Cerpen Sedih - Boneka Beruang Di Sisi Tong Sampah | Daniel Satria Sutrisno
“Hai lihatlah aku di sini! Tidakkah kalian pedulikan aku!” Aku sudah lama kesepian di sini, terduduk diam dengan harapan yang mulai memudar. Tak satupun yang menginginkanku lagi. Sudah tak seperti saat aku di pajang di sebuah toko dengan harga yang mahal. Kini mahal tinggal selogan dalam malam-malam dingin ku. Para kecoak itulah teman ku sehari-hari, meskipun dulu aku pernah memiliki teman bernama lili, tapi entah mengapa ia sudah melupakan ku. Dan membiarkan aku tergeletak di sini begitu saja.
Oh ada seorang anak kecil mendekati ku
ini kesempatan ku.
“Ayo nak pungutlah aku! Aku adalah
boneka yang bagus untuk mu”
“Ria jangan! Boneka itu sudah kotor
cepat buang kembali”
“Tapi ma, boneka ini lucu sekali”
“Nanti mama belikan boneka yang lebih
bagus lagi, asalkan kamu lepaskan boneka itu”
“Benarkah ma?”
“Iya mama janji!”
“Oh tidak jangan buang aku kembali, ku
mohon bawalah aku!”
Hiks..hiks..hiks.. Aku merasa sunggu
sangat sedih.
“Oh lili andai saja kamu masih
menginginkan ku! Pasti sekarang aku tak perlu merasakan pahitnya saat ini”.
Pikir ku termenung. Setetes air jatuh membasahi pipi ku yang penuh bulu tiruan
ini. Oh mungkin saja ini air mata kesedihan. Tapi kian lama tetesan ini berubah
menjadi juataan rintikan air, Oh seharusnya aku tahu ini adalah ritikan air
langit yang turun entah dari mana asalnya. Rintikan air ini hanya membuat warna
kecoklatan di tubuhku memudar dan mengusam. Jejak-jejak langka kakipun tak
terlihat lagi, entah mengapa setiap kali turun air dari langit mereka selalu
menghilang sebelum memungut ku di sini. Hanya benda-benda aneh beroda yang tak
pernah menghilang saat langit menangis. Perlahan benda-benda beroda itu pun
menyalahkan cahaya di matanya. Langit yang tadinya biru kini mulai memudar
menjadi kehitaman.
“Apa ini yang menggigit ku! Oh jangan
mendekat dasar tikus-tikus selokan” dua ekor tikus berusaha menggerogoti
tubuhku. “Ah tolong-tolong siapa saja tolong aku!”
Tiba-tiba tit.. tit.. tit.. Tikus-tikus
itu lari terbirit-birit, padahal itukan hanya benda aneh beroda yang sekedar
lewat dan mengeluarkan suara aneh.
Kali ini aku selamat, tapi mungkin esok
hari aku takkan seberuntung ini, tangan ku pun terlihat robek sedikit karena
para pengerat tadi. Ah kini mungkin aku akan tamat tak lama lagi. Jikalaupun
aku tamat setidaknya aku masih punya satu permohonan, yaitu bertemu dengan lili
untuk sekali saja. Walaupun entah sudah seberapa lama aku di sini, tapi aku
takkan melupakan lili.
Lebatnya rintikan air langit perlahan
mulai memudar, langka-langka kaki ku pun mulai napak sedikit dan kemudian
menjadi sangat banyak. Kembali lagi aku berseru walau dalam kegelapan, “hai
lihatlah aku di sini! Kumohon ambillah aku” Sama seperti hari-hari sebelumnya,
mereka tidak memperdulikan aku. Tapi aku tak pusing dan terus berseru agar ada
yang mau mengambilku.
Perlahan langka-langka demi langka
lenyap, hiruk pikuk benda-benda aneh beroda tinggal hitungan jari saja. Para
pengerat, dan kecoak-kecoak berkeliaran di depan ku. Lolongan anjing jalanan
tak kalah menderita sama seperti ku, para pengerat berlari ketakutan di kejar
pemangsanya. Begitu seterusnya sampai langit kembali bercahaya dan membiru
kembali.
Hiruk pikuk keramaian seakan tak
memperdulikan kubangan air di terotoar yang berlubang sana. Aku kembali pada
aktifitas ku yaitu terus memohon agar di pungut oleh seseorang yang baik hati.
Tapi tak ada yang perduli dan hanya meninggalkan keputus asaan bagi ku. hingga
akhirnya seorang yang tampak lusuh bajunya dan bersosok tua, memandangi ku.
Kelihatannya ia tertarik pada ku. Benar saja ia memungut ku kemudian berkata.
Boneka yang indah sayang kalau di buang, meskipun sudah kumu di makan waktu dan
sedikit sobek tapi masih bisa di perbaiki.
Ia mengangkat ku yang berada tak jauh
dekat dengan tong sampah, kemudian memasukan ku di sebuah plastik. Lalu membawa
ku pulang dan menjahit ku perlahan, membersihkan tubuhku hingga cerah kembali.
Tapi tunggu dulu ia mencabut jahitan yang bertulisan lili di belakang ku. Lalu
berkata, “kau takkan membutukan itu lagi” Ia menyemprot ku dengan semacam
parfum lalu mencat hitam ulang kedua mata ku menjadi indah. Aku di kemas dalam
sebuah kotak yang depannya bening, lalu di bungkus pita merah. Dan kemudian di
pajang dalam sebuah toko boneka kecil.
Aku hanya melihat di sekitar ku, ada
banyak boneka yang begitu indah dan tampak menarik. Tiba-tiba seorang anak yang
tak tampaknya tak asing bagi ku memegang kotak tempat aku berdiam.
“Mama aku mau boneka ini, ia sama
seperti boneka yang aku lihat di jalanan waktu itu”
“Apa benar boneka ini yang kamu pilih
ria”
“Ia ma! ria mau boneka beruang ini!”
Ah benar tak salah lagi, ia anak yang
berusaha memungut ku di jalanan waktu itu. Akupun di beli! Dan di bawa pulang
oleh anak yang bernama ria itu. Aku kembali menjadi sahabat seorang anak
semenjak saat itu. Meskipun kini ria sudah menjadi dewasa dan mempunyai seorang
anak aku tetap menjadi sahabatnya sampai sekarang.
Cerpen yang berjudul "Boneka Beruang Di Sisi Tong Sampah" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis dengan nama pena Daniel Satria Sutrisno. Kamu dapat mengikuti penulis melalui facebook berikut: Daniel Satria Sutrisno
Posting Komentar untuk "Cerpen Sedih - Boneka Beruang Di Sisi Tong Sampah | Daniel Satria Sutrisno"