Cerpen Cinta - Waktu Yang Tak Dapat Kembali | Nafisa
Tertegun ku memandang monitor di depan mataku, tangan ku ini berasa kaku untuk melanjutkan pekerjaan ku. Setumpuk kertas masih tersusun di meja kerjaku, masih sedikit yang bisa ku selesaikan hari ini, aku tertunduk lesuh. Ku selesaikan sedikit demi sedikit pekerjaan ku ini, meski aku merasa kurang enak badan.
Jam menunjukan pukul 17.00 pertanda jam
kerjaku selesai, ku beranjak dari tempat kerjaku dan langsung menuju kampusku.
Tapi dari tadi aku merasa ada yang ga enak dengan perasaanku ini, tapi tetap ku
melaju menuju tempat ku menuntut ilmu.
Mata kuliahpun selesai dan aku segera
pulang kerumah. Ku lempar tasku dan bergegas tuk segera mandi, rencana setelah
mandi dan sholat isya, aku akan segera pergi tidur dengan keadaan ku yang
kelelahan. Baru sebentar ku merebahkan tubuhku di tempat tidur, ponsel ku
bordering terpampang sebuah nomor yang tak bernama.
“Hallo, Assalamu’alaikum” ucapku
“Wa’alaikum salam, bisa bicara dengan
Ina?” jawab dari seberang yang terdengar agak bising.
“iya, dengan siapa ya ini?” tanyaku
“Na, ni aku Doni… aku mau kabarin kamu
kalau si Raka kecelakaan dan dia sekarang menuju ke Semarang tuk di makamkan di
kampung halamanya”
Aku terdiam, tak sepatah katapun keluar
dari mulutku. Jantungku terasa berhenti berdetak saat itu juga, ponsel yang ku
pegang terjatuh dan tak ku dengar lagi suara dari arah seberang. Air mataku
mengalir deras seketika, dalam keadaan yang sangat kalut ku ambil tas ranselku,
jaket serta dompet dan segera ku memakai sepatu. Aku menuju ke ruang tengah
untuk berpamitan pada ayah dan ibuku yang sedang menonton TV di sana beserta
kakaku.
Setelah kujelaskan, Ayah dan Ibuku pun
mengizinkanku untuk ke Semarang menghadiri pemakaman Raka dengan syarat di
temani kakaku Aldi. Kami pun langsung menuju terminal untuk ke Semarang,
beruntung ada bus yang belum berangkat pada jam 22.30. Dalam perjalanan air
mataku terus mengalir walau kak Aldi terus menghiburku. Kal Aldi pun ga berani
bertanya banyak kepadaku tentang Raka, dia hanya mencoba menasehatiku untuk
sabar dan Ikhlas. Rasanya ingin sekali aku cepat sampai di kediaman Raka dan
ingin melihat nya untuk yang terakhir kalinya. Yang aku rasakan perjalanan
malam itu pun sangat lama sekali.
Jam 08.00 pagi aku sampai di semarang,
aku dan kakaku pun langsung menuju kerumah Raka.
Dan benar adanya di rumah Raka sudah Nampak
banyak orang berkumpul dengan air mata yang berlinang. Aku masih tertegun
memandang sesosok tubuh yang kaku dan sudah tertutup kain dari ujung kaki
sampai ke ujung kepala. Nampak pula seorang wanita yang sudah tak asing lagi di
mataku Wina (yag ku ketahui tunangan Raka) di samping kanan jasad Raka.
Jantungku semakin berdetak kencang setelah ku mendekat di samping Raka.
Ku tahan air mataku, dan berbisik pelan
di depan kedua orang tua Raka.
“Pak, bu… bolehkah saya melihat Raka
untuk yang terakhir kali nya?”
Orang tua Rakapun mengangguk pertanda
menyetujui permintaanku. Ku buka kain yang menutupi wajah Raka, kupandangi
wajahnya yang sudah tak akan bisa ku lihat lagi untuk kedepanya. Di raut wajah
Raka tampak masih segar, masih ganteng seperti dulu saat aku bersamanya, aku
pun membaca ayat untuk mendoakan Raka. Tiba tiba Ibu Raka memeluku erat sekali,
aku masih menahan airmataku yang menggenang di mataku, aku ingin sekali
menyaksikan pemakaman Raka jangan sampai aku tak melihatnya hanya karna aku ga
kuat untuk melihatnya. Tubuhku serasa kaku, jantungku seperti berhenti
berdenyut dan darahku berasa naik dari ujung kaki ke kepala. Sayup sayup
kudengar ucapan Ibu di telingaku “maafin Raka dan Ibu yang selama ini mungkin
membuat Ina sedih”
Aku tetap terdiam menyaksikan jalannya
pemakaman Raka. Selesai di makamkan tubuhku serasa tak bergerak dan tak
sadarkan diri.
Saat aku terbangun sudah ada Ibu, ayah
Raka dan kakaku Aldi di sampingku.
“kak Aldi” panggilku lirih
Kak aldi pun mendekatiku dan membantuku
untuk duduk. Ibu Raka pun kembali memeluku dengan tangisanya yang kencang tepat
di telingaku.
“Na, kalau bukan karna Ibu mungkin ga
akan seperti ini” ucap beliau tepat di telingaku
Ku biarkan Ibu Raka memeluk dan mencium
keningku, padahal dalam hati bertanya “ada apa ini sebenarnya?” aku tak
mengerti sama sekali.
“kenapa bu?, semua ini sudah takdir dari
allah Bu, Ibu ikhlaskan saja kepergian kak Raka” Jwabku dengan bibir gemetar.
Ibu Raka pun melepaskan pelukanya, tapi
dia hanya berkata “iya, kamu bener Ina… Ibu takut kamu terpukul dengan kejadian
ini”
“Bukan saya yang harus ibu khawatirkan
bu, Tapi Wina… dia yang butuh perhatian dari Ibu dan bapak. Dia yang tunangan
Raka bukan saya” lanjutku
“Ibu menyesal memisahkan kamu dan Raka
dan menjodohkan dia dengan wanita pilihan Ibu” terang Ibu Raka
“Ibu, semua ini sudah Takdir dari yang
maha Kuasa, Ibu jangan menyesal, Ibu ga salah.. setiap orang tua pasti ingin
yang terbaik untuk anaknya, dan saya juga menghormati keputusan Ibu. Saya
Ikhlas bu, sekarang Wina dimana bu?” tanyaku
Wajah Ibu Raka tampak seperti orang
kebingungan, Seakan ada sesuatu yang ingin beliau sampaikan kepada ku. Sesekali
beliau ingin mengatakan sesuatu tapi tertahan karna beliau melihat Wina
menghampiri kami.
Wina langsung memeluku erat seperti dia
sudah lama tak bertemu denganku. Aku juga sangat heran melihat perilakunya yang
menurutku agak aneh. Tiba tiba dia menyerahkan sebuah cincin ke tanganku.
Dengan wajah keheranan aku pun bertanya “apa ini Win?”
“itu punya Raka, dia menyimpan ini
sebelumnya untukmu, tapi aku terlanjur melihatnya lebih dulu dan kusangka itu
untukku tapi ternyata tertulis namamu dan Raka dibelakangnya” jelasnya kemudian
Aku menginap semalam sebelum kembali ke
Jakarta paginya bersama kak Aldi. Masih banyak pertanyaan setelah kejadian aku
pingsan kemarin, Semua keluarga Raka tiba tiba bersikap baik terhadapku,
padahal sewaktu aku bersama Raka mereka seperti ga suka terhadapku kecuali
ayahnya. Walau masih banyak pertanyaan dan kejadian yang tak ku mengerti selama
di rumah Raka, tapi aku harus kembali ke Jakarta. Akupun pamit dengan keluarga
Raka untuk kembali ke Jakarta.
Di perjalanan menuju Jakarta ku pilih
kereta untuk kembali ke Jakarta. Ponsel yang dari kemarin sengaja ku matiin pun
ku hidupkan kembali, banyak sms, bbm, mention twiter dan pemberitahuan
panggilan masuk dari teman kerja dan kuliahku bergantian masuk ke ponselku. Tak
kujawab dan kembali ku matikan ponselku. Kakaku duduk di sampingku dan selalu
menyemangatiku dgn keadaan ku yang sekarang ini. Kakaku pun tertidur, aku masih
menikmati kereta melaju dengan cepat. Anganku melayang dan tertuju pada sosok
Raka, masih teringat kenangan kenangan bersamanya dulu. Sampai akhirnya kami
terpisah karena Ibu Raka tak menyetujui hubunganku dengan Raka kala itu.
Aku dan Raka bertemu saat aku masih satu
kantor dengan dia. Waktu itu di kantin saat istirahat, aku sedang menikmati
makan siang bersama teman temanku dia menghmpiriku, dan teman temanku pun
pindah meja mempersilahkan kami tuk makan bersama. Aku yang kala itu tak
mengenalnya, hanya dengar cerita dari teman teman kalau ada yang sering
memperhatikanku dan mencari informasi tentangku. Ya itu Raka. Kami pun langsung
akrab waktu itu karna aku yang cerewet dan humoris.
“Ina, boleh minta nomer HP nya ga?”
Tanya Raka
“Hemmmm… boleh” jawabku sambil
menyebutkan nomer HP ku, ku sembunyikan muka merahku.
Singkat waktu kami pun semakin hari
semakin dekat, sampai satu kantor menggosipkan aku dengan Raka.
Hari minggu tanggal 1 agustus 2010 jam
14.00 dia datang kerumahku, penampilanya rapi aroma parfumnya yang khas yang
aku suka membuatku semakin terpikat dengan Raka. Raka mengajaku untuk jalan
jalan sebentar, karna aku ada keperluan untuk membeli sebuah buku jadi aku
mengusulkan untuk pergi ke ke toko buku.
Kami pun sampai di toko buku yang berada
di mall di Jakarta Utara. Raka mengikutiku dari belakang yang sedang sibuk
mencari buku yang aku cari. Tiba tiba dia memegang tanganku, aku pun otomatis
berhenti mencari buku dan tersenyum pada Raka.
“Ada apa kakak?” tanyaku
“Ke sini deh mendekat sebentar” jawabnya
kemudian sambil menariku mendekat ke arah nya.
Lalu Raka mendekatkan bibirnya ke
telingaku dan berkata “Aku sayang Ina, Ina mau ga jadi pacarku?”
Tak bisa mengungkapkan kata kata, aku
terdiam ingin tersenyum tapi ku tahan yang aku rasakan aliran darahku terasa
mengalir deras di sekujur tubuhku, Jantungku berdetak sangat kencang, tiba tiba
kaki ku terasa dingin dan gemetaran. Raka semakin kencang menggenggam tanganku,
menatap wajahku dengan tatapan penuh harapan. Diapun mengulangi ucapanya “Mau
ga jadi pacar kakak?”
Aku mengangguk dan tersenyum kepadanya
“iya, Ina mau” jawabku lirih
Raka pun tersenyum sumringah sambil
terus menggenggam tanganku erat sekali. Setelah aku menemukan buku yang aku
cari, kami pun pergi untuk makan di KFC dekat toko buku itu.
Masih dengan wajah berbinar binar Raka
terus memuji dan menggodaku dengan rayuanya.
“Kenapa kak Raka suka sama aku?” jawabku
di sela canda tawa Raka
“hemmm… kenapa ea? … karna kamu manis,
baik sama semua orang, suka menolong, cerewet dan ga bisa diem” Jawab Raka
sembari memencet hidungku yang memang tak mancung.
“Terus kenapa kamu mau jadi pacar
kakak?” balas Raka bertanya padaku
“hehe…” jawabku sambil nyengir
“kenapa malah nyengir begitu, jadi
tambah jelek kan?” goda Raka
“iiiihhhhhh…” Ucapku manja sambil
mencubit lengan Raka.
Selesai makan kami pun memutuskan untuk
pulang.
Enam bulan berlalu, ternyata Ibu Raka
tak menyukaiku. Aku tak tau harus berbuat apa, karena aku sendiri memang tak
bisa menjalani hubungan jika tak mendapat restu dari keluarga. Ku putuskan
untuk berpisah dengan Raka, meski aku masih sangat menyayanginya. Begitupun
dengan Raka, karena kami sudah berbuat banyak untuk mendapat restu dari ibunya
namun hasilnya Nihil.
Ku buka buku yang di berikan padaku oleh
Ibu Raka sewaktu pamit pulang ke Jakarta. Ku baca bismillah dan ku baca tulisan
di buku itu, tulisan itu sangat ku kenal, tulisan tangan Raka.
Halaman pertama.
2 Februari 2011
My Dear Ina yang slalu ada dalam hatiku.
Perpisahan ini sungguh membuatku
terluka. Aku menyayangimu, aku mencintaimu, tapi aku juga menyayangi keluargaku
terutama Ibuku, mungkin ini jalan terbaik untuk kita. Jikapun kita berjodoh
kita akan di pertemukan kembali, karena tulang rusuk tidak akan pernah
tertukar. Semoga kamu bisa bahagia tanpaku…
Maaf aku tlah mengecewakanmu, maaf aku
tak bisa menepati janji janjiku…
Aku akan selalu menyayangimu Ina..
Halaman ke dua
30 Agustus 2011
My dear Ina..
Hari ini tepat setahun kita bersama.
Masih ku ingat wajahmu yang malu malu saat ku nyatakan cinta. Sampai saat ini
aku masih belum bisa melupakanmu. Dan kemarin Ibuku menjodohkanku dengan Wina,
wanita yang baik menurut ibuku. Namun aku tak bisa menggantikanmu dengan dia.
Aku ingin menolak namun aku tak bisa menolak keinginan Ibuku.
Aku ini lelaki bodoh, tak bisa berbuat
apa apa…
Ina… maafin aku… maaf… maaf
Halaman ketiga
5 Januari 2012
My Dear Ina
Hari ini aku merasa sangat merindukanmu.
Ingin ku menemuimu namun aku tak sanggup. Aku takut melukai perasaanmu kembali
jika aku menemuimu kelak.
Aku dengar kamu sudah mempunyai pacar
lagi, aku sangat senang mendengarnya. Aku turut bahagia karena akhirnya kamu
membuka hati untuk yang lain. Ku panjatkan doa semoga kamu bahagia. Ina sayang…
aku ingin melihat wajahmu yang sudah lama tak ku pandang. Terakhir ku lihat
setahun yang lalu, itu pun kamu acuh terhadapku.
Ina… aku hanya ingin minta maaf, karena
tak bisa menepati janji janjiku dulu. Ina sayang aku berdoa semoga kamu
bahagia… aku disini selalu mencintaimu.
Aku kembali meneteskan air mataku.
Tulisan ini yang bisa ku lihat sekarang, tulisan terakhir Raka sebelum
kecelakaan. Aku memang membencinya, waktu itu namun itu karena aku takut jika
aku terus mengharapkanya. Ternyata Raka masih menyayangiku sampai terakhir
hidupnya.
Cerpen yang berjudul "Waktu Yang Tak Dapat Kembali" merupakan sebuah cerita pendek percintaan karangan dari seorang penulis yang bernama Nafisa. Kamu dapat mengikuti blog penulis di link berikut: nafeesakansa.blogspot.com.
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - Waktu Yang Tak Dapat Kembali | Nafisa"