Cerpen Cinta - You And My Umbrella | Nur Cholifah
Tiga Puluh.
Tiga puluh menit sudah aku menunggu teman-temanku di gang depan desaku. Rencananya kami mau bolang ke Surabaya. Sebenarnya yang paling berkepentingan dalam perjalanan kami hari ini adalah Kevin dan Ken. Pasalnya mereka mau kirim hewan ke Sedang gitu… lewat jasa pengiriman Cargo. Maklumlah, dua sahabat kembarku ini punya usaha Petshop kecil-kecilan gitu deh…
Sementara aku nggak ada kepentingan
apa-apa. Cuman pengen ikut-ikutan aja. Tapi nggak tau kenapa aku yang paling
semangat. Liat aja, aku udah ganti posisi berkali-kali dari posisi duduk,
berdiri, trus duduk lagi, berdiri lagi. Udah Tiga puluh menit aku nunggu si
kembar belum dateng-dateng. Eh, ralat. Sekarang udah Tiga puluh lima menit.
Tiga puluh lima menit sudah aku menunggu
mereka. Huft… Dasar!. Bahkan mereka belum ada tanda-tanda kemunculannya.
Misalnya, kayak matahari terbit dari sebelah barat gitu. Oh, nggak itu lain.
Bahkan, nomernya mereka pun susah banget dihubungi. Wah… aku curiga.
Jangan-jangan mereka pergi tanpa aku. Aaahh!!!… Kog gitu sih?.
Sementara aku bingung dengan fikiranku
sendiri, tiba-tiba saja sebuah sepeda motor parkir tepat dihadapanku. Dua anak
lelaki berseragam olahraga kebesaran sekolah kami turun dari sepeda motor, lalu
menyalami seorang paruh baya yang mengantarkan mereka tadi. Orang itu memutar
sepeda motornya dan berlalu pergi setelah sebelumnya tersenyum kepadaku. Kini,
saatnya aku marah-marah!.
“Lama banget sih kalian?. Aku udah
nunggu lama tau!.” Ucapku kesel. Langsung saja pumpung ada kesempatan.
“Maaf… tadi nyempetin beli keranjang
plus wortel nih, buat si marmut.” Ujar Kevin, sambil menyodorkan keranjang
berisikan seekor marmut yang tengah hamil lengkap dengan wortelnya. Seketika
itu juga rasa kesalku pudar, begitu melihat kelucuan si marmut.
Lima menit kemudian kami sudah berada di
dalam angkutan umum menuju terminal. Sesampainya di terminal, aku tercengang
karena banyaknya orang yang lalu lalang. Dan aku tidak tau apa-apa. Tiba-tiba
saja suara teriakan Ken membuyarkan lamunanku.
Gila!. Aku hampir saja ketinggalan bus.
Dengan kecepatan tinggi, aku berlari
mengejar bus. Aku dapat mendengar suara teriakan Ken dan Kevin yang menyuruh
sopir bus menghentikan laju busnya.
Setelah bus bergerak perlahan, barulah
aku mampu meraih pegangan di pintu bus dan naik kedalamnya. Sambil ngos-ngosan
aku berusaha mengatur pernafasanku.
“Aliya… Kamu ngapain aja sih?,
sampai-sampai bus jalan kamu nggak tau?.” Marah Ken padaku. Aku cuman bisa
manyun. Padahal aku tadi udah nunggu lebih dari setengah jam aku nggak marah?.
Sekarang kenapa dia harus marah hanya gara-gara aku ketinggalan bus?. Uh…
Dasar!.
Karena baik aku, Kevin, maupun Ken nggak
kebagian tempat duduk, terpaksa kami harus berdiri. Aku berpegangan erat pada
pegangan yang memang di sediakan khusus bagi orang-orang yang tidak beruntung
seperti kami. Dalam tanda kurung orang yang nggak kebagian tempat duduk.
Aku cukup menikmati perjalanan dengan
bus ini, walaupun keseimbanganku payah sekali. Kenampakan sungai brantas di
sepanjang jalan menambah indah perjalanan kami. Aku menoleh menatap Kevin dan
Ken. Kedua sahabatku itu membalas tatapanku dengan tersenyum. Walaupun kami
sering berantem tapi kami cocok satu sama lain sebagai sahabat. Kami punya
Chemistry.
Tiba-tiba saja, karena tidak fokus
dengan pegangan yang tadi, aku oleng kedepan dan kepalaku terbentur bangku di
depanku. Aku nyengir kearah Kevin dan Ken. Mereka geleng-geleng. Maklum.
Sambil menunggu Ken dan Kevin yang
kebelet pipis, aku dan si Marmut duduk ditaman yang terletak di seberang jalan
terminal Bungurasih. Terminal yang kata Ken dan Kevin adalah terminal terbesar
se asia tenggara. Aku memperhatikan sekelilingku, sambil sesekali menggeleng
pelan saat ditawari taksi.
Ken yang pertama kali menghampiriku. Ia
mengambil alih keranjang berisikan marmut yang dari tadi kupegang. Ia
menuntunku bergabung bersama Kevin yang menunggu di samping Damri. Sebuah
kendaraan umum menuju Bandara Juanda.
Aku dan Ken duduk di depan sementara
Kevin memilih duduk sendirian disamping kami. Jujur baru pertama kali ini aku
pergi ke Bandara Juanda, makanya aku langsung terkagum-kagum begitu melihatnya.
Katrok banget ya, aku?.
Aku menikmati saat-saat berjalan di
trotoar yang indah dan bersih menuju logistik bandara. Aku begitu menikmati
pemandangan sampai-sampai aku tidak menyadari handphoneku bergetar beberapa
kali. Ternyata sms dari Putri, sahabatku.
From : Putri
“Aliya, Kamu kog nggak bilang-bilang sih
kalau mau ke Surabaya sama sikembar?”.
Kubalas saja asal-asalan.
Tak kusangka Putri terus membalas smsku
yang asal-asalan dengan kalimatnya yang aneh-aneh. Sampai akhirnya, ketika Aku,
Kevin dan Ken beristirahat dibawah naungan pohon kupu-kupu, Putri mengirim
pesan agak panjang.
From : Putri
“Kamu itu ya, terlalu fokus sama kembar.
Sampai-sampai kamu nggak tau khan kalau
ada temen kamu
Yang juga ingin diperhatikan?.
Kamu nggak tau kan kalau sebenarnya
Adrian itu suka sama kamu?.”
Kubaca berulang-ulang sms dari Putri.
Aku berusaha mencerna kata-perkata. Ken yang melihat perubahan mimik di
wajahku, tiba-tiba saja mengambil handphoneku. Ken membacanya dan menatapku
dalam diam. Begitu pula Kevin.
Sebenarnya kami terbiasa berlima. Kami
sahabat karib yang bertemu saat kelas dua SMA. Aku, Putri, Kevin, Ken dan
Adrian terbiasa bersama. Yang pada akhirnya, kami terbagi jadi dua grup,
dikarenakan kepribadian dan hobby yang sama aja sih. Aku dan Si Kembar
sementara Putri dengan Adrian. Tidak ada yang protes atau saling benci
sebelumnya. Hanya saja kali ini aku dan si Kembar pergi ke Surabaya bersama.
Aku mengantar mereka mengirim marmut lewat cargo dan mereka mengantarkanku ke
toko buku, begitu rencananya. Aku fikir tidak masalah jika aku pergi tanpa
harus bilang ke Putri dan Adrian. Karena mereka juga terbiasa, mereka juga bisa
leluasa pergi kemana saja tanpa bilang aku atau si Kembar.
Sekarang apa yang mesti kuketik untuk
membalas sms putri?.
Ken mengembalikan handphoneku. Aku
menerimanya.
“Sudahlah, mungkin Putri dan Adrian
marah karena kita pergi tanpa mereka. Makanya Putri sms kayak gitu. Udahlah,
palingan marahnya mereka Cuma sesaat.” Ujar Ken mencoba mencairkan suasana.
“Lupakan dulu masalahmu. Hari ini ayo
kita bersenang-senang.” Tambah Kevin
Iya benar.
Lupakan dulu masalahku. Hari ini aku
akan bersenang-senang.
Kevin dan Ken membantuku berdiri karena
sudah ada Damri. Aku kembali ceria begitu menaiki Damri dan melihat
pemandangan. Tapi seketika itu juga, badmood melandaku. Rasanya pengen cepat
pulang.
Kami tiba di toko buku yang ada disalah
satu mall. Aku langsung membeli buku tanpa memilih lebih lama. Kami singgah
sebentar di pom bensin untuk sholat Dhuhur dan Ashar di mushollanya. Setelah
itu kami langsung mencegat bus dan pulang.
Ternyata tidak mudah mencari bus jurusan
Mojokerto. Kami harus menunggu lama juga. Dan pada saatnya ketemu bus sudah
penuh. Terpaksa kami harus berdesak-desakkan. Ken memegang tanganku erat-erat.
Dan dengan sekali terobos kami sudah dapat tempat duduk untuk berdua. Aku duduk
dengan Ken sementara aku tidak tahu Kevin ada dimana.
Saat kami pulang hari sudah senja.
Langit berwarna jingga kemerah-merahan. Aku memandang Ken yang tengah
mengantuk. Kepalanya hampir oleng beberapa kali. Aku tertawa kecil melihatnya.
Bagiku Ken adalah tumbuhan Putri Malu.
Ia terlihat begitu berwarna dan ceria.
Dia juga punya duri yang menyakitkan ketika menusuk kulit. Dan duri itu tidak
hanya digunakan untuk melindungi dirinya. Tapi juga sahabatnya. Dia adalah
sosok pelindung yang manis. Setidaknya itulah yang kurasakan.
Sementara Kevin adalah Awan. Awan yang
begitu memukau dilangit. Dia tampak keren dan tegas. Tapi seperti Awan, Kevin
itu misterius sekali. Terkadang mendung tapi juga terkadang terlihat begitu
cerah.
Sedangkan Putri dan Adrian…
Entahlah, tiba-tiba yang terlintas di
otakku adalah pasir putih dan bunga dandelion.
Dan Aku?
Benda apa yang cocok untukku?.
Besoknya di Sekolah.
“Aliya…!!!” Teriak seseorang begitu aku
menginjakkan kaki di gerbang sekolah. Eh salah, dua orang. Dua orang yang
sangat aku hafal suaranya.
“Apaan sih, Ken?, Kevin?.” Kesalku.
Kevin dan Ken langsung mengapit tanganku
dan menggiringku ke halaman masjid.
“Ada apa sih?.” Tanyaku sekali lagi.
“Udah deh, ikut kita aja.” Kata Ken lalu
mendudukkanku di teras masjid sekolah.
“Emangnya ada apa?.” Kejarku.
“Pokoknya jangan masuk kelas …” Ken
keceplosan.
Aku memandangnya curiga, lalu beralih
memandang Kevin. Kevin membuang pandangannya kearah gedung yang dalam proses
pengerjaan.
Tanpa basa-basi aku langsung beranjak
dari dudukku dan menuju kelas. Ken berusaha mencegahku namun dapat segera
kutepis. Begitu menginjakkan kaki di tangga menuju kelas, feelingku sudah nggak
enak. Dan ketika sudah mencapai puncak tangga, telingaku dapat dengan jelas
mendengar suara yang juga sangat kukenal.
“Dasar wanita gampangan. Liat aja tuh
kelakuannya, sok-sokan berlagak alim.
Tapi kelakuannya, sama aja kayak cewek
jalanan.”
Cewek jalanan…
Dan suara itu…
“Perhatiin aja… masak anak cewek
bisa-bisanya jalan sama dua cowok sekaligus. Apanya kalau bukan cewek
gampangan.”
Cewek jalanan?.
Cewek Gampangan?.
Siapa?.
Dan suara itu…
Yah, itu adalah suara Adrian. Dan siapa
wanita yang ia maksud…
Hampir saja aku mundur, tapi tangan
Kevin menahanku. Setelah Kevin dan Ken berdebat singkat. Perdebatan yang tidak
bisa kudengar. Lengan Kevin mengapitku dan membawaku masuk kedalam kelas. Ken
mengikuti dibelakang.
Begitu pintu kelas dibuka, suara berisik
sahut-menyahut menertawai dan mengejek kami. Terutama aku dan… Kevin?. Kenapa?.
Apa masalahnya?.
“Sudah anggap saja kamu tuli. Nggak usah
didengerin.” Bisik Kevin ditelingaku.
Tapi aku tidak tuli Kevin?.
Aku bisa mendengar semua ucapan mereka.
Tapi aku tidak bisa melawan.
Kevin mendudukkanku di bangkunya.
Sementara Ken menyeret bangku yang biasa kutempati dan duduk disampingku.
Wajahku tertunduk dengan sendirinya. Berusaha meredam ucapan-ucapan Adrian yang
makin lama makin keterlaluan. Apa yang sebenarnya terjadi selama aku bolos
sehari?.
“Alliya.. Risih deh, lihat kamu duduk
diapit dua cowok kayak gitu…” Celetuk salah satu temanku. Biasa, komplotannya
Adrian.
“Diem deh loe… Emangnya gue nggak risih
apa liat muka loe…”
Baru saja aku mau buka mulut, tiba-tiba
saja Kevin udah nyeletuk duluan. Aku belum pernah mendengar Kevin berkata
sekasar ini.
“Ken, ajak Alliya keluar.” Bisik Kevin
kepada Ken yang dapat kudengar dengan jelas.
Ken menarikku keluar kelas. Sebelum
menuruni tangga, aku sempat mendengar Adrian berkata:
“Liat aja, bentar lagi pasti si Alliya
itu hamil. Tau deh, sama si Kevin atau kembarannya.”
Setelah itu aku tidak dapat mendengar
apa-apa lagi. Kecuali kata-kata kotor yang dikeluarkan Adrian.
Ken mendudukkanku di pinggir sungai yang
ada di samping kiri sekolah. Tempat kami biasa bermain saat pelajaran kosong.
Seperti sekarang. Ken berusaha menceritakan hal-hal yang indah. Tapi tidak
satupun yang masuk ke otakku. Yang ada hanya kata-kata kasar dari Adrian.
Cewek jalanan.
Cewek Gampangan
Dan Hamil?.
Kenapa dia bisa berkata seperti itu.
Dan, komplotannya juga tuh.
Adrian. Sebelum jadi teman kami
berempat, dia memang sudah terkenal. Punya banyak teman dari berbagai kalangan.
Jadi nggak heran, kalau ada masalah kayak gini, banyak teman yang membantunya.
Nggak peduli dia benar atau salah.
Sementara Kevin..
Dengan sifatnya yang cuek dan angkuh
itu… Dia susah banget dideketin. Lagipula dia juga biasa sendiri walaupun punya
saudara kembar.
Yah, Kevin terbiasa sendiri.
Sendirian.
Oh. Astaga..!
Kevin sendirian dikelas bersama Adrian
dan komplotannya?.
“All.. Feelingku nggak enak nih, aku
cabut dulu ya?.” Ujar Ken kalang kabut.
Kayaknya Ken punya fikiran yang sama
dengan aku.
“Aku ikut.”
“jangan. Kamu disini saja sama Putri.”
Kata Ken dan langsung pergi.
Aku memandang Putri heran. Sejak kapan
dia ada disini?. Putri duduk disampingku. Ia menarik kepalaku dibahunya. Sempat
aku ingin menangis, namun dapat segera kukuasai diriku. Aku bangun kembali.
“Putri tolong jelaskan apa yang terjadi
kemarin. Selama aku ke Surabaya?.” Ucapku.
Putri menggeleng pelan.
“Aku sudah bilang ke kamu kan kalau
Adrian suka sama kamu?.”
Aku ingin membuka mulut, namun dengan
segera Putri menambahi.
“Dan, Adrian tahu kalau kamu dan Kevin
udah jadian.”
Oh… Aku mengerti.
“Aku bisa paham bagaimana perasaan
Adrian. Dari kita berlima, dia saja yang nggak tau kalau kamu udah jadian sama
Kevin. Dan begitu dia tau… Dia juga menyadari kalau dia suka sama kamu.”
Aku diam seketika.
“Lagian kamu juga terlalu asyik sama
Kevin dan Ken tanpa sedikitpun peduli kalau kami juga sahabat kalian.” Tambah
Putri
Mulutku membuka ingin protes. Tapi tidak
ada sepatahkatapun yang mampu kuucap.
Sekarang aku harus bagaimana?. Sementara
difikiranku saat ini hanya ada Kevin.
Kevin…
“Aku pergi dulu.” Ucapku begitu saja.
Aku bergegas sebelum Putri sempat menahanku.
Sewaktu aku berlari hujan hanya
rintik-rintik, namun begitu kaki ini menyentuh batas antara pintu keluar dan
pintu masuk sekolah, hujan bagaikan air yang menggenang dan ditumpahkan dari
langit. Benar-benar kuasa Allah. Sungguh dramatis sekali.
Dan aku muak melihatnya. Hujan. Walaupun
hujan adalah rahmat tapi aku tidak suka melihatnya kali ini. Karena ini akan
menghambatku mencari Kevin. Aku sudah berhasil mencapai masjid, tinggal sedikit
lagi aku mencapai kelasku dan Kevin.
Tiba-tiba saja tangan seseorang menarik
lenganku. Aku berontak, namun aku kalah. Tangan itu menarikku ke sisinya dan
melepaskanku. Entah mengapa, aku menurut. Aku menurutinya dengan diam dan tidak
berusaha lari. Karena dia. Dia yang menarikku dan membawaku kesisinya adalah
Kevin. Kevinku.
Kevin mengeluarkan payung lipat dari
tasnya dan memayungiku. Ia memegang tanganku dan menggegamkannya di pegangan
payungnya. Hal itu terjadi begitu saja tanpa aku sempat berkedip.
“Ngapain sih ujan-ujan kayak gini?. Sok
dramatis banget.” Ujarnya.
Aku memandang wajahnya yang masih sama
dengan pertama kali aku bertemu dengannya di perpustakaan dulu. Hanya saja
sedikit guratan kedewasaan tampak diwajahnya. Tapi bukan itu yang kucari.
“Biasa aja kali mandangnya?.” Ucap Kevin
sambil menggerak-nggerakkan tangannya didepan mukaku.
“Apa?. Kamu kecewa, karena nggak
ngelihat wajahku babak belur biru-biru kayak anak yang habis berantem?.”
Imbuhnya sambil mengusap kepalaku.
“Kamu nggak habis berantem kan?.”
Tanyaku.
“Tadinya.”
Aku memandangnya tak berkedip.
“Sudahlah. Putri lebih membutuhkanmu
saat ini.”
“Kamu gimana? Aku anterin sampai gerbang
ya?.”
“Sudah nggak usah.”
Kevin mengalungkan tasku dibahuku. Aku
tersenyum memandangnya. Memandang bahunya yang makin menjauh ditengah-tengah
hujan. Saat ada masalah gini, Kevin terlihat romantis sekali. Bukan berarti aku
selalu ingin ditimpa masalah.
Mataku menatap sekelebat wajah Putri di
antara payung-payung yang terbuka.
“Putri bareng yuk?.”
Iseng aku buka facebook. Dan jegreng… Di
wall facebookku, status Kevin terletak dideretan paling atas. Aku tersenyum
membacanya. Lalu aku comment di bawahnya.
“Dalem amat?.”
Kevin membalasnya dengan chatting.
“Itu untukmu Alliya.”
“Aku tau.”
“Perbaiki persahabatanmu dengan Putri
dan Adrian. Kamu nggak mau kan liat wajahku jadi biru?.”
“Ya…ya…ya…”
“Tidak peduli Adrian atau siapapun yang
salah. Kamu harus tetap minta maaf.” Chat terakhir Kevin.
What?.
Aku yang dikatain Cewek jalan, Cewek
gampangan, Hamil duluan?
Trus aku juga yang harus minta maaf?.
Lagian Kevin mau digebugin anak sekelas,
aku juga yang harus minta maaf?.
Teringat akan ucapan Putri saat pulang
sekolah.
“Adrian kayak gitu ke kamu Alliya, itu
cuman karena dia cemburu. Dia juga ingin diperhatiin kayak kamu memperhatikan
Kevin. ”
Bo-Do.
Apa kayak gitu caranya mengungkapkan
rasa cemburu?.
Mungkin tawuran aja sekalian. Eh, aku
kog sadis ya?.
Teringat lagi akan ucapan Putri.
“Mau nggak mau kamu yang harus ngeakhiri
ini semua. Kamu nggak mau kan, Adrian dan Kevin berantem gara-gara kamu?. Ingat
Alliya, kita ini sahabat.”
Lalu ucapan Kevin.
“Tidak peduli Adrian atau siapapun yang
salah. Kamu harus tetap minta maaf.”
Oh… Wow!
Begitu kerennya ya aku?. Bisa direbutin
oleh dua cowok?. Aku mulai berfikir untuk ngelirik Ken. Dan aku sudah gila
kalau sampai melakukan hal itu.
AaarrrggHHH… Udah ah!. Aku mau tidur.
Kututup laptopku begitu saja, tanpa
kumatikan lebih dahulu.
Aku GALAU.
Berangkat sekolah dengan galau. Yah,
akulah orangnya. Dan sialnya, pagi ini turun hujan. Untung aja, aku bawa
payungya Kevin yang kemarin. Walaupun aku dan Kevin hari ini terpisah. Tapi aku
dan payungnya akan selalu bersama. Ah… Norak!.
Kalau seandainya aku ketemu Kevin pas
lagi kehujanan, aku akan menyanyikan petikan lagu Umbrellanya Rihanna yang..
“Now that it’s raining more than ever
Know that we still have each other
You can stand under my Umbrella”
Dan memayunginya dengan paying ini. Ah..
Norak.. Norak…!
Segera kutepis pikiran norakku barusan.
Gila, galau juga bias bikin otakku konslet juga.
Entah karena tidak mujur, sial, atau
tidak bejo aku ketemu sama si nyebelin? Adrian yang tengah berlindung di bawah
pohon mangga dengan baju basah kuyup. Antara tega nggak tega. Antara Ikhlas dan
dongkol aku nyamperin Adrian. Dan adegan romantis yang ingin kulakukan dengan
Kevin kulakukan dengan Adrian. Menyebalkan.
Aku memayungkan separuh payungku ke
kepala Adrian. Ia menatapku.
“You can stand under my Umbrella.”
Yah.. akhirnya kalimat itu yang dapat
terucap oleh mulutku.
Tanpa memperhatikan arti kalimatku yang
tadi. Entah itu stand-kek, move-kek aku dan Adrian berjalan bersama bernaungkan
payung Kevin. Sungguh tragis.
“Alliya, maafin aku ya?.” Ucapnya
Maaf-maaf… Nggak usah ada UUD 1945 kali
kalau semua bisa diselesein dengan kata maaf.
Aku cuma nyengir.
“Kemarin Kevin udah cerita panjang lebar
ke aku. Aku juga udah lega dengan ngeluarin semua uneg-uneg yang ada di hatiku
ke Kevin. ”
“Kapan?.” Tanyaku cepat.
“Saat kamu ditarik keluar sama Ken. Saat
itu Kevin ngajak ngomong baik-baik. Walaupun caraku menerimanya kasar. Tapi
well, Kevin adalah temen yang baik bagiku.”
Oh…jadi, saat aku ngira Kevin digebugin
sama anak sekelas itu ya?. He..he.. jadi malu.
Aku tersenyum.
“Adrian. Kalau disuruh milih antara
sahabat atau pacar kamu pilih yang mana?.” Tanyaku lirih. Tentu saja, Adrian
nggak denger.
“Apa?”
“Nggak kog.”
Sebagai bentuk permintaan maaf kami
kepada Putri dan Adrian, kami berlima bolang lagi
ke Surabaya dengan tujuan nggak jelas.
Yah.. yang penting mereka seneng aja.. Disela-sela percakapan kami, aku
berusaha mendekati Ken dan berbisik ditelinganya.
“Ken waktu aku galau di pinggir sungai
itu, kamu kan ada feeling nggak enak tuh, trus kamu kemana?.”
“Jangan bilang siapa-siapa ya?.”
Aku mengangguk. Ken menempelkan mulutnya
di telingaku.
“Aku ke WC kebelet pup.”
Hah???..
Udah deh, tawaku keluar dan nggak bisa
ditahan. Sampai-sampai temen-temen ngira aku kesurupan. Bagai nyanyian
pengundang hujan. Begitu aku tertawa hujan langsung tumpah dari langit.
Teman-teman sibuk mencari tempat berlindung. Sementara aku dengan santainya
mengeluarkan payung dari tasku dan menggaet tangan Kevin.
“Kevin tenang. Ada aku dan payungmu.
Kita nggak akan kehujanan.”
Akhirnya moment yang kutunggu-tunggu.
Aku bisa memayungi Kevin!. Namun begitu aku meletakkan payung di atas kepala
Kevin tiba-tiba saja teman-temanku pada ikut nimbrung. Sialan.
“Ndag mau, ini payungku dan Kevin saja.”
Teriakku.
“When the sun shines We’ll shine
together
Told you I’ll be here forever
Said I’ll always be your friend
Took an oath
I’mma stick it out ’till the end
Now that it’s raining more than ever
Know that we still have each other
You can stand under my Umbrella”
Jika kau tanya padaku diantara sahabat
atau pacar aku pilih yang mana. Aku akan menjawab dengan statusnya Kevin.
“Didalam persahabatan selalu ada cinta.
Karena cinta itu adalah persahabatan. Dan persahabatan adalah cinta. Tinggal
bagaimana kita memanage cinta itu. Kalau bisa aku akan merangkul keduanya.”
Cerpen yang berjudul "You And My Umbrella" merupakan sebuah cerita pendek karangan dari seorang penulis yang bernama Nur Cholifah. Kamu dapat mengikuti facebook penulis di akun: www.facebook.com/Iefhamoea
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - You And My Umbrella | Nur Cholifah"