit ‘AIDS’.. Tapi itu saat Nel masih kelas 3 SD, Mana mungkin dia
tertular 8 tahun lalu.” Jelas Ibu Nel. “Dan padahal waktu di luar negeri, ia
dirawat di rumah sakit besar.. Hingga hari ini kami tak pernah mencurigai
mereka. Sebagai orangtuanya kami tak menyadari hal itu. Kalau saja dia
diperiksa lebih cepat..” Ibu Nel menangis terisak-isak. “Konon.. hiks… daya
tahannya kini hanya 1/5 dari… hiks.. orang biasa.. Dan Nely bisa komplikasi
kapan saja..” Misa menenangkan Ibu Nel. Dan tanpa sadar Air mata Misa pun ikut
mengalir.
‘AIDS? Itu kan penyakitnya Atlet luar
negeri, musisi dan artis-artis ternama yang pergaulannya bebas. Kenapa Nel bisa
terkena penyakit itu..’ Pikir Misa. Misa memegang tangan Nel dengan erat.
“Terus apa kata Surya?”
Nel menggelengkan kepala. Bicara tentang
Surya, dia adalah pacar Nel dan juga teman sepermainan Misa dari kecil. Mereka
bertiga selalu akrab sejak kelas 3 SMP. Meskipun bertepuk sebelah tangan, Misa
menyukai Surya, Namun ia tidak bisa mempercayainya ketika Nel berkata, “Aku
jadian ama Surya” .
Sejak Nel mengatakannya, Misa merasa
terpukul dan merasa patah hati. Rasa menyesal karena telah mempertemukan Surya
dengan Nel akhirnya lenyap pada bulan Juni lalu. Sekarang ia merasa bahagia
dengan adanya Surya untuk melindungi Nel.
Sepanjang perjalanan pulang Misa terus
berfikir dalam hati, “Jadi Nel tertular virus HIV.. Dia pasti syok dan putus
asa mendengar hal ini.. Tapi dia harus mulai menyembuhkan dan menjaga dirinya
sendiri. Agar tidak menulari orang lain, kurasa Nel nggak boleh nyembunyiin hal
ini. Dan ia nggak boleh melakukan hubungan se…”
‘TAP! ’ Langkah Misa terhenti. Ia baru
sadar, bahwa mungkin saja hal ini terjadi di antara Nel dan Surya.
Misa memandang Surya dengan tatapan
penuh tanya. 5 menit mereka saling terdiam.. Tiba-tiba Surya mulai bicara,
“Terlambat… Mungkin aku sudah tertular Nely..”
Misa masih belum paham maksud Surya, dan
bertanya, “Maksudnya.. kalian…?”
“Bukan! bukan kayak gitu..! Tapi.. aku
kan… uhuk… sering keluar dan jalan-jalan ma Nely.. Mungkin saja aku tertular..
uhuk..” kata Surya dengan panik. “Aku harus.. uhuk.. bagaimana? aku bingung..!
.. uhuuk.. uhuk..”
“Sur… kamu kenapa? sakit?” Misa khawatir
karena dari tadi Surya batuk-batuk. “Uhuuk.. uhuuk.. uhuk.. haah.. haah..”
Surya memandang tangannya. Ia menelan ludah.
“Belakangan ini tubuhku terasa lemas..
Demam, Flu dan batukku terus berlanjut.. Tenggorokanku juga sakit.. ini
pasti….” “Kamu ngomong apa sih Sur? masa’ dadakan gitu.. mungkin itu cuman
masuk angin bia…” belum sempat Misa meneruskan, Surya langsung menyelanya.
“Setelah 2 minggu tertular, katanya akan muncul gejala seperti masuk angin..”
Misa tak mampu berkata-kata melihat wajah Surya yang pucat. Sambil melewati Misa,
Surya berkata, “Mungkin.. akupun terjangkit ‘AIDS’..”
Misa terdiam kaku. Dalam hati ia
bergumam, “Bagaimana denganku? apa aku baik-baik saja? Apa sampai hari ini aku
pernah menyentuh darah Nel?” Hal itu terus dipikirkannya berhari-hari. Setelah
berpamitan dengan kedua orangtua, Misa mengendarai ‘MIO’nya. “Misa pergi dulu
Buk.. pak.. Assalamualaikum..” Sepanjang perjalanan Misa menoleh ke kanan dan
ke kiri, siapa tahu ada yang jualan Bunga. Soalnya Misa merasa tidak enak kalau
tidak membawa apa-apa untuk Nel.
“Tok.! Tok!” Tangan Misa mengetuk pintu.
“.. Masuk.” “Gimana kabarnya Nel? Uda agak mendingan? Nih, aku bawain bunga,
aku taruh disini ya.”
‘Gawat… suaraku datar.. aku harus
bersikap biasa..’ Pikir Misa dalam hati. “Misa…” Panggil Nel dengan suara
pelan. “Iya? kenapa Nel..” Misa menghampiri Nel yang sedang berbaring di
ranjang rumah sakit.
“Apa aku menularinya ya? Soalnya kami
sering bersama.. memang kami tidak pernah macam-macam.. Ta.. tapi aku takut..
Dia akan tertular olehku..” wajah Nel terlihat cemas, ia hampir menangis.
“Belum tentu begitu kan? kita kan belum
tahu..?” Tiba-tiba Nel memegang kedua lengan Misa. “Apa kamu bisa bukti’in kalo
surya nggak tertular? Hah? ! .. Uhuuk… Uhuuk… Uhuk.! .”
Reflek Misa langsung mundur ke belakang,
Seketika Nel terkejut. ‘Ah. Bodoh.. kenapa aku menjauh?’ Pikir Misa.
Mereka berdua terdiam. Nel melihat wajah
Misa yang berkeringat. Ia tahu sesuatu… “Misa, kamu kepanasan? Minum aja
Minuman Botol yang ada di meja..” Misa melihat Minuman Botol di meja yang sudah
sisa diminum oleh nel.
“I.. Iya.. Nel.” Misa gemetar, Dalam
hati ia berfikir, ‘Aku tidak boleh terlihat tegang didepan Nel.’ Tangan Misa
meraih Minuman botol itu. Dalam hitungan detik bibir Misa dan Mulut botol itu
akan menyentuh.
“PLAAAK!” Nel menumpahkan minuman itu.
Ia menangis, “Tanganmu gemetar! Keliatan banget!” Misa hanya terdiam.
“Menurutmu aku kotor? Ya..! virus itu bisa masuk lewat ludah.. Terus ngapain
kamu kesini? Pulang sana! Huuu… huu…” Nel mulai melempari Misa dengan berbagai
macam barang. “Nel… aku..”
“PERGI!” Teriak Nel. Misa langsung
berlari keluar, ia menangis. Para Suster dan dokter berdatangan ke kamar Nel.
Nel masih meraung-raung, “Kenapa..? padahal aku nggak bersalah..! Kenapa harus
aku..!”
Misa tahu, virus itu tak akan tertular
lewat ludah.. Tapi siapapun pasti akan bersikap seperti itu. “Nel.. Maafkan
aku” Gumam Misa dalam hati.
Misa tidak hanya berdiam, ia membeli
buku-buku tentang AIDS. Lalu sampai rumah dibacanya buku-buku itu.
“AIDS.. Konon penyakit ini cenderung
menjangkiti kaum H*mos*ksual dan pemakai nark*ba dengan jarum suntik.. Banyak
yang mengira tertular virus ini berarti mati. Namun aku sendiri salah. Begitu
tertular virus HIV, maka sistem kekebalan tubuh akan hancur dan akan dikalahkan
dengan mudah oleh bakteri. Terkadang virus itu juga mengakibatkan Tumor ganas.
Meskipun dikatakan AIDS membawa kematian, sebenarnya yang membunuh orang
bukanlah virus AIDS sendiri. Terkadang ada orang yang 8-10 tahun belum
memperlihatkan gejala AIDSnya. Penularan dan gejalanya berbeda.. Jadi Nel
bukanlah penderita melainkan penular HIV. Konon ada pula yang hidup sampai umur
90 tahun dan tak pernah memperlihatkan gejala.” Misa membuka buku yang lain,
“Menurut buku ini.. seseorang akan mati 1-2 tahun setelah tertular, namun belakangan
ini orang yang bertahan hidup hingga 5 tahun semakin bertambah.. Menurut info
yang lain, obat yang dikembangkan belakangan ini menunjukkan efek baik pada
orang yang menunjukkan gejala maupun yang tidak.” Misa tersenyum lega, ‘Ya..
Nel sedang berusaha untuk sembuh. Ini adalah masa-masa penting baginya!’
Pagi ini, Misa mengharapkan sesuatu yang
berbeda di sekolah, karena tanpa Nel disekolah rasanya sepi. “Hai
teman-teman..?” Tiba sesosok wanita masuk ke kelas dengan riang dan ternyata
itu adalah Nel! Misa terkejut. “Nel? !” “Ah, Misa! Maafin aku ya waktu itu..
OK? Hehe..” Nel tersenyum. Misa bersyukur Nel kembali seperti biasanya. “Nel?
kok lama nggak masuk sih?” Teman sekelas Nel langsung mengerubunginya dengan
pertanyaan.
“Ah, ntar aku jelasin deh..”
Didepan kelas Nel menjelaskan alasannya.
“Kata dokter, salah satu metode peyembuhannya adalah berpikir positif.. Kalau
aku mengeluarkan darah karena suatu hal, aku akan membersihkannya sendiri agar
yang lain tidak terkena, jadi tenanglah. Aids tidak menular lewat udara seperti
angin, jadi sehari-hari kalian tidak perlu cemas. Jadi aku pun akan ikut
Rekreasi nanti.. Mohon bantuannya!”
Hening. Semua memasang wajah cemas.
Tiba-tiba suara tepuk tangan dari pak Khoir, yang sekarang menjadi wali kelas
mereka memecah kehingan. “Plok! Plok! Plok!” “Pak guru..” Nel menoleh ke arah
pak khoir dan menundukkan kepala.
“Plok! Plok! Plok! Plok! Plok!” Serentak
semuanya ikut bertepuk tangan.
‘Aku ingin membantu Nel, aku harus
tegar! ’ Misa bertekad.
Akhirnya sampai juga pada hari H,
Rekreasi mereka ke sebuah kota terkenal yang banyak akan hiburannya dan
menginap 2 hari 1 malam. “Wah.. Udaranya sejuk… hehe” Nel menggandeng tangan
Misa. “Iya… ayo kesitu..!” Misa dan Nel berlari-lari.
Nel mengeluarkan obat-obatan dari tasnya
dan meminum semuanya. “Obat apa aja itu Nel?” tanya seorang temannya. “Ini obat
untuk mengontrol perkembangan virus dan daya tahan tubuh, faktanya konon obat
ini bisa mengurangi virus dalam darah hingga tak bisa dideteksi.” Jelas Nel.
“OH.. berarti AIDS bisa disembuhkan dong? !”
“Hm… obat untuk menuntaskan virus memang
belum ada.. Tapi setidaknya dengan obat ni perkembangan virus masih bisa
dihambat.”
Misa lega Nel baik-baik saja, tiba-tiba
ia mendengar murid-murid dari kelas lain berbisik-bisik, “Ssst… Itu ya anak
yang kena AIDS? wah.. jangan-jangan ketularan Om-om.. Ha.. ha.. ha..” Misa
hendak berlari ke arah murid-murid itu untuk memarahi mereka, tapi Nel
menghalanginya dan menarik lengannya lalu berkata, “Sudahlah.. Terserah apa
kata mereka.. Uggh..” Tiba-tiba wajah nel pucat. Misa segera membawanya ke
kamar mandi. “Hueeek..”
Diare, sakit kepala, kurang darah, mual
dan sebagainya. Obat pun punya efek samping. “Efek sampingnya nggak separah
itu.. aku baik-baik aja kok..” Nel meyakinkan teman-temannya untuk tidak
khawatir.
“Melihatmu kami jadi stress tau’..
jangan terlalu memaksakan diri.” Nel tersenyum. Akhirnya mereka semua kembali
ke Hotel untuk makan siang.
“Lho.. masih banyak gini capjay-nya,
emang kalian nggak mau? ya udah buat aku sama Misa aja..” Teman-teman yang lain
terlihat agak menjauh. Misa sebenarnya tahu apa yang dipikirkan mereka semua..
Tapi ia tidak mau berpikir macam-macam. Namun semakin Nel bersikap ceria, semua
orang semakin menjauh..
Malam hari, waktunya bagi semua murid
untuk beristirahat, entah kenapa Misa dan Nel mendapat tempat tidur paling
pojok dan agak jauh dari yang lainnya. Tapi mereka tidak mau memikirkannya. Nel
langsung tertidur pulas. ‘Nel pasti kelelahan..’ pikir Misa.
‘Pemulihan… bagaimana kalau aku mengidap
penyakit yang sama dengannya.. Mungkin aku tak sanggup dan tak punya keberanian
sepertinya.. Apa tak ada yang bisa kulakukan selain berada disamping Nel? Apa
aku bisa berjuang bersamanya…?’
Mentari pagi bersinar, Murid-murid
sedang mempersiapkan dirinya untuk sarapan pagi dan melanjutkan rekreasi.
Terlihat di ruang makan Pak Didik sedang berbicara dengan salah satu pelayan
yang sedang menyiapkan makan. “Eh murid pengidap AIDS?” Tanya pelayan itu.
“Ya, dia sangat bersemangat mengikuti Rekreasi
ini, saya pernah dengar ada sekolah yang tidak menerima pengidap AIDS, tapi aku
tak bisa memaafkan itu.. Tentu sekolah kami menerimanya… blaa.. blaa…” pak
Didik terus berbicara, Guru-guru lain menegurnya, “Ehm…! Pak Didik!” Pak Didik
langsung menyadari arti ‘Dehem-an’ dari Pak Khoir. “Ah.. i.. iya, benar juga..
maaf pak..”
Para pelayan langsung berkumpul dan
berbisik, “Yang mana ya anaknya..?”
Para murid perempuan ribut. Mereka
membicarakan sesuatu. “Jangan-jangan…” “Iya. Pasti ini..” “Darimana mereka tahu
ya?” Para siswi saling meributkan Sebuah piring dan gelas kertas untuk satu
orang di meja mereka. Misa dan Nel menuju ke arah mereka. “Ada ribut-ribut apa?
aku laper nih..” kata Nel.
‘DEG!’ Dada Nel seakan ditusuk beribu
jarum. Misa pun terkejut dan ia langsung menyambar piring dan gelas itu. “Biar
mereka ganti Nel!”
Nel memandang dengan wajah lemas, ia
berkata, “udahlah.. biarin aja..” Nel berlari menuju tangga turun. Ia menangis.
Karena tak memperhatikan langkahnya, ia terjatuh. ‘GUBRAAK!‘ “Nely…!” teriak
Misa. Pak Khoir langsung turun menghampiri Nel. “Gawat… Kulit kakinya sobek!
Cepat panggil ambulans! Kalau kumannya masuk lewat luka ini bisa bahaya..!”
Beberapa menit kemudian Ambulans datang, Pak Khoir langsung membopong Nel ke
dalam mobil Ambulans. “Maaf… saya membuat anda kerepotan lagi..” Nel meminta
maaf. “Tidak.. pokoknya kamu harus dibawa ke RS terdekat.”
Setelah mobil ambulan pergi, murid-murid
yang lain masih ribut. “Iih… darahnya Nely… Siapa tuh yang mau ngebersihin..?”
“Tanganku luka nih.. nggak bisa..” “Aku juga nggak ah..”
Cleaning service datang dengan membawa
ember dan alat bersih lainnya, tapi ia kelihatan enggan untuk membersihkannya.
Misa yang melihat hal ini pun langsung mengambil lap yang dipegang cleaning
service itu. “Biar saya saja..” Setelah memakai sarung tangan, ia langsung
mengelap darah di lantai.
“Munafik!” Kata seorang temannya.
‘Ya… mungkin memang begitu.. mungkin aku
berfikir, aku ini orang baik.. beda dengan kalian.. Aku tidak bisa memaafkan
atas ketidakberdayaan diriku.. Apa mungkin aku hanya bersimpati padanya..?’
Misa terus memikirkan hal ini.
“Misa… ada Surya nih..!” “Iya ma..
bentar..” Misa langsung berlari ke depan pintu.
“Surya? ngapain kamu?” Tanya Misa.
“Kemarin dan hari ini aku ke rumah Nel, Aku dengar dia sudah pulang…”
“Dasar..! kamu ini..” Misa menangis
sambil memukuli bahu Surya.
“Saat rekreasi kemarin, kakinya terluka
sehingga dia opname lagi.. kuman masuk dari lukanya hingga bernanah.. Wajar
kamu nggak tahu.. kamu kan nggak ikut.” Jelas Misa.
Surya berkata dengan suara gemetar, “…
Waktu mengetahui Nel terkena AIDS, aku menyesal karena menyukainya.. Saat pemeriksaan
pun aku merasa berbuat salah, sehingga aku membenci Nel. Diriku dipenuhi
kebencian.. Sebelum mendengar hasilnya.. aku berniat bunuh diri… Tapi..
Ternyata dari hasil pemeriksaan… Negatif aku tidak tertular.”
‘Surya pun… berjuang melawan rasa takutnya…
aku tak bisa membayangkannya.’ Pikir Misa. “Saat itu Nel berdo’a agar aku tidak
terular.. sementara aku hanya memikirkan diriku saja.. Entah apa yang bisa
kulakukan untuknya…” Lanjut Surya.
Misa menangis. ‘Apa yang sebenarnya kami
perjuangkan? Berada disampingnya saja takkan membantu.. Kalaupun aku tertular..
Aku pasti merasakan hal yang sama.. Tapi apa aku bisa berbagi penderitaan? ’
“Mungkin hanya Dokter dan Allah yang bisa menolongnya.. Tapi.. pasti ada yang
bisa kita lakukan.. Iya kan..?” Kata Surya. “Ya… Pasti ada..” Misa tersenyum.
1 Bulan setelah Nely diopname
Surya berlari secepat mungkin. Dengan
ngos-ngosan dia mengetuk pintu rumah Misa. “Tok.. tok!”
“Surya?” “Misa! Gawat! haah.. haah… Ikut
aku ke RS.” Surya langsung menarik tangan Misa.
“Haah… haah…” Misa dan Surya kelelahan
karena harus berlari untuk sampai ke RS. Sesampai di kamar Nel, Misa mendapati
Nel terbaring lemas di ranjang dengan hidung dimasuki selang. Ternyata Nel
terkena radang paru-paru.. Itu artinya AIDSnya makin parah. Akhirnya tiba juga
hari itu, Virus AIDS telah menggerogoti tubuh Nel, dan Hari ini Misa dan Surya
mengetahui sebuah fakta baru. “Padahal tiap hari dia banyak minum obat
pengurang virus dan penambah daya tahan tubuh. Tapi kenapa gejalanya makin
parah? Sialan! ‘BRAAK!’ ” Surya menendang pintu Ia terlihat kesal.
“Selamat pagi!”
‘Suara ini, suara khas Nel’pikir Misa.
“Nel..? Kamu pulih?” Seketika Misa dan teman-teman lainnya langsung
bertanya-tanya.
“Hehe… Iya.. Aku baru keluar dari rumah
sakit..” Nel tersenyum. “Hah? Berani banget kamu.. keluar dari rumah sakit
langsung sekolah…” kata temannya. “Nel.. maafkan kami semua ya.. Kami pernah
menghindarimu.. Tapi setelah mendengar penjelasan dari Pak Khoir, kami semua
langsung sadar… Mulai sekarang bertindaklah apa adanya… Ya? Kami semua selalu
mendukungmu!” Dukungan dari teman-teman membuat Nel terharu. “Terimakasih
semuanya…”
Misa senang Nel terlihat sehat. Tapi ada
sesuatu yang berubah dari penampilan fisiknya.. Kulitnya yang biasanya halus
dan lembut sekarang menjadi bintik-bintik dan berjerawat. “Karena nggak punya
kekuatan untuk sembuh, kulitku berjerawat dan susah hilang. Rambutku pun sering
rontok…”
Berhari-hari Nel menjalankan aktivitas
di sekolah dengan ceria. Tapi Misa tahu, Nel hanya berpura-pura sehat di depan
orang. Dia sungguh berbeda, semua orang tau dia makin lemah. 6 bulan kemudian
Nel kembali diopname.
“Kamu mau menjenguk Nely lagi?” Tanya
Ayah Misa. “Memang nggak boleh?” Kata Misa sambil memakai sepatunya. Ibunya
menghela napas, dan berkata “Orang sakit tak ingin orang lain melihatnya ketika
dia terbaring dia nggak bakal bisa istirahat.”
“Kenapa bilang gitu? Apa ayah sama ibu
masih belum paham penyakit apa yang diderita Nely?” “Yang belum paham itu kamu!
kamu bilang akan berjuang bersamanya.. Tapi apa kamu berniat menaiki kereta
yang sama dengannya..? Apa kamu bisa selalu berada disampingnya, apapun yang
terjadi?” Kata Ayahnya. “… ya, aku bisa!”
Sesampai di RS, Misa memakai masker di
kamar Nel karena dianjurkan oleh Dokter. “Ini catatan Matematika, kimia dan
Sejarah.. Aku pikir kamu memperlukan ini semua… Ayo belajar bareng!” Misa
menawarkan. Tangan Nel menarik masker yang dipakai Misa. “Uda.. nggak usah
pake’ masker, nafasmu sesak kan? mau dicegah macam apa pun, kalau masuk ya
masuk saja.”
“Nel..? kok ngomong gitu sih?” “.. aku
nggak perlu ini..” Nel menggeser buku-buku pelajaran Misa. “Mungkin aku tak
akan bisa keluar lagi.”
“Nel!? Kamu nggak boleh ngomong gitu..!”
‘BUUK!’ Nel memukul meja. “Semangat aja nggak berguna tau’! Setelah penyakit
ini sembuh.. pasti aku akan diserang penyakit yang lain.. Semua ini nggak akan
berakhir..!” ‘Nel… Kenapa gini lagi? jangan kalah dengan perasaanmu.. kamu
pasti bisa menjalani ini semua.. ’ Pikir Misa.
Nel berjuang melawan diskriminasi dan
dirinya sendiri. Mentalnya hancur lebih dulu daripada tubuhnya… Siapa pun pasti
tak ingin terkena penyakit ini. ‘PRAAANG! ’
Nel memecahkan vas bunga di kamar RSnya.
“Barusan mama bilang ingin menggantikanku? ! Mama bilang gitu karena nggak bisa
kan? ! Terus… kenapa papa nggak masuk kantor? ! Toh Menemaniku takkan
menyembuhkan penyakitku!” Nel mencengkram kerah baju Papanya.
“Nel..? Ini kami bawa’in makanan…” Tiga
orang teman sekelas Nel datang menjenguk dengan membawakan makanan. Tanpa
diduga, Nel melemparnya. ‘BRAAK! ’ “Ngapain kalian? Jangan melihatku seperti
itu! Di rumah kalian masih bisa makan, tertawa dan juga belajar! Kalian punya
kehidupan masing-masing kan? ! Kalian kemari karena merasa lega dan berfikir,
“Beruntungnya aku”, Iya kan? !” Nel mengamuk. Lalu Misa dan Surya yang berdiri
di depan pintu kamar Nel hanya tersenyum, Mereka bisa menerima Nel yang seperti
itu. “Nel.. tenanglah.. aku ada disini.. aku nggak akan ninggalin kamu lagi?”
Surya memegang kedua lengan Nel. “Sur… kamu pacarku kan?” ‘CRAASH! ’
Tiba-tiba Nel mencabut Jarum infus dari
tangannya sehingga berdarah.
“Kamu mau kan mati bersamaku? Aku nggak
mau mati sendirian!” Nel mengarahkan jarum infus ke arah lengan Surya dan
mendorongnya ke dinding. “Nel jangan…!” Teriak Misa.
‘JLEB! ’
“…” “Kenapa… kamu nggak menghindar…
Sur..?” Suara Nel gemetar. Surya balik bertanya, “Kenapa kamu nggak
mengenaiku..?” Jarum infusnya menancap di dinding dan tidak mengenai lengan
Surya. Nel meneteskan air matanya. Ia menangis meraung-raung.
Misa terus memikirkan hal apa yang bisa
ia lakukan untuk nel. ‘Aku… belum menemukan hal yang bisa kulakukan untuk Nel.
Apa kalau aku berjanji mati bersamanya, dia akan tenang? Saat Nel mengacungkan
jarum itu, kakiku terasa kram. Apa aku mau naik ‘kereta’ bersamanya? apapun
yang terjadi, apakah aku.. Ya. Meskipun aku bilang akan berjuang bersama Nel…
Aku bisa turun dari ‘kereta’ kapan saja. Tapi Nel takkan pernah bisa… Hanya itu
yang kupahami.’
Sepulang dari RS, hari-hari baik terus
berlanjut.. Tapi Nel masih sering keluar-masuk rumah sakit.. Seringkali ia tak
boleh menerima pengunjung. Daya tahan tubuhnya semakin menurun. Misa tidak bisa
melakukan apa-apa selain belajar untuk persiapan ujian. Menjelang 1 bulan ujian
kenaikan, Nel bangkit kembali. Saat ini ia sangat lemah sampai harus memakai
alat bantu kursi roda. “Misa… Misa… Ayo kita jalan-jalan!” Teriak Nel dari
depan rumah Misa. Ia tak sendiri, Surya juga ada untuk membantu Nel.
Mereka mengendarai mobil kakek Surya dan
setelah berdebat akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk pergi ke pelabuhan.
“Waa… Dingin.. hehe.. Ayo foto-foto!” Nel mengambil kamera dari tasnya dan
mulai memotret. Sambil memandangi Nel, Misa baru sadar bahwa sejak tahu Nel
tertular Misa tak pernah tertawa sebahagia ini. “Ya. Saat sedih sekalipun… Aku
harus coba tertawa!” pikir Misa.
“Eh… Foto tadi bagus banget.. Mungkin
foto barusan akan jadi kenangan terakhir kita… Tapi jangan nangis ya saat lihat
foto itu..” Misa dan Surya terkejut dengan apa yang dikatakan Nel.
“Kalaian mau janji? Ingatlah diriku saat
tertawa begini, bukan diriku di Rumah Sakit. Raya’in hari Ulang Tahunku.. Bukan
Hari Kematianku.. Setelah aku meninggal.. Surya harus cari pacar baru dan
ngelupa’in aku.. Tapi jangan cerita ke pacarmu ya soal aku! Masa’ kamu bilang
‘Mantan pacarku meninggal’! … Oh iya.. Ada baiknya mengucap salam perpisahan
sebelum mati. Hehe..” “Ngomong apa sih! Udahan deh becandanya Nel! Bosen tau’!”
Terang Misa.
“Misa… Surya.. Aku takkan menang melawan
virus ini… Aku takkan sembuh sekalipun seluruh darahku diambil.. Begitu otakku
diserang, aku akan melupakan kalian berdua.. Dan akhirnya tubuhku akan
hancur..!”
“Mungkin hanya sekarang aku bisa
mengucapkan selamat tinggal.” Nel mendorong kursi rodanya ke belakang dan.
Mendadak Ia dan kursi rodanya terpleset turun tangga. “Kyaaa!” Nel menjerit
kecil. Ia terjatuh dari kursi rodanya. Misa dan Surya menghampirinya. “Nel..
kamu nggak apa-apa? ! Apa maksudmu bilang begitu? !”
“.. Virus ini tak akan menghilang
kecuali aku mati..” Tiba-tiba Nel memejamkan matanya. “Nel…! Nel…! Bangun..!”
Misa dan Surya berteriak.
2 Tahun Kemudian.
Terlihat Misa sedang duduk melamun di
peron kereta api. Ia seperti sedang tenggelam memikirkan sesuatu, ‘2 tahun
lalu.. Saat tahu dirinya tertular AIDS pada waktu kelas 2 SMA.. Lalu dia
berusaha pulih di kelas 3.. Dan saat penyakitnya kian parah di bulan
berikutnya.. Gejala penyakitnya muncul berulangkali.. Setiap hari ia selalu
bilang ‘Akan mati’ saat itu aku tidak pernah menyangka.. Aku merasa semua itu
tak pasti.. Karena.. Sampai sekarang pun Nel masih sehat.’ “Misa..! Nunggu lama?”
Nel melambaikan tangannya ke arah Misa, ia sedang bersama Surya. “Iih.. kamu
itu.. Lama banget tau’… Ayo berangkat.”
1 tahun lalu, setelah jatuh dari kursi
roda, ia pingsan dan segera dibawa ke rumah sakit. Setelah bangun, Misa
memarahinya dan menasehatinya, begitu juga dengan surya. Kata-kata yang membuat
Nel bangkit kembali adalah, “Nel tak mungkin mati!” yang diucapkan oleh Surya.
Bulan april, Nel bisa naik kelas bersyarat meskipun ada nilai yang kurang. Daya
tubuhnya yang mendekati Nol perlahan-lahan mulai pulih. Dengan begitu, dia bisa
hidup dengan normal.. Dan sejak itu Nel tak pernah terlihat sakit. Ia
melanjutkan kuliahnya ke UNAIR Surabaya bersama Misa dan Surya.
“Eh Misa.. Surya.. Uda dateng tuh
keretanya.. Ayo buruan..” Nel menarik tangan Misa dan Surya. Setelah duduk di
kursi kereta, mereka menaikkan barang-barang mereka ke bagasi atas. Liburan ini
mereka ingin pulang dan menghabiskan waktu bersama. Dalam perjalanan, tidak
sengaja mereka mendengarkan bapak-bapak yang sedang bercakap-cakap
“Lihat nih berita di koran, katanya
Vaksin AIDS sudah dikembangkan!” Kata bapak yang berkumis tipis. “Dengan vaksin
itu rasanya bisa sembuh total dalam 2-3 tahun.. Tapi.. Setiap penyakit pasti
bisa disembuhkan jika Allah menghendaki…”
Ya… obat untuk menyembuhkan AIDS hampir
sempurna. Misa telah menaiki kereta yang sama dengan Nel. Ia pikir bakal mati
karena kecepatannya! Namun.. Sekarang mereka bisa pergi ke stasiun terakhir
bernama “Sembuh Total”. Itu bukan Mukjizat lagi. Merekapun.. Bisa segera turun
bersama.
Cerpen yang berjudul "Harapan" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis yang bernama Seya Zunya Uchiwa. Kamu dapat mengikuti Facebook penulis di akun: selly yunia.
Posting Komentar untuk "Cerpen Persahabatan - Harapan | Seya Zunya Uchiwa"