Cerpen Cinta - Paenitet Quella | Selmi Fiqhi
“Kau tak pernah jujur ! Kenapa kau selalu berbohong ! Aku tahu ini sulit, tapi jujurlah kali ini saja. “-Quella
Tentang Quella
Beberapa minggu ini Andrian tak memberi
kabar. Pria ini memang terkadang menyebalkan, mengingat dia memang merayakan
natal bersama keluarganya sendiri. Dia memang sadis tak mengajakku ikut
merayakan natal bersama. Tapi bagaimanapun juga aku selalu mencintainya.
Awalnya aku tak pernah mengenal pria ini. Namun awal pertemuan kami saat Aida
mengajakku untuk menemui saudaranya. Aku melihatnya, tentu saja karena yang
dimaksud Aida adalah Andrian.
“Siapa gadis itu?” Andrian menarik lalu
berbisik ke telinga Aida.
“Oh, dia Quella, sahabatku cantik bukan”
Aida menjawabnya datar, Andrian melotot sambil menunjukan telunjuknya dibibir
Aida, aku hanya heran melihatnya. Aida menepis telunjuk Andrian, diapun
menatapku lalu tersenyum. Aku tersipu saat itu juga. Diapun memulai percakapan
bersamaku.
“Halo aku Andrian. Senang bertemu
denganmu” Sapanya, akupun tersenyum padanya sambil berkata
“Aku Quella, senang juga bertemu
denganmu”
Saat itu juga kami bercakap-cakap
ringan. Yang aneh saat itu aku merasakan sesuatu getaran saat dia menatapku.
Hatiku rasanya menari-nari melihatnya. Inikah cinta pandangan pertama?
Lucu sekali jika aku mengingat pertemuan
singkat 6 Bulan lalu itu. Aku selalu tersenyum-senyum sendiri mengingat itu.
Dari pertemuan yang tak disengaja berubah jadi cinta. Andrian, lucu sekali.
“Drrtt… Drrtt..”
Tiba-tiba saja ku dengar getaran benda
mungil diatas meja itu. Telepon genggamku bergetar, siapa yang memanggilku?
“Andrian Call” Tulisan itu tertera
dilayar telepon genggamku. Aku meraih benda itu lalu ku sentuh tulisan “Answer”
disana
“Hallo baby Quella” Ku dengar dia
menyapaku hangat disana.
“Bagaimana hubunganmu dengan Andrian?”
Aida menanyaiku sambil menuangkan coklat hangat ke cangkir yang ada
dihadapanku.
“Baik-baik saja, tapi akhir-akhir ini
dia jarang menghubungiku. Kenapa ya?” Aku meneguk coklat hangat itu sedikit
demi sedikit. Aida sejenak terdiam berfikir. Aku terus menatap coklat hangat
yang berada didepanku.
“Kenapa kau diam?” Tanyaku ulang, Aida
sedikit gugup.
“Itu.. Euu.. Ahh dia terlalu sibuk iya”
Jawabnya agak lama. Aku sedikit heran kepadanya. Namun Aida sahabatku, dia juga
sepupu Andrian, tak mungkin dia bohong.
Siang ini hawa cukup dingin. Salju di
Barcelona masih tersisa disetiap sudut. Tak biasanya aku ingin berjalan-jalan
disekitar daerah sini. Dengan memakai sarung tangan, penutup telinga, jacket
tebal dan sepatu botku ini cukup hangat untuk menghindari udara dingin yang
berkejaran diudara . Aku sendiri baru kali ini berjalan-jalan dimusim dingin.
Bulan ini aku tak melihat bayangan
Andrian sama sekali. Aku benar-benar merindukannya. Tak biasanya aku menjalani
hubungan jarak jauh seperti ini.
“Huhh” Aku menghela nafas, terlihat asap
dari mulutku keluar, mungkin karena dinginnya hawa siang ini.
“Feila ku mohon” Tiba-tiba suara yang tak
asing ditelingaku terdengar. Suara itu seperti suara Andrian, ya benar. Aku
melirik ke sekelilingku. Depan, belakang, kanan..
“A.. nn.. Andrian” Ucapku kaget, Andrian
terkejut melihatku, dia terdiam seribu kata saat itu juga.
“Sedang apa kalian disini?” Tanyaku.
Feila diam, Andrian terlihat akan berucap namun tertahan.
“Jawab” Tegasku.
“Tidak ada apa-apa” Feila menyela.
“Non mentior (Jangan bohong)” Ucapku
nada meninggi. Mereka terdiam. Aku melihat Andrian menggandeng tangan Feila
sambil memegang sesuatu berwarna merah disana.
“Apa yang kalian lakukan disini? Jawab”
“Tidak ada” Ucap Andrian.
“Honestum (jujur)”
“Aku bilang tidak ada!” Andrian sedikit
murka. Aku kecewa mendengar jawaban Andrian. Mengapa dia jadi begitu?
“Apa kau tak mencintaiku lagi sehingga
kau berani menyentakku?” Lirihku padanya
“Imo (Iya)” Jawabnya, aku kaget dan
langsung menatapnya. Dia menatapku dalam-dalam. Tatapan itu persis sama seperti
tatapan ketika aku pertama bertemu dengannya.
“Hah, kau bercanda? Non mentior! Indica
mihi, si me amas! (Jangan bohong, katakan padaku kau mencintaiku)” Aku tertawa
kecil padanya. Namun dia diam dan tetap menatapku serius. Sementara Feila hanya
merangkul tangan Andrian.
“Non (tidak), kau salah numquam ego
dilexi te (aku tak pernah mencintaimu)”
“Apa kau bilang? Seriuslah jangan
bercanda!” Ucapku santai. Tiba-tiba dia menarikku kehadapannya. Mataku
terbelalak, aku benar-benar kaget, perlahan untaian kata mulai keluar dari
bibirnya.
“Honestum nuquam ego dilexi te (Jujur
aku tak pernah mencintaimu)! Aku tak bercanda” Dia melepaskan tarikannya
perlahan. Aku masih kaget. Jantungku berdetak 1000 kali/menit. Aku kaget.
Sementara dia tetap memandang mataku.
“Aku tahu kau mencintaiku! Jika tidak
kamu tak akan menunjukan pandangan itu jika kau tak mencintaiku. Aku tahu” Aku
menenangkan diriku sendiri dengan perkataanku. Aku benar-benar tak tahu apa
yang telah terjadi pada Andrian.
“Non, aku hanya mencintai Feila”
Seketika Feila terkejut mendengar itu.
“Aku salah orang. Seharusnya aku tak
bilang cinta padamu hingga akhirnya aku sendiri yang menyesal” Timbalnya lagi,
aku benar-benar kaget, aku ingin sekali menampar balik Andrian saat itu juga
yang telah menampar hatiku dengan kata-kata tajamnya, aku tak dapat menahan
bendungan air dimataku. Seketika aku ingin berucap tapi aku tak kuasa. Saat itu
juga aku berlari meninggalkannya.
‘Andrian, mengapa kau tega melakukan ini
padaku’ batinku.
Tentang Andrian
‘Paenitet Quella’ Batinku dalam hati.
Betapa bodohnya aku. Mengapa aku sangat pintar sekali berbohong dihadapannya.
Sampai kapan aku harus menutup-nutupi diriku padanya. Jelas aku sangat
mencintainya, tapi bodohnya aku mengatakan hal yang sangat menyakiti hatinya.
Apa daya, semua ini demi kebaikannya. Aku terlalu lemah untuk membuatnya
bertahan. Semua ini akibat hasil chek upku kemarin. Hasilnya mengatakan
penyakit Tumor Otakku semakin parah dan kini umurku tak lebih tinggal 2 minggu
lagi. Walaupun aku menjalani operasi, dokter mengatakan umurku mungkin akan
mencapai 3 bulan atau paling lama 6 bulan. Walaupun aku terus mempertahankan
hidupku, namun hasilnya mungkin akan tetap sia-sia. Setidaknya aku hanya
mendapatkan sisa waktu yang lebih lama untuk dapat merasakan hawa musim ini
sampai musim semi, setelah itu mungkin selesai.
“Bagaimana kabarmu Andrian?” Aida datang
dari balik pintu dengan membawa 2 jinjingan ditangannya.
“Biasa saja” Jawabku datar.
“Jangan lupa minum obatmu, ini aku
belikan roti dan buah untukmu” Dia menyimpan bungkusan putih itu diatas laci
mejaku.
“Tak biasa kau peduli padaku”
“Aku hanya ingin keadaanmu baik-baik
saja. Aku tak ingin Quella khawatir tentangmu” Ucapnya sambil mengambil segelas
air. Aku sedikit terdiam.
“Aku sudah berpisah dengannya”
“Apa?!” Seketika Aida berhenti menguk
air lalu sedikit terbatuk-batuk.
“Tak salahkah yang aku dengar?”
Timbalnya lagi.
Tentang Quella
Yang bisa ku lakukan hari ini adalah
meratapi takdir yang saat ini sedang menghinggapiku. Ditinggalkan oleh orang
yang kita cintai adalah hal yang sangat menyedihkan. Bagaimana tidak?
“Te amo (aku cinta kamu)” Bisiknya
ditelingaku.
“Apa kau katakan?”
“Te amo” timbalnya lagi
“Apa?” Aku mengulang pertanyaanku.
“Aku tak akan mengulangnya lagi”
Jawabnya kesal
Kisah lucu. Saat dia memberanikan diri
menyatakan cintanya padaku. Manis sekali.
‘Astaga Quella sadar, kenapa kamu jadi
seperti ini ? Untuk apa kamu mengingat masa lalu, lupakan Andrian lupakan. Dia
harus kamu hapus, hapus. ‘ Niatku, aku tak akan ingat lagi itu tak akan.
“Kau sudah minum berapa kali Quella?
Sejak kapan kamu begini? Berhentilah minum, tubuhmu belum terlalu kuat” Aida
mengomentari perbuatanku ini. Aku tak peduli apa yang dikatakannya. Akupun tak
sadar apa yang terjadi pada diriku sendiri.
Tentang Andrian
“Andrian, andrian kamu jangan bohongin
aku, bilang bilang sama aku kamu cinta aku. Andrian bilang” Dia
berteriak-teriak sendiri, aku sungguh tak kuasa melihat dia tersiksa. Ini semua
gara-gara aku. Jika aku tak membohongi perasaanku. Dia tak mungkin berani mabuk
seperti ini. Paenitet Quella (Maafkan aku Quella), aku membuatmu tersiksa.
“Andrian! Tinggalkan Feila huhh”
Seketika dia pingsan disana. Mungkin karena terlalu banyak minum. Aku
benar-benar tak menyangka yang dia lakukan.
“Sebenarnya apa yang terjadi padanya
Aida?”
“Aku akan menjelaskannya setelah kau
mengantarnya pulang” Jelasnya.
“Ini semua salahku” Ratapku tak menahan
semua yang telah diceritakan Aida. Aku tahu ini bukanlah sifatnya. Dia adalah
gadis yang sangat ceria. Dia tak mungkin melakukan ini. Aku menyesal membuat
dia sakit hati.
“Dia terlanjur mencintaimu”
“Aku tahu tapi ini demi kebaikannya”
Lanjutku.
“Bagaimana ini baik jika ini merubah
keadaannya?” Tanyanya. Aku tak bisa menjawab satu pertanyaannya. Aku
benar-benar stres dengan semua keadaan ini. Semakin lama pening dikepalaku ini
semakin menjadi-jadi. Penyakitku mulai muncul lagi. Aku tertunduk.
“Andrian kamu kenapa?” Aida terlihat
heran melihat keadaanku.
“Apa? Tidak aku baik-baik saja” Ucapku
lemas.
“Kau sakit Andrian?”
“Kau tak perlu cemas, aku hanya sedikit
pusing memikirkan semua ini” Aku sedikit berbohong padanya agar tak ada orang
yang mencemaskanku. Aku hanya ingin semuanya baik-baik saja.
“Honestum!”
“Aku bilang baik-baik saja”
Tentang Quella
Taman ini..
“Lihat itu Quella” Dia menunjuk sebuah
di langit. Bintang jatuh disana. Aku hanya diam saja.
“Buat permohonan Quella! Bila kau buat,
permohonanmu akan terkabul” Pintanya.
“Itukan hanya bintang jatuh” Jawabku.
“Buat permohonan atau kita putus?” Dia
malah memberikan pilihan padaku. Ya sudah.. Mulai ku tutup mataku lalu aku
mulai memohon..
‘Tuhan aku ingin…. ‘
“Kau pembohong Andrian!” Aku mendesah
sendiri, kau bilang jika kita membuat permohonan saat bintang jatuh akan
terkabul. Tapi apa buktinya. Aku memohon agar kau adalah cinta terakhirku. Tapi
buktinya? Tidakkan?
‘Bukankah itu Feila ? Sedang apa dia dari
rumah Andrian, apakah mereka sudah berhubungan? Atau ahh’ Beribu pertanyaan
berlarian di otakku, apa yang sedang gadis itu lakukan.
“Andrian tak ada dirumah?” Aku semakin
penasaran dengan yang gadis itu lakukan. Dia berangkat ke arah barat menaiki
taksi.
‘Aku harus mencari tahu apa yang dia
rahasiakan’
“Taksi!” Teriakku.
“Pak ikuti taksi itu” Aku menunjuk salah
satu taksi yang ada dijalanan itu. Supir itu hanya mengangguk. Aku terus
memperhatikan taksi tersebut. Hingga taksi itu terhenti disebuah rumah sakit.
“Pak berhenti Pak. Ini, terimakasih”
Akupun memberikan uang pada supir itu lalu mengintai Feila dari belakang. Jelas
aku bisa melihat wajahnya sedikit cemas dan murung. Siapa yang sakit?
Tentang Andrian
Hari ini adalah hari dimana aku akan
menjalani operasi. Keluargaku terus menyemangatiku, termasuk Feila dan Aida.
“Semoga lancar ya operasinya”
Itulah kata-kata yang terlontar dari
mereka. Tapi saat ini juga aku belum bisa tenang sama sekali. Aku selalu
mencemaskan keadaan Quella. Aku ingin bilang bahwa semua yang ku katakan waktu
itu adalah dusta. Aku mencintainya. Tapi terlanjur terlambat.
Dari sini, aku dapat melihat puncak
bukit Collserola, baru 3 bulan yang lalu aku dan Quella mendatangin tempat itu.
Bermain-main bersama, makan bersama. Aku sangat merindukan saat-saat itu.
Sangat.
—
“Bagaimana kau sudah kenyang?”
“Aku belum kenyang menatap wajahmu”
Desisku padanya. Dia hanya tersenyum kecil.
“Kau tahu kenapa pemandangan disini
sangat indah?”
“Aku tidak tahu kenapa pemandangan
wajahmu indah” Rayuku padanya.
“Ish” Dia tertawa kecil sambil
menyenggolku.
—
Kenangan yang manis. Terlalu manis untuk
dilupakan.
“Andrian apa kau sudah siap?” Tiba-tiba
seorang perawat membuyarkan lamunanku. Aku hanya mengangguk kecil sambil
berdo’a dalam hati. ‘Semoga operasi ini berhasil’
Saat itu juga, aku terbaring diranjang
lemas dan didorong kedalam ruangan serba putih. Pintu ditutup lalu sebuah lampu
menyorotiku. Ku lihat disana orang-orang memakai baju hijau bermasker, memakai
penutup kepala dan sapu tangan sambil membawa benda tajam. Aku masih dapat
mendengar suara-suara orang disana. Tapi seketika setelah itu, aku merasakan
kepalaku amat teramat sakit. Apakah aku akan mati sekarang Tuhan. Seketika tak
dapat ku tahan dan semua GELAP.
Tentang Quella
“Mengapa dia tak pernah memberi tahuku?”
Isakku saat itu juga. Aku benar-benar sedih saat ini. Keadaanku akhir-akhir ini
benar-benar tak menentu. Andrian, mengapa kau tega melakukan ini padaku? Aku
tak pernah menyangka apa yang terjadi padamu. Mengapa tak dari dulu dia
memberitahuku. Kau selalu berbohong kepadaku. Padahal aku tak akan
meninggalkanmu, kamu jangan takut. Apapun yang terjadi padamu aku akan selalu
bersamamu Andrian. Aku akan setia menunggumu, aku tak akan pernah berpalineg
Andrian. Aku mencintaimu apa adanya Andrian. Apa adanya.
“Sudah Quella, jangan menangis lagi. Aku
tahu ini berat bagimu. Sekarang kita berdo’a saja semoga Tuhan masih memberikan
waktu untuk Andrian” Aku terdiam mendengar perkataan Aida, aku sungguh tak
kuat. Sementara Feila merangkulku terus memberiku masukan.
“Maafkan aku tak memberitahu yang
sebenarnya padamu. Aku tak tahu harus memulainya dari mana. Sekarang aku sabar
ya. Menangis tak ada gunanya.” Jelas dia. Aku hanya diam tak berkutik. Aku
memang ingin berhenti. Tapi mataku tak menyetujuinya. Mataku terus saja
menangis-menangis.
“Sudahlah Quella, bukan kau saja yang
sedih. Kamipun sama” Aida menyeka air mataku. Aku ikut menyekanya.
“Aku merasakan firasat buruk” Gumamku,
mereka berdua diam seketika, aku hanya menatap pintu ruang operasi itu. Aku
hanya bisa menunggu sampai pintu itu terbuka.
Seketika pintu itu terbuka. Mataku
langsung terbelalak, aku berdiri seketika ku lihat perawat disana mendorong
seseorang yang terkulai diatas ranjang. Seseorang itu tertutupi kain putih,
semuanya tertutupi. Aku masih tak percaya siapa yang ada dibalik kain putih
itu. Ku buka perlahan dan ternyata
“A.. A.. Andrian.. ”
“Brukk” Aku pingsan.
“Semua ini kembali lagi. Mengapa semua
ini kembali lagi? Aku tak menyangka semuanya hadir diwaktu yang salah. Waktu
saat aku benar-benar mencintainya. Sampai kapan aku harus membohonginya terus
menerus. Dari mulai merayakan natal bersama keluarga. Padahal aku menjalani
perawatan selama 1 bulan itu. Berpura-pura tak mencintainya lagi, padahal aku
tak pernah berniat untuk meninggalkannya pergi. Sampai kapan aku harus
membohonginya. Aku sudah muak dengan semua ini.
Jika aku bisa memperjuangkan hidupku
kali ini, aku hanya ingin kembali mencintai dia, jika tidak, aku ingin dia akan
tetap mencintai dan mengenangku bagaimana seperti sebelumnya. Quella Te amo
(Aku mencintaimu),
Paenitet (Maafkan aku) selalu berbohong
padamu. Aku tahu lidah ini bisa berdusta semauku. Tapi hatiku tak akan seperti
itu”
“Hhh, Andrian.. Placere non dicis
(Jangan katakan itu), Te amo, non me delerinquas (jangan tinggalkan aku), aku
nyaman denganmu. Non vaelant (Jangan katakan selamat tinggal). Kata itu sunggu
menyiksaku.” Isakku sambil menatap goresan terakhir Andrian dibalik album foto
ku dengannya.
Cerpen yang berjudul "Paenitet Quella" merupakan sebuah cerita pendek karangan dari seorang penulis yang bernama Selmi Fiqhi. Kamu dapat mengikuti blog penulis di link: selmifiqhi.blogspot.com.
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - Paenitet Quella | Selmi Fiqhi"