Cerpen Cinta - Mimpi | Mayang Saputri
Derap langkahku yang berlari tergesa
memecah kesunyian lorong rumah sakit yang tampak muram.
“pulanglah Cleo. Papa sakit,” ucapan mamaku di telepon siang tadi masih terngiang di telingaku. Aku memang tinggal di kota lain semenjak duduk di bangku kuliah, dan hari ini aku harus pulang lantaran Papa masuk rumah sakit.
“Papa!” aku langsung menghambur memeluk
papa yang tampak sedang memejamkan matanya. Mama yang tengah terkantuk-kantuk
langsung terkejut melihatku masuk tanpa salam.
“Sayang.. Sssstt, papa baru saja
tertidur. Biarkanlah ia istirahat dulu.”
“bagaimana keadaan papa, Ma?”
“Sudah lebih baik. Tidak perlu
khawatir.” mama berusaha menenangkanku, namun dapat kutangkap raut cemas dan
lelah dari wajahnya. Ah, kasihan mama.
Malam ini mama memintaku menjaga papa
sendirian karena mama harus mengambil beberapa keperluan selama berada di rumah
sakit. Aku pun mengiyakan, meskipun aku sangat benci berada di rumah sakit
apalagi jika sampai harus bermalam. Aku benci lorong dan dinding-dindingnya
yang pucat, dan aku selalu merasa ada bau mayat di mana-mana. Namun melihat
wajah mama yang tampak begitu lelah dan kusut, rasanya mustahil bagiku untuk
mengatakan tidak.
Aku baru setengah tertidur ketika
kurasakan sebuah tangan menyentuh pundakku perlahan. Aku agak terperanjat.
“Cleopatra..” terdengar sebuah suara
memanggil namaku. Seketika kuputar kepalaku ke arah belakang, mencoba mencari
tahu siapa pemilik suara itu.
Dia berdiri di belakangku, sebuah senyum
tersungging di bibirnya. Entah dari mana datangnya pria itu. Aku hanya
memandangnya dengan penuh rasa heran.
“Kau baik-baik saja, Cleo? Mengapa baru
sekarang kau datang kemari?”
Aku mengernyitkan keningku tanda tak
mengerti. Kuputar otak, mencoba mengingat siapa pria ini?
“Mungkin kau sudah tidak mengenalku,”
ucapnya sambil melangkah keluar dari kamar. Ku lihat papa masih lelap tertidur,
dan sedetik kemudian aku sudah berlari mengejarnya.
“Hey, tunggu! Kau siapa?” tanyaku sambil
berusaha menjajari langkahnya. Ia hanya tersenyum tanpa memandangku.
“Dan.. bagaimana kau bisa berada di
kamar papaku?” lagi-lagi ia hanya tersenyum.
“Lalu.. kenapa kau bisa tau namaku?
HEY!!” aku masih tak menyerah, kunaikkan volume suaraku. Sepertinya kali ini
berhasil, ia menghentikan langkahnya secara tiba-tiba.
“Aku Clay,” ia memandangku, wajahnya
begitu dekat dengan wajahku. Lalu ia tersenyum. Ah, senyum itu! Senyum itu menimbulkan
rasa ngilu di hatiku. Cahaya lampu lorong rumah sakit tampak sedikit menyinari
wajahnya, pria yang mengaku bernama Clay itu. Dan, hey!! Aku seperti tak asing
dengan wajah itu.
Tapi.. Entahlah. Aku ingin bertanya,
tapi baru saja aku akan membuka mulutku ia sudah menarik tubuhku mendekat ke
arahnya. Clay berbisik di telingaku, begitu dekat..
“tak usah bertanya, ikutlah denganku.”
Jantungku berdesir. God, perasaan macam
apa ini?
Malam ini adalah malam ketiga aku dan
Clay berada di bukit ini. Clay yang membawaku kesini. Aku berbaring di atas
rumput, Clay berbaring disampingku. Tangannya tampak mengarah ke langit,
menunjuk sebuah bintang.
“Bintang itu kuberi nama Cleopatra.”
Aku menatap bintang yang ditunjuknya.
Beberapa saat kemudian, kualihkan pandanganku ke wajah Clay. Senyum itu masih
ada disana. Tiba-tiba, sebuah perasaan aneh muncul. Aku merasa pernah berada di
situasi seperti ini. Dejavu!
“Siapa kamu sebenarnya?” aku bangkit dan
menatap Clay tajam.
“Kau akan tau nanti Cleo.”
“Aku pasti mengenalmu, Clay! Aku yakin
aku..”
“Sudah aku bilang, kau akan tau nanti.”
Rasa itu kembali menyeruak di hatiku,
menciptakan sensasi aneh yang menjalar ke seluruh tubuhku. Aku lemas. Malam
itu, Clay menggendongku di punggungnya dan membawaku menuruni bukit. Entah
kenapa, tiba-tiba aku merasakan kantuk yang begitu luar biasa.
Aku membuka mataku perlahan, kepalaku
masih terasa sedikit berdenyut. Kemudian baru aku menyadari, aku berada di
sebuah tempat yang tak ku kenal. Aku berada di sebuah kamar luas berdinding
biru. Warna favoritku. Aku mengucek mataku, lalu memandang berkeliling. Kamar
ini…
“Kau suka warna dindingnya?” suara
seseorang membuat kesadaranku pulih sepenuhnya.
“Clay!!! Kenapa kau selalu
mengagetkanku? Kau ingin aku mati terkena serangan jantung?!” kusemprot Clay
tanpa ampun.
Clay hanya tertawa kecil mendengarku
marah-marah.
“Sudah lama sekali aku tak mendengar
teriakanmu. Kau tampak makin cantik saat meledak. Hey Cleo, taukah kamu betapa
aku sangat merindukanmu?”
Sial! Lagi-lagi aku merasa dejavu!
Tak salah lagi, aku kenal kamar ini.
Tapi entah kapan dan di mana. Warna dindingnya, aromanya, letak
barang-barangnya. Yang pasti, semua tampak begitu kukenal, sama seperti Clay.
Aku tak tau dan tak ingat siapa dia, tapi aku yakin aku mengenalnya.
Sejak pertemuanku dengannya beberapa
hari yang lalu, aku merasa seperti di lempar ke dalam dimensi lain, menembus
batas waktu dan alam bawah sadarku. Entah mengapa, aku merasa begitu akrab
dengan semua hal tentang Clay, merasa pernah mengalami semua hal yang aku
lakukan bersamanya, dan merasa pernah berada di tempat-tempat di mana Clay
membawaku.
Argh! Semua ini membuatku merasa hampir
gila!
Sekeras apapun aku berusaha mencari tau
dan mengingat siapa dia, tetap saja tak bisa. Aku selalu menemui jalan buntu.
Clay tetap menjadi sebuah misteri.
Kulempar batu kecil itu sejauh mungkin
ke tengah lautan. Batu itu langsung hilang tertelan ombak yang menggulung
menuju ke arahku yang berdiri kaku di tepi pantai. Ombak itu semakin kecil
hinnga akhirnya sampai di tempatku berdiri dan menabrak kakiku. Dapat kulihat
dari sudut mataku, Clay tersenyum memandangku. Ia berdiri tak jauh dariku,
memperhatikanku yang tengah asik melemparkan batu-batu kecil ke dalam air.
Angin malam yang dingin berhembus meniup
rambutku dan membuatnya tergerai.
“Sampai kapan kau akan melempar
batu-batu itu, Cleo?”
Clay mendekatiku, melepaskan jaketnya
dan memakaikannya di tubuhku.
“Sampai tak ada lagi batu di sini,”
jawabku.
Sesaat, suasana terasa begitu sunyi. Tak
ada seorangpun di antara kami yang mengeluarkan suara. Hingga terdengar Clay
menarik napasnya berat.
“Maafkan aku Cleo..” suaranya terdengar
lirih.
“Untuk apa Clay?”
Clay menggenggam erat tanganku, matanya
menatap lekat wajahku. Oh Tuhan, di mana aku pernah melihat wajah pria ini
sebelumnya?
Aku menatap Clay dengan perasaan tak
menentu.
Hey, kemanakah senyum itu?
Senyum yang selama ini tak pernah hilang
dari wajahnya, kini lenyap. Berganti dengan mendung yang terlihat jelas
menutupi wajah teduhnya.
“Maaf telah mengganggu hidupmu. Aku
hanya merindukanmu. Sangat merindukanmu. Lama sekali aku menunggumu. Lama
sekali Cleo, sejak terakhir kali aku meninggalkanmu dan pindah ke kota lain.”
Aku masih tak mengerti dengan maksud
perkataan Clay. Tapi aku berusaha tetap tenang dan mendengarkannya.
“Aku hanya ingin memberikan ini, sesuatu
yang tak pernah sempat aku berikan padamu. Sudah sangat lama aku menyimpannya.”
Clay meletakkan benda itu ditanganku.
Aku ingin melihat benda itu, namun tangan Clay menahanku.
“Tidak sekarang Cleo. Lihatlah nanti
saat kau kembali dari sini.”
“Clay..”
aku belum sempat berkata apa-apa ketika
kurasakan pandanganku sedikit kabur.
“Aku mencintaimu Cleo..” itu adalah
kata-kata terakhir yang kudengar sebelum aku kehilangan kesadaranku. Lalu semua
menjadi gelap.
Kurasakan tubuhku mulai diguncangkan
dengan cukup kuat. Cukup kuat untuk membuatku terbangun.
Hah? Dimana aku?
Hal pertama yang kulihat adalah sosok
seorang wanita berbaju putih yang tampak memandangku dengan cemas.
“Mbak tidak apa-apa? Tadi mbak
mengigau.”
Ah, ternyata perawat itu yang
mengguncangkan tubuhku. Aku kaget saat menyadari bahwa aku masih berada disisi Papa,
tertidur di samping ranjang.
“suster? Ada apa?” tanyaku bingung.
“Tadi mbak mengigau dan
memanggil-manggil nama seseorang.”
Aku segera melihat jam tanganku. Pukul
04.00 dini hari.
“Hari apa ini?” tanyaku.
“Senin.”
Astaga!! SENIN??
Jadi, ini masih hari senin, hari yang
sama dengan hari saat aku datang. Lalu, Clay?
Aku pun terkulai lemas menyadari semua
yang kualami dengan Clay ternyata hanya mimpi. Anehnya, semua tampak begitu
nyata bagiku.
“Mbak tadi memanggil nama Clay, anda
saudaranya?” pertanyaan perawat itu membuatku tersentak.
“Anda kenal Clay?” tanyaku dengan panik.
“Yaa.. Clay adalah pasien di sini. Dia
dirawat di kamar ini. Tapi..” perawat itu tak melanjutkan penjelasannya.
“Tapi apa?”
“tapi itu dulu. Clay sudah meninggal 3
hari yang lalu. kasihan sekali, tak ada satupun keluarganya yang mendampingi
saat dia sakit.”
apa? Wajahku pucat pasi mendengarnya.
Ini semua sangat tidak masuk akal bagiku.
Tiba-tiba, sebuah benda terjatuh dari
genggamanku. Sebuah kalung, lengkap dengan liontinnya. Dengan gemetar, kuambil
kalung itu. Aku teringat ucapan Clay dimimpiku tadi. Perlahan ku buka liontin
itu.
Napasku tercekat.
Disana, tampak sebuah foto seorang gadis
kecil dan seorang anak laki-laki yang sedang tertawa memamerkan gigi mereka
yang ompong.
Disebelahnya tertulis : “CLEOPATRA ?
CLAYTON – 2000”
CLAYTON!!!
Cerpen yang berjudul "Mimpi" merupakan sebuah cerita pendek karangan dari seorang penulis yang bernama Mayang Saputri. Kamu dapat mengikuti facebook penulis di akun berikut: ayank_bepe[-at-]yahoo.co.id
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - Mimpi | Mayang Saputri"