Cerpen Cinta - Mr. Ice Cream | Eka Suzie
Ini sudah mangkuk es krim kedua yang aku lahap malam itu, tak peduli aku sudah dua jam duduk di kedai ini. Pelayan tua kedai itu kadang sesekali memalingkan tatapannya dari Koran pagi harinya kearah ku. Mungkin dia pikir aku kurang waras, di cuaca sedingin ini dan sedang hujan deras di luar sana, ada gadis yang masih menikmati es krim sampai mangkuk kedua, tenang saja pak tua, gumam ku dalam hati, mungkin akan ada mangkuk yang ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Aku tak peduli.
Hap, sendok demi sendok aku nikmati,
tatapanku hanya menatap kosong pada suatu titik sembarang di sudut kedai itu.
kenangan demi kenangan aku putar di pelupuk mataku, seperti komedi putar yang
sedang memutar scene demi scene. Membuat hati ini campur aduk dan sedikit
sesak. Me-rewind semua rutinitas gila makan es krim ini dari mana asalnya, kalo
bukan dari dirinya.
3 tahun yang lalu. Di kedai es krim yang
sama
Wajahnya yang sedikit pucat dan tirus,
rambut nya yang agak panjang, sedikit berantakan, dia tersenyum menatapku
penasaran, menunggu pendapatku tentang rasa es krim yang barusan aku cicipi.
“Gimana?” tatapnya penasaran, air
mukanya mulai serius melihat ekspresiku yang mengerutkan dahi seperti ada yang
salah dengan es krim yang kumakan.
“Tunggu!” jawabku sambil memutar mata
seolah berfikir serius mendikripsikan Sesuatu yang sedang lumer dilidahku, lalu
ku coba sesendok lagi, sok-sokan lagaku seperti tester sejati.
“Enaak!” Seru ku.
Dia tersenyum kecil dan menjewer pipiku,
protes melihat ekspresi ku yang menipu. Aku lantas mengerenyit sambil mengusap
pipiku yang dijewernya.
Ya, Dialah Keylan. Key dan Aku pertama
kali bertemu di laboratorium praktikum kimia dasar, Dia yang mengembalikan
modul praktikumku yang tertinggal di laboratorium. Disitulah kami berkenalan,
dia sebenarnya seniorku di kampus, usianya terpaut dua tahun lebih tua dari
umurku.
Key mengambil cuti selama satu tahun di
awal perkuliahan oleh sebab itu ia sering meminjam buku catatanku untuk
mengejar ketinggalannya. Sebagai imbalan nya Key sering mentaktirku es krim.
Berawal dari sebuah catatan dan secorong es krim di kantin kampus-lah
pertemanan kami semakin akrab.
Key dan aku adalah sosok manusia yang
mempunyai hobi yang bisa di bilang terbalik, Key adalah cowok dengan hobi
membuat cake atau makanan manis. Sedangkan aku adalah cewek dengan hobi nonton
sepak bola dan nonton serial kartun Kapten Tsubasa. Terbalik bukan?
Mr. ice cream adalah panggilanku
untuknya. Cowok berbadan kurus dan tinggi ini bisa di bilang addicted dengan es
krim, seperti sesuatu yang tak bisa di pisahkan. Karena hobi dan mimpinya ingin
mempunyai usaha di bidang kuliner itu, Key mengambil Cooking Class khusus
membuat pastry. Key termasuk golongan cowok yang cool dan tak banyak bicara,
Terkadang Key tidak bisa di tebak serta penuh kejutan.
Sore itu, Key dengan sengaja menculikku
dari kampus, Key mengajakku berkunjung ke kedai es krim yang konon katanya
sudah ada sejak jaman kolonial belanda. dan aku percaya itu, karena bangunan
kedai itu sudah tua, interior kedai itu pun terlihat seperti di museum–mesueum
sejarah, seperti meja kasir dan pintu yang sedikit tinggi terbuat dari kayu oak
yang berpelitur, mesin kasir nya pun antik dengan type model tua, di sisi
sebelah kiri kedai terdapat roti-roti yang masih hangat terpajang dalam etalase
tua, Demikian juga alat penimbangan kue yang sudah tua, bahkan pelayan nya pun
tak ada yang muda, semua tua.
Key bercerita sambil menerawang kearah
langit-langit, kalo dia sering makan es krim di sini ketika masih kecil bersama
ibunya. Ia menceritakan kesukaannya terhadap tempat ini dan kegemaran nya makan
es krim, alasan dirinya suka sekali makan es krim karena ibunya pernah
mengatakan bahwa makanan yang manis itu bisa mengobati patah hati dan bad mood.
Aku hanya menatap wajahnya yang masih
sedikit pucat dan mendengarkannya dengan setia karena antusias dengan apa yang
ia lakukaan atau ia ceritakan.
“Semua orang hampir menyukai es krim
bukan?” dia menatap ku lagi. Sialnya aku tertangkap mata karena menatapnya
lamat-lamat, aku memalingkan wajah dan menyibukan diri dengan mengambil roti
tanpa isi dan ku jejali roti itu dengan es krim tutti fruiti-ku.
“Termasuk kamu yang rakus, makan es krim
sama roti” protes nya sambil tertawa kecil melihat kelakuanku melahap roti isi
es krim.
“ini Enaaak, coba deh Key” sambil
menyodorkan roti isi es krim kepadanya sebagai upaya mengkamufalse salah
tingkahku barusan. Key lantas mencoba mengunyahnya dengan lahap, lalu tersenyum
lagi tanda setuju kalo itu kombinasi yang enak.
“yeee, enak kan, sekarang Key ketularan
rakus” aku tertawa puas. Dan key menjewer pipiku lagi. Kami pun kembali tertawa
riang.
Mungkin, para pengunjung di kedai itu,
melihat Aku dan Key seolah pasangan kekasih romantis, yang sedang bersenda
gurau. Tapi mereka salah besar. Kami tidak pacaran, tepatnya key punya pacar.
Key berpacaran dengan Amerina. Mengenai Key dan Amerina aku tak tahu banyak
karena Key jarang sekali bercerita tentang hubungan mereka, setahuku mereka
menjalin pertemanan semenjak mereka duduk di bangku SMA, lalu mereka saling
menyukai dan berpacaran, Amerina adalah gadis cantik, anggun, smart dan
terlihat kalem, menurutku Amerina seperti Key versi cewek. Hanya itu yang ku
tahu.
“Pulang yuk ran, nanti ketinggalan
jadwal nonton Tsubasa ” ajak Key kepadaku sekaligus mengingatkan.
“Iya, hampir lupa.. ayook” jawabku
sambil beranjak dari kursi. Mengikuti punggung Key yang sudah berjalan terlebih
dahulu meninggalkan kedai itu.
2 Tahun yang lalu. Di kedai es krim yang
sama.
Key tersenyum simpul penuh arti dan
terlihat lebih menarik dengan kemeja abu-abu bermotif kotak-kotaknya kali ini
rambutnya terikat rapih.
“Ta daaaa, Happy Birth Day” Key
menyodorkan sesuatu. Aku diam terpaku tak menyangka. Sebuah surprise!!
Malam itu di hari ke lima belas di bulan
September, Key membuatkanku kue ulang tahun dengan motif bola dengan dominasi
warna biru dan putih, seperti warna club kesukaanku, Chelsea. Lengkap dengan
tulisan “Happy Birth Day Rana” di atas kepingan cokelat putih yang membuat kue
itu semakin cantik dan tak lupa lilin dengan angka kembar dua-puluh-dua.
“Jangan lupa berdoa dan make wish ya”
Key tersenyum Simpul lagi.
Aku meniup lilin angka kembar itu, dan
memejamkan mata dalam dua detik membuat permohonan. Kami merayakannya hanya
berdua saja. Menikmati kue tart buatan Key dan es Krim tentunya.
“Rio, belum telepon juga?” Key bertanya
singkat.
Rio? Kenapa Key nanya Rio lagi sih?. Aku
hanya menggeleng. Singkat cerita, Rio adalah pacarku. tepatnya seminggu yang
lalu, jadi sekarang dia sudah menyandang gelar mantan pacar. Rio dan Aku
bertahan pacaran hanya lima bulan saja. Kami menjalani hubungan LDR alias Long
Damn Relationship, atau pacaran jarak jauh, Akhir-akhir ini komunikasi kami
mulai terasa tidak lancar. Di tambah Rio yang tidak pernah suka dengan hobiku
yang menyukai sepak bola. Terkadang itu menjadi bahan pertengkaran kami. Pada
akhirnya kami memutuskan hubungan secara baik-baik. Tak ada yang harus di
pertahankan.
“Sudah, jangan sedih. Mungkin dia sibuk”
ujarnya seraya menghiburku.
Puh, tak ada telepon pun tak masalah
bagiku, lalu ku hanya diam dan menikmati es krim dan kuenya lagi.
“yang penting…” Ujar Key. Hening sejenak.
Aku menunggu Key melanjutkan kalimatnya. “Ayah dan Adik, sudah telepon”
lanjutnya sambil tersenyum
Aku mendongak, menatapnya lekat-lekat
lalu membalas senyumannya “Tentu saja, itu yang penting” timpalku kepadanya.
Kamu juga penting Key.
Key selalu peduli dan selalu mencoba
menghiburku. Seorang teman yang selalu ada untukku, diberikan surprise seperti
ini adalah pertama kali dalam hidupku, ada orang lain di luar anggota
keluargaku yang membuat perayaan spesial seperti ini khusus untukku hanya
seorang teman seperti Key yang melakukannya. Teman? Lalu bagaimana dengan
Amerina? Apakah dia melakukan hal yang sama kepadanya?
Pertanyaan-pertanyaan ini tiba-tiba
muncul di kepalaku, Mengapa aku ingin tahu detail bagaimana Key memperlakukan
Amerina? Bukan kah sebelumnya aku tak pernah peduli?
“Barusan make a wish apa?” Pertanyaan
Key membangunkan ku dari lamunan akibat pertanyaan–pertayaan aneh yang
bermunculan dari kepalaku.
“Rahasia” Aku menjawab spontan. Lalu
memasang muka jahil.
“Pelit” Key pura-pura ngambek.
“Anyway Key, thank a lot, you’re my
best” Aku tersenyum. aku bahagia malam ini.
“Any time, Ran” balas Key. Tersenyum
simpul.
Malam itu di umur ku yang bertambah, Aku
menyadari seorang duduk dihadapanku seperti sebuah es krim yang dalam diamnya
terlihat cool, dalam senyumnya terasa manis, dan dalam katanya terdengar
lembut. Dia yang membuatku menyadari sesuatu itu ada, tetapi sesuatu yang tak
bisa aku jelaskan, tak bisa aku hitung dengan rumus matematika, dan tak bisa
aku urai seperti senyawa kimia, dan sesuatu itu tidak hanya ada, tetapi hidup
dan berdetak, dan kadang membuat dada ini sesak.
Segerombolan awan hitam, tak hentinya
menumpahkan air ke bumi, menadakan besarnya kerinduan langit pada bumi.
Debu-debu yang menempel di jalanan dan gedung tua pun ikut terhanyut olehnya,
membuahkan aroma tanah yang menyaingi aroma roti yang baru keluar dari
pemanggangan sore itu. Kedai itu tak berubah sedikitpun, semua interiornya
tetap tua di makan usia.
Dua jam yang lalu, aku dan Key duduk
bersama di kedai ini, wajahnya sudah tak sepucat dan setirus dulu, rambut nya
pun tak seberantakan dan sepanjang satu tahun yang lalu, Key terlihat baik-baik
saja bukan?, Namun tak ada sedikit pun senyum di dalam air muka Key, Dia
bersikap dingin, sedingin es krim di mangkuk dan cuaca di luar sana.
“Kenapa gak ada kabar ran?” Key
menatapku serius. Nada suaranya dingin
Aku tak sanggup memandang key, hanya
tertunduk dan diam, lidah ini kelu untuk berucap memberi alasan yang
sebenarnya.
“Aku sibuk Key” Aku berbohong. “Maaf
Key, aku memang keterlaluan” ucapku sekali lagi. Menahan air mata yang nyaris
keluar.
Setelah mendengar kata maaf itu Key
langsung mehenyakan punggungnya kesandaran kursi, seperti tak percaya hanya
mendengar kata maaf dari seorang sahabat yang hanya pamitan lewat sms dan
setahun kemudian tak ada kabar sedikitpun seperti menghilang di telan bumi. Aku
tahu Key pasti marah hebat kepadaku, tapi semenjak perasaan ini makin
menguasai, persahabatanku dengan Key terasa bias, tepatnya hanya aku yang
merasa bias, aku tak kuasa lagi mempertahankan kepura-puraanku di depan Key
yang selalu bersikap baik kepadaku. Karena dengan sikap Key yang seperti itu,
makhluk yang bernama perasaan ini seperti di beri pupuk, dan akan terus tumbuh,
walau aku susah payah memangkas nya tapi ini akan terus tumbuh tak terkendali
dan akan terus membuatku merasa bahagia dan sakit dalam waktu yang bersamaan.
Maka ketika kesempatan bekerja di luar kota itu datang aku tak menyiakannya.
“Tapi kau baik-baik saja kan?” Ucap nya
tenang.
Aku mendongak, menatapnya lekat-lekat.
Air mataku hampir jatuh. Aku tak boleh menangis didepannya, ini hanya akan
membuatnya semakin cemas. Mulutku kembali terbuka, namun tak bersuara, lalu aku
mengangguk. Kembali menunduk. aku tahu perasaan Key sekarang campur aduk antara
marah dan cemas namun Key selalu baik dan memaafkanku yang bertindak bodoh
“Lalu bagaimana denganmu Key?” ucapku
terbata.
Key tak menjawab, dia mentapku
lekat-lekat, mungkin sikapku terlihat aneh dan membingungkan bagi Key sehingga
membuat penasaran, terlihat dari raut wajahnya sepertinya ia ingin menumpahkan
beribu-ribu pertanyaan atas sikapku ini. Namun Key menyerah, dia menghenyakan
kembali punggungnya kesandaran kursi. Sedikit demi sedikit suasana di antara
kami pun mencair, seperti es krim di mangkuk ini pun mencair.
Layaknya langit, aku pun sama, duduk
berjam-jam disini sedang menumpahkan kerinduan pada kedai ini, kerinduan pada
Es krim, kerinduan pada Key. Scene potongan kejadian di pelupuk mataku sudah
habis kuputar, kini aku mengembalikan fokus pandanganku tertuju ke suatu benda
di atas meja, benda yg sedikit tebal dari kertas, berwarna merah, pemberian Key
dua jam yang lalu.
Entahlah sudah berapa puluh kali aku
membolak balik benda itu, dan entahlah lah sudah berapa kali hati ini merasa
terbolak balik karena melihat isinya. Sebagai teman ini adalah kabar baik
untukku, namun sebagai orang yang sedang tertimpa perasaan aneh ini adalah
kabar buruk bagiku. Lalu di mana aku harus menempatkan diriku sendiri?
Butuh setahun aku men-sinkronisasi-kan
antara hati dan logika ini untuk mendapatkan jawabnya, di mangkuk es krim yang
ketiga ini aku baru dapat pemahamanya, bahwa tak pernah ada yang berubah dari
sikap Key kepadaku, dia selalu ada untukku, melindungiku, menyayangiku sebagai
sahabatnya. Aku-lah yang terlalu egois, tak mau ambil tindakan serta resiko
untuk menyatakan nya dan malah pergi menghilang darinya yang hanya membuat Key
terluka.
Hujan sudah reda di luar sana, nampaknya
langit sudah puas menyatakan kerinduanya pada bumi, aku lantas beranjak dari
kursi kedai itu, menuju meja kasir yang tinggi, pelayan tua itu menatapku lalu
tersenyum megucapkan terima kasih, aku hanya membalas senyum sekedarnya.
Perasaanku masih campur aduk dan terasa sesak.
Aku melangkah gontai ke luar kedai,
berjalan menuju Stasiun hendak meninggalkan kota ini, aku bergumam dalam hati
mengucap janji, minggu depan aku akan datang lagi ke kota ini, menjadi saksi
ucapan janji abadi sehidup semati antara Key dan Amerina. kan ku hadapi semuanya,
lari dari kenyataan adalah tindakan bodoh, bahwasanya sejauh apapun kita pergi,
tak akan pernah membantu melupakan orang yang kita sayangi, yang membantu
hanyalah sikap menerima kenyataan.
Biarlah aku menelan semua pahit dan
sakit nya perasaan ini Key, dan waktu yang akan mencernanya. Karena aku tahu,
Rasa sakit ini hanya bersifat sementara, Karena secorong es krim akan menjadi
obatnya, bukan?
Cerpen yang berjudul "Mr. Ice Cream" merupakan sebuah cerita pendek karangan dari seorang penulis yang bernama Eka Suzie. Kamu dapat mengikuti blog penulis di link: mricecreamblog.wordpress.com.
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - Mr. Ice Cream | Eka Suzie"