Cerpen Cinta - Late | Windyana Pusparani
“Lucu kan Ziv, lucu kan jamnya? Warna ungu lagi, warna kesukaan aku banget kan. Kok dia tau sih aku lagi suka MiniWatch? Kemaren tuh tiba-tiba Okta ngasih aku ini, katanya pas kemaren dia jalan-jalan sama nyokapnya dia keinget aku dan kasih hadiah. Dia baik banget ya Ziv? Oh iya, kamu tau gak sih kalo”. Belum selesai cerita Kinan saat itu, tiba-tiba di depan mulutnya sebuah sumpit telah menghadang bibir kecilnya untuk terus bercuap-cuap.
“Iya iya gue tau, lucu kok, lucu banget
jam dari Okta. Sekarang makan atau ga lo gue tinggal”. Kinan mengerucutkan
bibir mungilnya kesal, Raziv yang memandangnya jadi gemas, dengan lembut
diusapnya puncak kepala gadis itu.
”Kinan sayang, nanti kan ceritanya bisa
diterusin lagi, sekarang udah mau bel masuk nih, makanannya cepet diabisin yaa”
kata Raziv sambil berpura-pura memelototi Kinan.
Raziv dan Kinan. Kedua murid kelas 2 SMA
Tunggal Ika ini adalah sahabat dekat sejak tiga tahun lalu. Sifat Kinan yang kekanak-kanakan,
cerewet, manja, supel, dan sangat ceria ini sungguh bak bumi dan langit dengan
watak Raziv yang cenderung lebih kalem, dewasa, dan tak banyak omong. Mereka
seakan diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain. Kinan sebagai
pendongeng sedangkan Raziv sebagai pendengar yang setia. Kinan yang mengoceh
panjang lebar ini itu diimbangi oleh Raziv yang mendengarkan dengan sabar dan
khidmat bagai ‘bak sampah’ yang menampung setiap kata-kata yang keluar dari
mulut cewek itu. Kalau kita belum mengenal mereka lebih dekat, pasti akan salah
mengira bahwa mereka memiliki hubungan mendalam atau biasa kita kenal
‘pacaran’.
Mereka selalu terlihat bersama di setiap
kesempatan, entah itu di kelas, makan di kantin, berangkat dan pulang sekolah
pun berdua, disana ada Kinan disana pula akan ada Raziv. Padahal mereka sudah
jelaskan bekali-kali, mereka hanya sahabat biasa, tak ada perasaan apapun, tak
ada hubungan khusus seperti yang orang lain bicarakan. Walaupun yang orang lain
lihat selama ini, bukan seperti itu.
Tapi beberapa bulan ini, diketahui bahwa
Kinan sudah memiliki pacar, namanya Okta Herfian murid dari SMA paling elite
seJakarta, SMA Tunas Persada. Banyak orang tidak percaya akan kenyataan
tersebut. Padahal, hal itu benar adanya, karena di suatu siang, Okta menjemput
Kinan pulang dari sekolah.
Suatu kali Aji, kawan Raziv saat duduk
di kelas 1 pernah bertanya. “Bro, sebenernya elo sama Kinan tuh pacaran ga
sih?” Raziv yang sudah kebal mendengar pertanyaan semacam itu hanya menjawab
enteng.
“Kan udah gue bilang berkali-kali, Kinan
itu sahabat gue dari SMP, gue sama dia tuh udah kayak sodara”
Aji mendecakkan lidah sambil geleng
kepala “Bukan gitu man, kalo gue perhatiin dari cara lo ngeliat dia, merhatiin
setiap tingkah laku dia, ucapan dia, ada yang beda gitu. Kayak, lo tuh pingin
selalu ada buat dia, ngelindungin dan ngejaga dia, iyakan?” Raziv tersenyum
simpul mendengar penjelasan Aji yang sedikit aneh.
“Aduh, segitunya amat lo merhatiin gue”
Raziv tergelak “kan emang itu gunanya sahabat bro”
“Bullshit man! Ternyata lo ga sedewasa
yang gue pikir sob” Aji menghela napas berat.
“Lo ngomong apa barusan?” ditonjoknya
pelan lengan atas kawannya itu, Aji hanya mengedikkan bahu lalu pergi seenaknya
meninggalkan Raziv yang sedang bergumul dengan perasaannya sendiri.
“Am I that obvious? Apa gue segitu
keliatannya sayang sama lo Nan? Sekarang gue cuma bisa diem, nunggu elo yang
sadar tentang perasaan yang gue pendem buat lo hampir setaun ini”
Hari ini, pelajaran terakhir adalah
praktek Biologi tentang jaringan tumbuhan. Murid-murid kelas 11 IPA 2
berbondong bondong masuk lab Biologi yang letaknya di lantai paling bawah
dengan membawa tumbuhan monokotil & dikotil yang dibawa masing-masing dari
rumah. Setelah memberi salam dan mebaca doa, alat-alat yang dipersiapkan diatas
meja, mikroskop cahaya, meja preparat, silet, beberapa bagian utama tumbuhan,
dan alat-alat lain yang diperlukan pada percobaan tersebut. Beberapa anak sudah
memulai tahap awal pengamatan.
“Ibu ada rapat di ruang guru sebentar,
setelah kalian amati di mikroskop, gambar hasilnya lalu kumpulkan di meja ibu
saat bel pulang sekolah” perintah Ibu Sumi diikuti koor kompak “Iya bu” oleh
para muridnya dan beliau pun pergi dengan tenang.
Beberapa menit kemudian…
“Ih, hahaha kok lucu sih bentuknya,
bulet gitu ada gelembung-gelembung warnanya ijo! Raziv! Liat!Ini aku ambil dari
batang monokotil nih, kamu kan pinter aku takut kurang focus mikroskopnya! Sini
liat Ziv!” cerocos Kinan semangat tanpa titik koma tanpa melepas matanya dari
mikroskop yang ia pegang erat-erat.
Raziv yang sudah hafal tabiat Kinan saat
berhubungan dengan praktek mikroskop tersenyum hangat sesaat sebelum beranjak
ke meja kelompok Kinan. Teman-teman meraka yang lain yang awalnya terkejut
hanya senyam senyum masam mengetahui perilaku Kinan yang seperti anak umur 5
tahun yang baru melihat burung bermesin (re: pesawat terbang)
“Iya, ini udah bener kok, cuma kurang
focus sedikit aja sih” jelas cowok itu kalem
“Kamu tunggu sini dulu, aku fokusin,
nanti aku tunjukkin lagi ke kamu, tunggu loh”. Raziv berdiri diam memperhatikan
jemari kecil Kinan memutar kenop untuk memfokuskan bayangan. “Andai elo tau apa
yang gue rasain ke elo sekarang, apa kita bakal masih tetep kayak gini nan?”
“Nih, nih udah belom? Liat deh, liat”
suara cempreng Kinan membuyarkan lamunan akan angan semu yang menari di kepala
Raziv, Ia lalu hanya mengangguk kecil.
Bel pulang sekolah tepat berbunyi saat
murid kelas 11 IPA 2 selesai membuat laporan.
“Ziv, maaf yaa hari ini kita ga pulang
bareng, kamu pulang sendiri gapapa kan?” ujar Kinan pada Raziv sambil menenteng
hp nya, seperti habis dihubungi seseorang, Raziv melirik sekilas ke arah hp itu
dan mengerti apa penyebabnya.
“Ooh, lo mau pulang bareng Okta? Kalo
gitu gue duluan ya” balas Raziv kemudian melenggang pergi keluar pintu lab,
”Hati hati di jalan ya!”
“Nan, kadang gue suka mikir, lo lebih
cocok sama Raziv ketimbang sama Okta” Kinan menatap Annisa bingung, tak
mengerti akan ucapan Annisa barusan
“Loh, kok kamu ngomong gitu Nis? Aku
sama Raziv kan cuma temen”
“Kalo liat dari cara Raziv mandang elo,
dia sayang banget sama lo Nan, gue liat itu bukan cara orang mandang
sahabatnya, yang gue rasain lebih dari itu. Gue cuma belom bisa deskripsiin,
mungkin cinta mungkin juga bukan. Elo aja yang selama ini belom sadar, well,
gue pikir kayak gitu” Kening Kinan semakin berkerut mendengar penyataan
tersebut yang ia pikir semakin kacau, ga mungkin lah Raziv punya perasaan
khusus sama dia.
“Udah ah, kamu ngomongnya kok makin
ngaco sih? Raziv sama aku itu gaada apa apa, enggak lebih, enggak lebih dari
sebuah ‘persahabatan’, bener deh”
“Terserah apa kata lo deh Nan, yang
penting satu hal yang harus lo tau. Raziv sayang banget sama elo” ungkap Annisa
lalu ia pergi keluar diikuti Kinan, ucapan Annisa diteruskan dalam pikiran
Kinan “Sayang… sebagai sahabat kan? Apa memang… ada yang ‘lain’?”
“…masa aku kemaren liat Okta lagi jalan
Ziv sama cewek lain, pegangan tangan lagi, mesra-mesraan lagi. Okta kok jahat
banget sih sama aku Ziv? Kenapa Ziv? Kenapa? Apa aku udah gapantes jadi
pacarnya? Emang aku salah apa sih sama dia? Dia kok tega-teganya bikin aku
sakit hati? … ” curhat Kinan pada Raziv di ruang tamu rumah Raziv siang itu
penuh dengan isak tangis. Sudah hampir 15 menit ia meracau, mengucap kata-kata
yang sama dengan berlinangan air mata. Raziv yang memandangi sisi kerapuhan
dari gadis di depannya itu hanya bisa menahan mati-matian gejolak di hatinya
untuk sekadar memeluk Kinan untuk menenangkannya. Maka itu, tindakan yang ia
bisa lakukan adalah mengusap punggung ataupun puncak kepala Kinan dengan
lembut, seakan takut membuat makhluk di sampingnya ini semakin hancur dan
rapuh.
Ia tahan kuat-kuat pula amarahnya yang
meluap-luap pada Okta, ia memang sudah curiga dengan cowok itu dari awal. Gosip
yang santer terdengar, Okta adalah cowok player yang suka mempermainkan cewek
sesuka hati. Ia pikir setelah berpacaran dengan Kinan sifatnya akan berubah,
apalagi saat Okta berencana ‘menembak’ Kinan dahulu, Raziv sampai mendatangi
rumahnya mengancamnya jangan pernah berani menyakiti Kinan, atau Okta akan tahu
akibatnya. Tapi sepertinya, Okta tak mau ambil pusing, buktinya seorang gadis
yang paling ia sayangi kini menangis akibat ulah cowok playboy itu.
“…aku telepon bilangnya lagi pergi sama
temen-temennya, ternyata apa? Dia malah asik berduaan sama cewek itu. Lagian,
siapa sih tuh cewek? Gatau apa kalo Okta itu udah punya pacar? Hati aku sakit
Ziv, sakit!! Apa emang dia udah enggak sayang aku lagi?…” ujar Kinan tanpa
henti, masih dengan terisak-isak. Tangisan Kinan yang semakin menjadi, semakin
membuat Raziv ingin sekali menghajar cowok brengsek itu tepat di depan
wajahnya.
Selang beberapa waktu, tangis Kinan
mereda, tisu-tisu sudah berserakan di meja, bangku, sampai lantai ruang tamu.
“Kita pergi yuk, kemana gitu. Udah lama kan kita enggak pergi bareng?” Kinan
mengangkat kepala dari posisinya menelungkupkan kepala sejak awal.
“Ke… kemana?” kata Kinan terbata,
sementara Raziv mulai menghapus sisa-sisa air mata yang mengalir di pipi putih
pucat Kinan dengan ibu jari.
“Kemana aja boleh, keliling Jakarta juga
gapapa. Nanti gue anter pulang, terus besok kita pergi. Sekarang elo istirahat
dulu gih, capek kan nangis terus? gamungkin juga elo pulang dengan keadaan
kayak gini. Entar dikira gue ngapa-ngapain elo lagi, pulang-pulang mata bengkak
gitu” Senyum Kinan perlahan merekah, hatinya mulai terasa tenang dan lega luar
biasa. Ia pun mengangguk kecil lalu mencoba tidur selonjor di bangku tak
ubahnya rumah sendiri. Sedangkan Raziv ke dapur membuatkan minuman hangat
untuknya.
Esok pagi pun tiba, sesuai janji tepat
pukul 9 Raziv sampai di rumah Kinan, Setelah turun dari mobil dan berpamitan ke
mama Kinan, mereka melesat pergi. ”Siap bos! Let’s go!!” ucap cewek itu
semangat 2013.
12 jam setelahnya, mereka baru sampai di
rumah. Nyaris keliling Jakarta! Awal tujuan ke Kebun Binatang Ragunan untuk
sekadar melihat lihat sekaligus makan siang. Setelah itu berlanjut ke Kota Tua,
mengunjungi Museum Fatahillah dan Museum Bank Indonesia, lalu mencoba hidangan
kuliner di kafe-kafe di pelosok kota Metropolitan itu, beranjak sore mereka ke
Dunia Fantasi, terakhir ke Ancol untuk melihat-lihat panorama alam di pantai
itu saat malam. Hari yang melelahkan, lumayan juga buat menyegarkan otak dari
segala kepenatan UAS serta rutinitas harian tentang sesuatu bernama ‘sekolah’.
Juga melupakan sejenak perisitiwa kemarin yang cukup menguras hati, pikiran,
dan tenaga Kinan.
Sebelum pulang, Raziv sempat melihat ada
toko bunga di pinggir jalan, hatinya tergerak untuk memberikan beberapa tangkai
untuk Kinan. “Lo masuk mobil duluan, gue pingin beli sesuatu” Kinan hanya
manggut-manggut sambil menjilati arum manisnya. Raziv pun kembali dan langsung
mengangsurkan bunga pemberiannya di pangkuan Kinan.
“Bunga? Tulip kuning? Buat siapa Ziv?”
Kinan melihat-lihat bunga itu dengan ekspresi bingung
“Buat lo lah”
“Dalem rangka apanih? Kok tiba-tiba? Tapi
kan aku sukanya mawar putih”
“Mawar putih ga ngagambarin perasaan gue
ke elo Kinan” jawab Raziv lalu menyalakan dan memasukkan persneling mobil.
Hari ini libur kenaikan kelas sudah
mulai memasuki minggu kedua, SMA Tunggal Ika memberi libur 1 bulan penuh bagi
murid-muridnya, hal ini tak disiasiakan oleh Raziv. Ia langsung pergi ke Jogja
berkunjung ke rumah neneknya sekaligus reuni dengan kawan lama saat ia SD di
kota pendidikan itu. Maklum, ia baru pindah ke Jakarta saat kelas 8 SMP dan
sekarang baru sempat liburan lumayan lama dan pulang ke kampung halaman.
Sementara Kinan, tepat di
monthlyversarry nya yang ke 4 bulan atau hari ketiga di minggu pertama liburan,
mereka putus! Tus tus tus! Kinan kapok berurusan lagi dengan cowok tukang main
cewek macam Okta, bukannya bikin seneng hati malah bikin capek. Mending
diudahin kan? Tapi ia juga tak sanggup menahan air matanya di telepon saat
malamnya ia kembali curhat pada Raziv. Raziv yang berada di seberang sana pun
hanya dapat menenangkan dengan “Sabar ya nan, keputusan lo udah bener kok
mutusin dia” atau “Udah dong ya, jangan nangis, enggak capek nangisin orang
kayak dia? ”. Apalagi Okta adalah pacar pertama Kinan, bukan enggak mungkin
Kinan menangisinya. Untuk menghilangkan rasa sakit hatinya, ia lalu mengajak
teman-teman SMPnya reuni juga. Seenggaknya ada hal yang bisa mengenyahkan jauh
jauh Okta dari pikiran cewek itu.
Sayangnya hari ini teman-temannya tak
ada yang bisa ia ajak pergi keluar, maka dari itu ia hanya DVD marathon
ditemani cemilan. Tak sengaja di atas meja ruang TV, ia menemukan majalah yang
terbuka di salah satu halamannya. Mungkin habis dibaca mama nya namun belum
dibereskan. Alih alih mengembalikan majalah tersebut ke tempatnya, ia tertarik
saat membaca salah satu artikel berjudul “Arti di Balik Sebuah Bunga”
Mawar Putih
Melambangkan ketulusan sepenuh hati.
Bila ada sesorang yang memberikan anda
bunga ini, itu
berarti orang tersebut sangat tulus
dalam membantu
anda.
Bunga Aster
Merupakan simbol cinta sekaligus
keindahan.
Aster berwarna Pink Carnation diartikan
‘aku tidak
akan melupakanmu’, sedangkan yang
berwarna kuning
mengandung arti penolakan atau
kekecewaan
Daisy Orange
Bunga ini merupakan
symbol kehangatan, sukacita, semangat.
“Tulip Kuning”
Seketika pikirannya melayang ke beberapa
hari yang lalu, hari terakhir ia bertemu Raziv sebelum liburan, hari diamana
sahabatnya itu mengajaknya pergi nyaris keliling Jakarta. Rasa penasarannya
meningkat setelah menyusuri keterangan di bawah tulisan itu. Cinta yang tulus
dan tak terbalas. Cinta yang tidak mempunyai harapan. Jika seseorang memberimu
bunga ini, dia tidak ingin kau tahu akan perasaannya, ia memilih untuk menutup
perasaanya rapat-rapat padamu.
Jadi… Jadi selama ini Raziv
menyayanginya? Mencintainya? Tapi… cinta itu tak terbalas karena ada… Okta?
Bahkan dia memilih merahasiakan hal itu darinya. Seketika ia merasa bersalah,
kenapa ia baru sadar sekarang? Hari ini? Lagipula, sejak kapan Raziv memendam
perasaan untuknya? Saat awal mereka bersahabat? atau akhir akhir ini? Seketika
pikirannya menemui jalan buntu. Mengapa ia tak menyadarinya sama sekali?
Memang, segalanya serba TERLAMBAT.
“Ziv, kamu udah pulang dari Jogja? Udah
sampe rumah belom? ”
“Udah kok tadi pagi, ini lagi
beres-beres barang. Kenapa nan? ”
“Hmm… Aku… Ke rumah kamu ya? Aku… pingin
kasih tau kamu sesuatu”
“Tuhkan, lo aneh lagi. Yaudah gue tunggu
ya” Sambungan telepon terputus
Pasca putusnya ia dengan Okta, Kinan
mulai berpikir lebih dewasa, mulai lebih memahami perasaan orang lain dan tentu
saja, perasaannya sendiri. Sejak mengetahui perasaan Raziv, ia mulai memikirkan
cowok itu. Apa apa inget Raziv. Kemana mana inget Raziv. Perhatian-perhatian
cowok itu padanya, pertolongan yang selalu ada untuknya, Raziv yang selama ini
ada di sampingnya, termasuk ucapan Annisa di lab bio dulu. Gara-gara hal itu,
setiap ia sedang berhungan dengan Raziv di telepon misalnya, ia selalu berbicara
dengan gugup. Sampai Raziv yang keheranan beberapa kali bertanya “Lo kenapa
sih? Kok bawel lagi kayak biasanya? Kesambet setan diem apa gimana sih?”. Ia
sadar, ia mulai mencintai sahabatnya, seorang Raziv Satnawijaya.
Sekitar setengah jam kemudian, Kinan
muncul di depan pagar rumah Raziv. Setelah dipersilahkan masuk dan duduk di
ruang tamu, seketika hening. Tak ada yang memulai pembicaraan, Kinan hanya diam
menunduk sambil memainkan ujung renda bajunya.
“Gue ambil oleh-oleh buat lo dulu. Abis
itu lo cerita ada apa. Lo aneh. Serius”
Begitu kembali, Raziv menenteng dua
plastic bag bertuliskan ‘I LOVE JOGJA’ lalu meletakannya di atas meja, tepat di
depan wajah Kinan. Gadis itu terkesiap, tanda ia habis melamun sambil
memperhatikan ubin. Kinan mengangkat kepala, lalu menatap Raziv lekat lekat.
Memperhatikan wajah sahabatnya dengan teliti. Dari alisnya yang cukup tebal,
bola matanya yang hitam yang kata Annisa memiliki tatapan yang berbeda saat
melihat Kinan, hidungnya yang mancung, lalu berhenti di bibir tipis milik
Raziv.
“Nan, lo kenapa sih ngeliatin gue sampe
segitunya? Baru sadar kalo sahabat lo ini ganteng banget?”
“Ih, sotau banget sih. Sejak kapan kamu
jadi kepedean gitu?” Kinan mengerucutkan bibir sebal.
Setelah Kinan berkata begitu, Raziv langsung
memutar posisi duduk seluruh badannya fokus menghadap Kinan. Cewek itu pun
terkejut lalu reflex mundur sampai punggungnya menempel di senderan sofa.
“Terus kenapa hmm? Lo enggak seneng
ketemu gue ya? Dateng dateng enggak pake senyum, daritadi gue perhatiin lo cuma
ngelamun. Baru gue tinggal beberapa minggu sikap lo udah berubah 360 derajat.
Lo kenapa sih? Ada masalah? Biasanya juga kalo cerita enggak pake babibu
langsung nyerocos aja” Mimik wajah Raziv terlihat begitu serius, saat ini ia
hanya ingin pertanyaannya itu terjawab tuntas oleh gadis di depannya. Semua.
Juga keanehan-keanehan saat mereka berkomunikasi kemarin dulu.
“Sebenernya ak-…”
“Permisi.. Assalamualaikum… Permisi” Di
suasana genting seperti itu, tiba tiba ada seseorang di luar sana mengusik.
Raziv yang merasa masalahnya belum menemui jalan keluar lalu mengacak acak
rambutnya kesal, ia mau tak mau meladeni orang tersebut. Sementara Raziv
menemui orang itu, Kinan menata nata ulang kalimat yang akan ia tuturkan pada
Raziv nanti, bahwa ia sudah tahu perasaan Raziv dan bahwa ia jatuh cinta
padanya. Setelah merasa pas, ia duduk dengan rileks menunggu sahabatnya itu
kembali.
Ia terkejut mendapati Raziv kembali
dengan seorang gadis berparas Jawa asli ada di belakang nya. ”Itu siapa?”
katanya dalam hati. Seperti mendengar kata hati Kinan, Raziv mengatakan sesuatu
yang bagi Kinan seperti tamparan. Tamparan yang membuatnya jatuh ke jurang
penyesalan.
“Gara gara sifat lo yang aneh dari
kemaren, gue jadi gaenak buat cerita ini ke elo. Tebak ini siapa? Pacar gue,
Ristya” Cewek tadi tersenyum manis. Shocked! Hati Kinan hancur berkeping
keping, rasanya pikirannya kosong, saat itu ia bahkan berharap ia tuli, enggak
punya kuping kalau perlu. “Pa-pacar? Kok k-kamu enggak cerita dari awal sih?
Jahat banget” Sebenarnya saat bertanya itu, ia sungguh berpura-pura,
perasaannya campur aduk jadi satu.
“Kan tadi gue udah bilang, sikap lo aja
aneh banget akhir akhir ini. Gue jadi segan ngomong ke elonya, guenya lagi
seneng tapi lo nya lagi ada masalah. Padahal dari awal ketemu dia, gue mau
langsung cerita ke elo” Kinan mencengkeram erat oleh-oleh dari Raziv. Hanya
satu yang ingin ia lakukan saat itu. Cepat cepat pergi.
Gadis bernama Ristya tadi berinisiatif
menghampiri Kinan duluan, mengulurkan tangan mengajak berkenalan “Hai, aku
Ristya. Kinan? Raziv sering banget loh cerita tentang kamu”. Kinan dengan ragu
menyalami Ristya, “Haaai, selamat ya buat kalian! Enggak nyangka orang kayak
Raziv bisa punya pacar juga, cantik lagi”. Ristya tersipu malu, “Masa’ sih?”
Kinan hanya mengangguk sambil tersenyum tipis, padahal ia sedang bersikeras
menahan air matanya agar tidak keluar sedikitpun di depan Raziv, ia tak mau
cowok itu tau perasaannya saat ini. Ia cuma ingin pergi. Dari situ. Secepatnya.
“Kalo gitu, aku pulang ya Ziv. Makasih
loh oleh-olehnya! Duluan ya Ristya! Sekali lagi selamat buat kalian berdua, Ziv
traktir nya jangan lupa di sekolah!” Kinan beranjak dari tempat duduknya
semula, lalu berlari cepat keluar tak peduli pada Raziv yang meneriakkan
namanya, untung Raziv tak mengejar. Mungkin karena ia langsung mencegat taksi
begitu sampai di halte dekat rumah Raziv.
Di dalam taksi ia menangis, mengapa hal
ini mesti terjadi? Disaat ia justru menyadari perasaan Raziv, juga perasaannya
terhadap Raziv, mengapa justru ini yang terjadi? Mengapa? Hatinya bagai
tertusuk ribuan jarum saat mendengar kata kata itu meluncur dari mulut Raziv
“Tebak ini siapa? Pacar gue, Ristya”. Air matanya meluncur deras, ia menyesal.
Kenapa ia TERLAMBAT menyadari nya dari awal bahwa Raziv mencintainya, kenapa ia
TERLAMBAT mengutarakan perasaannya sendiri hingga kini ia merana? Mengapa semua
serba TERLAMBAT?
Cerpen yang berjudul "Late" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis bernama Windyana Pusparani. Kamu dapat mengikuti akun twitter penulis di akun: @windywindaay.
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - Late | Windyana Pusparani"