Cerpen Keluarga - Bunga Untuk Bunda | Kastia Ratna Sari
Matanya tak kuasa menahan air mata setiap kali ia mengingat kejadian itu. kejadian yang hingga saat ini masih membuatnya menyesal. Rasa kehilangan itu baru terasa jika orang yang kita cintai sudah tiada, mungkin itulah yang ia rasakan saat ini.
Ibu yang sangat mencintainya selama ini
sudah pergi meninggalkan dia untuk selamanya. Mungkin Tuhan lebih menyayanginya
dan tidak ingin orang sebaik ibunya tersakiti oleh perilaku anaknya sendiri.
Rena biasa gadis itu di panggil sangat menyesal akan hal itu dan tidak bisa
memaafkan dirinya sendiri atas segala yang telah terjadi.
Kamu kenapa Ren? Tanya Hani teman
sekantornya.
Rena yang terus meneteskan air mata
tidak menyadari bahwa Hani telah memperhatikannya dari tadi. gak apa-apa Mba”
jawab Rena sambil mengusap air matanya.
Rena menghela nafasnya panjang dan
kembali teringat kejadian yang membuatnya menyesal hingga saat ini. Lamunannya
kembali ke masa saat ibunya masih ada.
Rena memiliki seorang ibu yang sangat
mencintainya, dari kecil ia hidup berdua dengannya tanpa seorang ayah karena
ayahnya telah meninggal sewaktu ia masih dalam kandungan. Ibunya adalah seorang
pekerja keras yang rela melakukan apa pun demi memenuhi keinginan anaknya. Dari
kecil ibunya selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Rena meskipun harus
dengan keringat dan air mata. Namun Rena tidak pernah menyadari akan hal itu,
justru ia malah membencinya karena ibunya hanyalah seorang buruh cuci di
matanya. Ia selalu bertindak kasar kepada ibunya bukan hanya kata-kata tapi
perilaku juga yang tidak sepantasnya di lakukan.
Di sekolah Rena termasuk murid yang
pintar, ia selalu mendapatkan juara di kelas bahkan juara umum di sekolah. Dari
SD sampai SMA ia tak pernah absen menjadi juara umum. Pernah suatu kali ketika
Rena SMP wali kelasnya mengundang secara khusus orang tuanya untuk datang ke
sekolah untuk memberikan sambutan sebagai orang tua dari murid berprestasi.
Namun Rena malah membuang surat itu dan tidak memberitahukan kepada ibunya. Ia
berbohong pada gurunya dan mengatakan ibunya tidak bisa hadir karena sakit.
Padahal alasannya adalah karena ia malu jika semua orang tahu bahwa ibunya
hanyalah seorang janda buruh cuci.
Selama sekolah Rena selalu melarang
ibunya datang ke sekolah dengan alasan “tidak penting ibu datang ataupun tidak
ke sekolah” ujarnya. Saat ia mengatakan itu ibunya hanya tersenyum dan berkata
“tidak apa-apa jika itu maumu”. Rena juga bisa melanjutkan kuliah karena
mendapatkan beasiswa dari pemerintah dan ia merasa bahwa ia bisa hidup sendiri
tanpa ibunya karena dengan kepintaran yang dia miliki ia bisa sekolah sampai
perguruan tinggi. Setelah memutuskan untuk kuliah ia pun pergi meninggalkan
ibunya sendiri.
Selama 4 tahun menuntut ilmu ia hanya
pulang dua tahun sekali itupun jarang di lakukan karena kesibukannya selain
kuliah juga bekerja sampingan. Bahkan Rena pun juga melarang ibunya datang
untuk menengok karena ia tidak mau sampai teman-temannya tahu ibunya hanyalah
seorang buruh cuci. Setiap bulan sang ibu selalu mengirimkan surat hanya untuk
menanyakan kabar nya di sini bahkan ia selalu menyelipkan uang di setiap akhir
suratnya. Rena tidak pernah membalasnya bahkan membukanya sekalipun. Pernah
satu kali ia membalas surat ibunya dan hanya mengatakan “IBU TIDAK USAH
MENGIRIMKANKU SURAT LAGI, AKU BOSAN MEMBACANYA” Namun ibunya tetap mengirimkan
Rena surat meskipun ia tahu bahwa anaknya tidak pernah membacanya.
Setiap kali Rena pulang ibunya selalu
menyiapkan makanan kesukaannya di meja makan. Ibunya bahkan rela menunggunya di
depan pintu untuk melihatnya pulang sambil memeluknya. Namun Rena tidak pernah
menghiraukannya, setiap ia pulang ia langsung masuk ke kamar tanpa memeluknya
bahkan mengucapkan apapun. Namun ibunya terus membujuk Rena untuk keluar agar
mau makan bersama-sama. Tapi Rena malah memakinya “aku capek bu baru pulang
kalau ibu mau makan, makan saja sendiri toh ibu juga selama ini bisa
melakukannya sendiri kan” ucapnya dengan nada marah. Ibunya hanya mengelus
dadan seraya berkata “sesekali ibu ingin makan bersamamu” sambil meneteskan air
mata. Dan Rena sama sekali tidak memperdulikannya. Dan setiap kali pulang
selalu seperti itu perlakuannya pada ibunya.
Suatu ketika saat Rena pulang ke rumah,
ibunya mencuci pakaiannya yang kotor tanpa sepengetahuan Rena. Dan ternyata
baju itu sobek kena paku saat menjemurnya. Rena langsung memakinya dengan
membabi buta. Ia memarahinya dengan mengatakan kata-kata kasar yang tidak
sepantasnya. “Itu adalah baju yang aku beli pakai uangku sendiri dengan susah
payah, karena baju itu adalah baju termahal yang pernah aku beli” ujarnya
dengan penuh kemarahan, bahkan mungkin ibunya tidak akan mampu membelikannya
selama ini. Mendengar makian anaknya itu sang ibu langsung membentaknya, Rena
tidak pernah melihat ibunya semarah itu. “apa yang kamu katakan barusan nak,
selama ini ibu tidak pernah mengajarimu seperti itu. Kamu sudah cukup
keterlaluan selama ini, ibu tidak pernah menyangka kamu akan tumbuh menjadi
anak yang kurang ajar seperti ini”. ucapan itu selalu terngiang di telinganya
selama ini. Setelah kejadian itu ia langsung pergi dari rumah tanpa pamit dan
tanpa menghiraukan ibunya yang menangis saat itu.
Setelah kejadian itu Rena sangat jarang
pulang ke rumah bahkan di hari lebaran sekalipun. Saat itu ibunya masih terus
mengirimku surat setiap bulan, namun justru ia tidak menghiraukannya sama
sekali. Sampai Rena lulus kuliah dan bekerja di salah perusahaan terbesar di
Jakarta sebelum ia pindah bekerja di sini Rena tidak pernah menengok ibunya
bahkan membalas suratnya sekalipun. Di sana ia mempunyai teman bernama Yola.
Yola adalah teman baiknya semenjak pertama ia bekerja disana. Suatu ketika saat
Yola main ke kosannya, Yola tak sengaja melihat surat-surat yang ibunya kirim
selama ini.
Rena memang tidak pernah membacanya sama
sekali tapi ia juga tidak sampai hati membuangnya, ia simpan rapi di sebuah
kotak. Yola lalu membuka dan membaca surat-surat itu. Setelah ia membaca
surat-surat itu ia kemudian bertanya “ibu kamu masih hidup Ren?” Rena begitu
kaget mendengar pertanyaan Yola yang tiba-tiba menanyakan itu padanya.
“Entahlah aku belum sempat menengoknya lagi karena kerjaanku kan banyak, jadi
belum ada waktu” jawabnya santai. Kenapa kamu bertanya itu? tanya nya
penasaran.
Yola langsung melihat ke arah jendela
sambil mengatakan “aku iri sama kamu Ren, kamu memiliki seorang ibu yang sangat
menyayangimu bahkan lebih dari nyawanya sendiri. Ibumu yang begitu baik, sabar,
tabah dan teramat menyayangimu sampai rela mengorbankan dirinya demi kamu”.
Rena semakin bingung dengan apa yang di katakan Yola tentang ibunya, Rena tidak
pernah menceritakan apapun tentang ibunya kepada Yola. Kenapa kamu bisa seyakin
itu tentang ibuku? Tanyanya aneh. “Dengan membaca surat-surat dari ibumu saja
aku bisa merasakannya, apalagi kamu anaknya mungkin akan lebih memahaminya”
ucapnya lagi. “tapi asal kamu tahu aku tidak bisa memaafkannya sampai saat ini
karena kesalahannya” jawabnya lirih. “kamu harusnya beruntung memiliki ibu seperti
dia, yang selalu menyayangi dan tetap mencintaimu tanpa alasan” Yola
melanjutkan perkataanya.
“dari kecil aku tidak pernah merasakan
apa yang seperti ibu kamu lakukan selama ini, karena sampai detik ini pun aku
tidak pernah melihat ibuku seperti apa tapi aku yakin ia juga pasti akan
menyayangiku dan menjagaku seperti apa yang di lakukan ibumu, tapi sayang aku
tidak sempat melihat bahkan mendengar nasihat dari ibuku sampai saat ini. “Aku
tidak tahu seperti apa dia dan bagaimana dia, karena aku telah kehilangan ia
sejak aku dilahirkan” ucap Yola sambil meneteskan air mata.
Mendengar ucapan Yola ia merasa ada
sesuatu hal yang tidak ia ketahui tentang ibunya selama ini. Rena
bertanya-tanya dalam hati sebenarnya apa yang terjadi pada ibunya. Setelah Yola
pulang Rena hanya diam dan selalu terngiang apa yang diucapkan Yola tadi. Ia
semakin penasaran tentang keadaan ibunya. Kemudian Rena langsung membuka
surat-surat dari ibunya selama ini yang hanya ia simpan dan tak pernah ia
hiraukan. Dan Rena pun mulai membaca satu persatu surat itu. Disana tertulis
15 Mei 2002
Anakku terkasih… bagaimana kabarmu nak?
Apa kamu baik-baik saja. Ibu sangat rindu sama kamu, padahal baru satu minggu
ibu tidak melihatmu berada di rumah. Tapi rasanya sudah setahun ibu tidak
berjumpa denganmu. Kapan kamu pulang ke rumah? Nanti ibu siapin makanan
kesukaan kamu. Ibu akan selalu menunggumu nak.
Dari ibu yang merindukanmu
Rena tak kuasa menahan air mata saat
membaca surat itu.
Kemudian ia terus melanjutkan membaca
surat-surat yang lainnya. Matanya tertuju pada surat yang ibunya kirim setelah
ia memutuskan pergi dari rumah untuk selamanya karena kejadian waktu itu. Ia
membuka surat itu dengan gemetar dan di dalam surat itu tertulis kata-kata yang
membuat dadanya sakit, sakit sekali. Di surat itu bertuliskan
20 Juli 2004
Anakku terkasih… maafkan ibu nak atas
kejadian tempo itu. ibu sungguh tidak bermaksud untuk merusak baju kesayanganmu.
Ibu melihat kamu sangat lelah saat itu, untuk itu ibu bermaksud mencuci
pakaianmu tapi ibu tidak sengaja merusaknya. Ibu sungguh minta maaf nak. Ibu
janji ibu akan mengganti bajumu kembali, mungkin tidak akan sama persis tapi
ibu akan berusaha mencari uang agar bisa membeli baju kesayanganmu yang sama
seperti itu, ibu janji nak. Kamu segera pulang nak, ibu sangat merindukanmu.
Ibu tidak pernah marah atas ucapanmu nak, ibu tidak akan bisa membencimu karena
buat ibu kamu adalah satu-satunya harta paling berharga di dunia ini. maafkan
ibu nak, maafkan ibu.
Ibumu yang selalu menantimu pulang
Air matanya tak berhenti menetes membaca
surat itu. Sungguh ia merasa sangat berdosa pada ibunya. Ibunya yang sangat
menyayanginya bahkan teramat menyayangi hingga ia tidak bisa marah meskipun
Rena telah berbuat kejam padanya.
Dan ia pun membaca surat terakhir yang
ibuku kirim sebelum ia pindah ke sini, karena ibunya tidak tahu alamatnya yang
sekarang. Surat itu di kirim sekitar satu bulan yang lalu.
5 April 2005
Anakku terkasih… yang paling ibu
sayangi. Saat ini kamu pasti sudah meyelesaikan kuliahmu. Ibu yakin pasti
nilai-nilaimu membanggakan, ibu tidak pernah meragukan itu. Sebenarnya ibu
ingin sekali melihatmu memakai toga dan pakaian wisuda, pasti kamu sangat
cantik sekali. Tapi sayang ibu tidak bisa melihatmu, namun ibu akan selalu
berdoa yang terbaik untukmu nak. Ibu yakin kamu akan menjadi orang sukses
seperti cita-citamu dulu, ibu ingat kamu pernah mengatakan bahwa kamu tidak
ingin seperti ibu yang hidup sengsara dan penuh dengan kesusahan. Tuhan pasti
mengabulkan do’a mu nak karena dalam hati ibu selalu mengamininya.
Anakku yang cantik ibu sangat
merindukanmu pulang, sudah dua tahun ibu tidak pernah berjumpa denganmu. Ibu
hanya takut ibu tidak bisa melihatmu lagi. Ibu tidak akan meminta apapun
kepadamu nak, ibu hanya ingin kamu segera pulang. Kalau boleh ibu meminta
sesuatu kepadamu, satu yang ibu pinta ibu ingin sekali kamu kirim bunga untuk
ibu, itupun jika kamu tidak keberatan nak. Rena anakku ibu hanya ingin
mengatakan bahwa ibu sangat menyayangimu melebihi apapun. Ibu minta maaf jika
selama ini kamu menanggung malu karena memiliki orang tua seperti ibu. Ibu
minta maaf nak selama ini telah membebanimu dengan rasa itu. ibu yakin nanti
anakmu akan lebih bahagia memiliki ibu sepertimu.
Ibu
Rena semakin tak kuasa membendung air
matanya membaca surat yang terakhir ini. Surat yang membuatnya semakin sadar
bahwa ia adalah orang bodoh yang selama ini menyia-nyiakan wanita selembut
ibunya. Sungguh ia ingin sekali meminta maaf kepada ibunya atas selama ini yang
telah ia lakukan. Rena ingin segera memeluknya dan ia ingin mencium kakinya.
Keesokan harinya tanpa berfikir panjang
ia putuskan untuk menengok ibunya dan ingin sekali bersujud di kakinya. Rena
pun tidak lupa dengan permintaan ibunya untuk membelikannya bunga. Ia pulang
dengan hati yang penuh harap semoga ibunya mau memaafkannya.
Sesampainya di rumah Rena melihat
sekeliling ruangan masih sama seperti sebelum ia pergi saat itu, tidak ada yang
berubah sama sekali. Hanya saja ia tidak melihat ibunya di sana, biasanya
ketika Rena pulang ibunya selalu berada di depan pintu untuk menunggu. Tapi
sekarang tidak ada siapa-siapa di rumah itu. Rena pun langsung menuju kamarnya
tapi tetap ibunya tidak ada di sana, hanya saja ia melihat satu baju yang
menggantung di dinding dekat kamarnya. Baju yang sama seperti baju
kesayangannya yang robek waktu itu. Ibunya benar-benar menepati janjinya di
surat itu, ia membeli baju yang sama untuk Rena, persis sama. Ibunya rela berkorban
membeli baju itu, dan ia yakin ibunya berusaha setengah mati mengumpulkan uang
untuk membeli baju itu.
Tak sadar air matanya sudah membasahi
pipi. Tapi kemana ibu, ia ingin sekali meminta maaf padanya, ia ingin segera
mencium kakinya. Rena beranjak keluar memanggil-manggil ibunya tapi tidak ada
jawaban sama sekali. Lalu ia pergi kerumah Mba Sita tetangga dekatnya. Rena
langsung menanyakan keberadaan ibunya pada Mba Sita, namun hari itu seakan ada
petir yang menyambar setelah ia mendengar bahwa ibunya telah meninggal satu
minggu yang lalu. Air matanya terus membanjiri pipinya yang tak kuasa mendengar
kabar itu. Tubuhnya terasa lemas dan dadanya terasa sakit sekali, ia terlambat
untuk mengucapkan maaf pada ibunya.
Kemudian Mba Sita mengantar Rena ke makam
dengan membawa bunga yang ibunya pinta pada Rena waktu itu. Dan tanpa sadar ia
langsung menangis menjerit-jerit di pusaran sang ibu. Ternyata surat terakhir
yang ibunya kirim adalah surat terakhir untuknya dan bunga yang ibunya pinta
ialah bunga untuk taburan tempat istirahat terakhirnya. Rena sungguh menyesal
baru sadar saat ini, saat ibunya sudah tiada. Ia menyesal telah melewatkan
ratusan detik bersamanya ketika ibunya masih ada. Rena sangat meyesal sekali.
Jika ia bisa memutar waktu kembali ia hanya
ingin sebentar saja bisa memeluk ibunya dan meminta maaf padanya. Ia hanya
ingin ibunya tahu bahwa ia sangat bahagia memiliki ibu seperti dirinya. Tapi
itu tidak akan pernah mungkin terjadi, kini ibunya telah tiada dan tidak ada
orang yang pernah bisa menggantikannya”. Air mata Rena terus mengalir tiada
henti mengingat kejadian satu tahun yang lalu itu. Kejadian itu masih membekas
jelas di ingatannya hingga kini.
Dalam hatinya ia berkata “ya Allah andai
kau pinjamkan hati ibuku sebentar untukku mungkin aku akan paham betapa
beratnya beban yang ia tanggung selama ini demi aku. Ibu… maafkan aku yang
membencimu ketika kau memarahiku, kini aku merindukan marahmu itu ibu”.
Cerpen yang berjudul "Bunga Untuk Bunda" merupakan sebuah cerita pendek karangan dari seorang penulis yang bernama Kastia Ratna Sari. Kamu dapat mengikuti facebook penulis di akun berikut: Kastia Ratna Sari.
Posting Komentar untuk "Cerpen Keluarga - Bunga Untuk Bunda | Kastia Ratna Sari"