Cerpen Cinta - Semua Karena Kau | Ririh Rakati Rigarimas
Aku duduk di bangku taman sekolah, dengan memandang matahari yang begitu terik aku mengusapkan keringat yang bercucuran di kening ini. Begitu lelahnya aku sampai aku tak menghiraukan
beberapa siswa yang memandangiku dengan pandangan aneh. Mungkin mereka bertanya-tanya
apa yang aku sedang lakukan dengan sebuah sapu lidi yang sedang aku pegang ini
atau bahkan di antara mereka ada yang menertawaiku karena tampilan ku yang
begitu lusuh dan sangat tidak rapi ini. Aku tak peduli apa kata mereka karena
aku benar-benar sudah sangat membenci diriku ini yang tiap hari harus
mengelilingi seluruh lingkungan sekolah dengan ditemani sapu lidi yang terlihat
sangat menjijikan ini. Di sini aku sudah tidak seperti murid lagi melainkan
tukang kebun sekolah. Aku bosan dengan hidupku ini tapi aku nyaman dengan semua
ini mungkin karena aku sudah sangat sering melakukan hal seperti ini. “Hah, aku
benar-benar membenci semua ini!” teriakku
“Mengapa kau membenci semua ini?” tanya
seseorang,
Aku diam, “mengapa orang ini lagi yang
muncul? Apa maunya sih?” batinku
“mengapa kau malah diam?” tanyanya lagi
“apa pentingnya kau bertanya seperti
itu?” tanyaku sinis
“oh, tidak apa-apa. Aku hanya heran saja
ada ya orang sepertimu?” katanya dan melirik ke arahku
“apa maksudmu?”
“apa kau tak bosan hampir tiap hari kau
di hukum?” tanyanya
“kalau kau ke sini hanya untuk
menghinaku lebih baik kau pergi saja!” balasku masih sinis
“aku ke sini tidak untuk menghinamu tapi
aku ke sini untuk memberimu ini” balasnya dan meyodorkan sebotol air mieral
“makasih tapi aku tidak membutuhkan itu”
balasku dan beranjak pergi
“tunggu!” teriaknya, aku pun berhenti
melangkah
“aku senang bila kau mau berubah dan aku
siap untuk membantumu” lanjutnya
Aku tak menghiraukanya dan memilih untuk
meninggalkanya.
Aku merasa ada seseorang yang sedang
menggoyang-goyangkan badanku. Namun ku tak hiraukan karena aku benar-benar pagi
ini merasa sangat mengantuk.
Brukkkkkk!!!
“hah!!!” teriakku dan segera bangun dari
tidurku. Ku lihat bu Ani telah berdiri disampingku dan memandangku penuh
kemarahan besar.
“keluarkan tugas mu!” perintahnya garang
“heh, ketinggalan bu” balasku tidak
yakin dan dalam batin ini sudah menebak aku pasti akan di hukum lagi.
“Kamu ini, sudah tidur di kelas! Tidak
mengerjakan tugas lagi! Kamu ini mau jadi nantinya? Masih muda saja
malas-malasan begitu. Ingat sebentar lagi kamu akan menghadapi ujian mau dapat
nilai berapa kamu kalau seperti ini!” jelas bu Ani panjang lebar
Aku tak berani menjawab semua penjelasan
dari bu Ani karena aku juga tau ini adalah kesalahanku.
“Siapa lagi yang tidak mengerjakan
tugas?” tanya bu Ani dengan keras
Aku lihat semua anak terdiam dan tak
satupun ada yang mengangkat tangan.
Tiba-tiba aku mendegar suara seorang
anak lelaki yang memecahkan keheningan kelas.
“saya bu” celetuknya
“FIRMAN? Kau tak mengerjakan pr mu?”
tanya bu Ani kaget, bagaimana tidak selama ini Firman di kenal sebagi murid
paling rajin mengerjakan tugas dan dia pun adalah seorang yang sering menjadi
juara sekolah.
Firman hanya mengangguk penuh rasa
bersalah.
“baiklah Ibu tidak akan membeda-bedakan
murid Ibu, sekarang juga kalian berdua kerjakan tugas kalian di luar, Ibu tidak
mau tau pokoknya nanti pergantian jam tugas kalian sudah harus ada pada saya”
perintah bu Ani
Aku dan Firman segera membawa buku dan
menuju ke perpustakaan.
“Kau bisa mengerjakan soalnya?” tanya
Firman padaku yang tengah sibuk melihat 20 butir soal yang sama sekali ku tak
mengerti.
“Tentu bisa, kamu jangan memandang
rendah diriku” balasku gengsi
“oh, baiklah”
Satu jam kemudian…
“ya ampun ini soal apa maksudnya?
Mengapa semua angka seperti ini?” keluhku
Firman menengok ke arahku dengan raut
muka penuh tanya.
“Mengapa kau melihatku seperti itu?”
tanyaku
Firman tak menjawab pertanyaanku dia
malah mengambil buku tugasku yang masih sangat bersih tak ada satupun coretan
di buku itu.
“Katanya kau bisa mengerjakan? Sudah lah
jangan sok seperti itu, nih salinlah!” perintahnya
Tanpa banyak bicara aku langsung
mengambil bukunya dan segera menyalinnya. Kulihat Firman hanya tersenyum dan
geleng-geleng melihat tingkahku.
“Kau sudah mengerjakan tugasnya, tapi
mengapa kau mengatakan belum mengerjakan tugasnya?” tanyaku usai menyalin tugas
“tidak apa-apa, aku hanya malas saja
mengikuti pelajarannya” balasnya enteng dan membuatku menjadi bertanya-tanya.
Seorang jenius pun mengatakan kalau dirinya sedang malas? Hah, apa aku tak
salah mendengarnya?
“kenapa? kamu heran mengapa aku bisa
mengatakan kalau aku malas? Aku kan juga manusia aku bisa kapan saja terserang
penyakit malas” balasnya memecahkan tanda tanya dikepalaku. Namun aku masih
diam dan sedikit merenungkan perkataanya.
“kamu juga bisa sepertiku, kamu bisa
berubah semua manusia bisa berubah” sambungnya
“orang mungkin bisa berubah tapi tidak
untukku”
“mengapa tidak? Kau saja belum mencoba.
Asalakan ada kemauan dan usaha aku yakin sesuatu itu bisa terwujud. Dan aku
siap membantumu jika kau mau”
“kamu memang orang yang baik”
“lalu bagaimana kamu mau berubah?”
tanyanya meyakinkan
Aku hanya menggelengkan kepala namun
masih mernungkan ajakannya. Firman tersenyum penuh arti namun tak dapat kubaca
apa arti senyumnya.
Pagi ini aku sudah putuskan untuk
berubah menjadi siswi yang lebih baik. Karena setelah ku pikir apa kata Firman
pun ada benarnya, mengapa tak kucoba saja untuk berubah. Lagi pula aku juga
sudah sangat bosan menjadi diriku yang pemalas ini. Awalnya aku ragu, apakah
aku bisa berubah? Namun Firman terus menyemangatiku dan meyakinkanku bahwa aku
pasti bisa.
Aku banyak belajar darinya, Firman
memang orang yang hebat dia bisa mengajaku untuk berubah. Dia mengajarkan ku
betapa hidup ini sungguh indah bila kita juga bisa memanfaatkan hidup ini
dengan hal berguna tanpa membuang-buang waktu di masa hidup. Apalagi aku masih
muda, waktu hidupku masih lama dan banyak hal yang bisa ku ukir jadi sebuah
perjalanan hidup yang penuh arti. Selama beberapa hari ini aku lewatkan hari
dengan Firman, aku benar-benar merasakan yang namanya kebahagiaan. Sebuah
perasaan yang tak pernah ku dapatkan dan kurasakan muncul di sini. Aku sungguh
menikmati hariku yang selalu dipenuhi dengan bunga-bunga ini.
Namun siapa sangka iri, cemburu, marah
itu bisa membuat semuanya hancur. Kebahagiaan bisa berubah kesedihan dan
keindahan bisa berubah menjadi kejelekan. Seperti halnya aku yang tak bisa
menjaga perasaanku dengan baik sampai-sampai aku kehilangan semuanya. Aku
kehilangan sahabat terutama, aku benar-benar menyesal dengan semua ini. Mengapa
ku sebodoh itu? Mengapa ku tak bisa mengerti arti semua sikap yang dia berikan
untukku? Andai waktu bisa di ulang aku tak akan membuat perpisahan menjadi
seburuk itu. Aku menyesal sungguh ku sangat merasa bersalah dengan semua ini.
Maafkan aku sahabat, kau memang yang terbaik dan akan selalu menjadi yang
terbaik. Sekarang aku mengerti tentang arti hidup yang sesungguhnya dalam hidup
itu takkan ada perjalanan yang mulus dan pasti akan selalu ada suatu masalah.
Dan itu semua tinggal bagaimana cara kita menghadapi masalah itu. Orang yang
bisa menaklukan masalah adalah pemenangnya. Maafkan aku yang telah salah
menilaimu. Aku harap kita masih bisa bertemu dan aku akan mengucapkan terima
kasih padamu. Semua ini karena kau.
Untuk kau yang selalu indah di hati,
Mungkin kau membaca surat ini aku sudah
sampai di Prancis. Maafkan aku yang tak bisa langsung berpamitan denganmu.
Maafkan aku pula yang telah membuat luka dihatimu tapi sungguh aku sangat tidak
bermaksud untuk itu. Ku yakin suatu saat kau kan tau yang sebenarnya. Di sana
aku pasti akan selalu mendoakanmu agar selalu menjadi baik. Entah berapa lama
aku akan pergi tapi aku yakin bila kita berjodoh pastilah kita akan bertemu
kembali. Aku di sana pasti akan merindukanmu. Jaga dirimu baik-baik
Terimakasih kau telah menjadi teman yang
baik untukku
Maafkan aku yang telah menyakitimu
Salam horamat,
Firman
Cerpen yang berjudul "Semua Karena Kau" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis dengan nama pena Ririh Rakati Rigarimas. Kamu dapat mengikuti penulis melalui facebook berikut: Ririh AllriseSilver
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - Semua Karena Kau | Ririh Rakati Rigarimas"